BAGIAN 8

362 20 1
                                    

Wajah Rangga yang tadi cemas memikirkan keadaan gadis itu, kini berubah kelam dengan kemarahan sampai ke ubun-ubun. Pelahan-lahan dia bangkit sambil memandang Ki Sara Geni dengan sorot mata tajam. Tangan kanannya perlahan-lahan bergerak meraih pedangnya.
"Orang tua! Hari ini kita akan tentukan, kau atau aku yang akan mati!" dingin suara Pendekar Rajawali Sakti.
"Tidak usah banyak bicara. Keluarkan seluruh kepandaianmu karena aku tak akan segan-segan mencabut nyawamu!" dengus Ki Sara Geni. Dan seketika dia melompat menyerang.
Pendekar Rajawali Sakti berteriak keras menggelegar. Dan seketika pedangnya dicabut.
Yeaaa!"
Maka sinar biru langsung memancar dari pedangnya. Ki Sara Geni sedikit terkejut melihat sinar biru menyilaukan yang terpancar dari batang pedang lawan. Namun, tak ada waktu lagi untuk memikirkan keterkejutannya, karena Pendekar Rajawali Sakti telah menghadangnya. Maka langsung salah satu tongkatnya digunakan memapak.
Trasss!
Betapa terkejutnya Ki Sara Geni, begitu tahu kalau tongkatnya putus menjadi dua bagian.
"Heh?!"
Dan tentu saja Ki Sara Geni tak mau tongkatnya yang tinggal satu patah kembali. Dia menambah serangan. Maka seketika itu potongan tongkat di tangan kiri dihantamkannya dengan tongkat di tangan kanan, dengan sasaran ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Crakkk!
Pras!
Terlihat lidah api melesat cepat menyambar ke arah Pendekar Rajawali Sakti akibat benturan dua buah potongan tongkat tadi. Tapi Rangga melenting dan berputaran diudara, kemudian menangkis dengan kelebatan pedangnya.
Kembali Ki Sara Geni dibuat terkejut ketika melihat nyala api sama sekali tak berdaya ketika menghantam pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti yang sudah mendarat kembali di tanah. Maka dengan melompat sambil berputaran di udara, dilemparkannya senjata rahasianya berupa kalajengking-kalajengking berapi ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya sendiri kemudian melesat mengikuti disertai putaran tongkat yang menimbulkan pusaran angin kencang berhawa panas luar biasa!
"Yeaaa...!"
Sementara Pendekar Rajawali Sakti segera mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' disertai gerakan ilmu meringankan tubuhnya. Sambil terus meliuk-liuk di udara, Rangga membabat senjata-senjata rahasia Ki Sara Geni dengan pedangnya. Namun pada saat itu juga ujung tongkat Ki Sara Geni menyambar lehernya. Cepat sekali Rangga memiringkan kepalanya ke kanan. Dan tubuhnya terus mencelat ke atas, disertai tebasan pedang ke arah dada lawan.
"Hup!"
Cepat sekali Ki Sara Geni melompat ke belakang untuk menghindarinya sambil berputar. Tapi Pendekar Rajawali Sakti tak memberi kesempatan sedikit pun. Dengan gerakan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' terus dikejarnya tokoh tua itu. Bahkan pedang pusaka yang tersilang di depan cepat diusap batang pedangnya dengan tangan kiri.
Rangga sengaja berbuat demikian untuk menjaga segala kemungkinan yang terjadi. Dan perkiraannya memang tak meleset. Begitu berhadapan dengannya, saat itu juga Ki Sara Geni melepaskan pukulan mautnya, 'Pukulan Racun Api' Seketika dari kedua telapak tangannya melesat selarik sinar kuning keemasan yang menimbulkan hawa panas luar biasa!
"Aji Cakra Buana Sukma!" bentak Pendekar Rajawali Sakti, seraya menghentakkan tangan kirinya ke depan.
Seketika dari telapak kiri Pendekar Rajawali Sakti yang terhentak ke depan, melesat sinar biru yang meliuk-liuk ke arah sinar kuning keemasan tadi. Sehingga...
Glaaar!
"Aaa...!"
Terdengar benturan keras laksana guntur dahsyat yang memekakan telinga, begitu dua sinar itu beradu di satu titik. Dan seketika itu juga terdengar pekikan menyayat. Sementara udara di sekitar tempat itu berubah panas. Debu-debu beterbangan ke segala arah, ketika tanah ikut bergetar hebat.
Tampak di antara kepulan debu dua tubuh terlempar beberapa langkah. Begitu jatuh di tanah, tubuh Ki Sara Geni menggelepar-gelepar dengan sinar biru terus menyelubunginya. Orang tua itu sesaat kemudian diam tak bergerak dengan tubuhnya menghitam hangus!
"Kakang, kau tak apa-apa...?" teriak Pandan Wangi cemas sambil berlari kecil mendapati Rangga yang terhuyung-huyung. Wajah pemuda itu terlihat pucat dan napasnya tak beraturan. Beberapa tetes darah tampak keluar dari sudut bibirnya.
Kakang, kau... Kau terluka dalam!" desis Pandan Wangi cemas.
"Tenanglah, Pandan. Aku tak apa-apa...," sahut pemuda itu lirih.
"Kisanak, maaf. Kau jadi begini gara-gara kami. Tapi kami akan mengobati lukamu sampai sembuh," ucap Ki Garda Raga yang tadi ikut menghampiri pemuda itu.
"Terima kasih, Kisanak."
Ki Garda Raga segera menyuruh beberapa orang muridnya untuk menuntun tubuh pemuda itu ke dalam rumahnya. Tapi baru saja akan melangkah...
"Pendekar Rajawali Sakti! Aku tak peduli dengan keadaanmu! Kau harus bertarung dengaku. Atau, kau boleh mampus saat ini juga!" tiba-tiba terdengar bentakan nyaring yang menggema ke segala arah.
Semua orang yang berada di tempat itu serentak berpaling ke arah sumber bentakan tadi. Tam pak seorang perempuan tua berwajah agak lebar dengan tubuh kurus sudah berdiri di dekat mayat Ki Sara Geni. Pakaiannya serba hitam. Rambutnya yang panjang dan telah memutih, dibiarkan lepas begitu saja sehingga ujung-ujungnya menyentuh panggul.
Wajah perempuan tua itu masih menunjukkan sisa-sisa kecantikan. Tapi sorot matanya yang tajam, memancarkan sinar keberingasan dan dendam yang mendalam. Senjatanya sebuah tongkat runcing berwarna hitam. Kelihatannya sama seperti yang digunakan Ki Sara Geni tadi, tapi bedanya lebih halus dan licin.
"Siapakah kau, Nisanak ini?" tanya Rangga, setelah berbalik.
"Aku Nyi Lengser!" dengus perempuan tua itu dingin.
"Nyi! Kalau memang kau ingin bertarung dengannya, cobalah secara jujur. Dia tengah terluka akibat pertarungan tadi. Dan kini, kau malah menantangnya dalam keadaan begini!" sinis ucapan Ki Garda Raga.
"Hi hi hi...! Apa peduliku dengan peraturan sial itu! Lagi pula, bagaimana kau bisa mengatakan kalau aku tak jujur?! Sudah sejak tadi aku berada di sini, memperhatikan pertarungan mereka dari awal. Ki Sara Geni itu saudara seperguruanku! Dan kalau aku berlaku curang, sudah sejak tadi ikut menghajar pemuda itu. Tapi setelah Ki Sara Geni mampus, maka dia harus berhadapan denganku. Nah, bocah! Ayolah bersiap-siap!" ujar Nyi Lengser.
Perempuan tua itu segera melangkah pelan mendekati Pendekar Rajawali Sakti. Namun beberapa murid Ki Garda Raga bergerak menghadang. Demikian juga Pandan Wangi. Padahal dia masih merasa sakit, namun tetap memaksakan diri.
"Pandan Wangi, minggirlah. Dan kalian, menepilah. Biar kuhadapi dia," sahut Rangga tenang.
"Tapi, Kakang! Kau tengah terluka begitu! Sangat berbahaya menghadapinya. Biar kami saja yang akan menghadapinya!" bantah Pandan Wangi.
"Benar, Kisanak. Kau tak boleh menghadapinya. Biar kami yang akan menghadapinya!" desak Ki Garda Raga berkeras.
Setelah berkata demikian, Ki Garda Raga langsung menyuruh anak buahnya mengepung perempuan tua itu.
"Hi hi hi...! Kecoa-kecoa busuk! Apa kalian pikir bisa menahanku di sini, he! Ayo, majulah. Ingin kulihat, sampai di mana kemampuan kalian!"
Dengan kata-katanya, tampaknya Nyi Lengser bersiap akan menghadapi serangan lawan-lawannya. Tapi kenyataannya, dialah yang langsung melompat menyerang.
"Yeaaa!"
Nyi Lengser langsung melesat dengan tongkat dibenturkan satu sama lain. Gerakan perempuan tua itu cepat bukan main. Bahkan tak kalah dengan apa yang dilakukan Ki Sara Geni tadi. Akibatnya...
Brettt!
"Aaa...!"
Hanya dalam segebrakan saja, empat murid Ki Garda Raga tewas. Tentunya melihat hal ini Pendekar Rajawali sakti tidak tinggal diam. Maka....
Wut!
Pandan Wangi terkejut bukan main ketika melihat Pendekar Rajawali Sakti nekat memapak serangan lawan untuk melindungi murid-murid Perguruan Batu Kuwung yang akan menjadi korban perempuan tua itu berikutnya.
"Kakang...!"
Gadis itu bermaksud akan turun tangan membantu, namun...
"Pandan, minggir! Bawa mereka menjauh. Turuti kataku...!" cegah Rangga cepat.
Meski dengan perasaan kesal, Pandan Wangi terpaksa menurut juga. Kalau Rangga sudah terlihat marah begini, Pandan Wangi tak bisa berbuat banyak lagi.
Meskipun Rangga memiliki pedang yang hebat, tapi gerakannya terlihat lamban. Sehingga tak heran bila semakin terdesak terus menerus. Dan Pandan Wangi yang melihat ke arah pertarungan, jadi cemas bercampur geram.
Rangga sendiri bukannya tak menyadari hal itu. Kalau terus meladeni, maka bisa dipastikan bakal tewas. Maka dia cepat memeras otak untuk mencari akal, bagaimana caranya mengalahkan perempuan tua itu.
Sementara dengan kemarahan yang meluap, Nyi Lengser menyerang bertubi-tubi pada Pendekar Rajawali Sakti. Tongkat di tangannya berputar-putar, menimbulkan hawa dingin yang amat menggigil! Akibatnya beberapa kali Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus melawan dua serangan sekaligus. Ujung tongkat lawan yang runcing, dan hawa dingin luar biasa.
"Hiyaaa...!"
Disertai teriakan keras, Pendekar Rajawali Sakti segera balas menyerang dengan babatan pedangnya. Tapi gesit sekali Nyi Lengser melesat ke atas. Bahkan kaki kanannya cepat menendang ke arah dada Pendekar Rajawali Sakti disertai tenaga dalam yang cukup tinggi. Begitu cepatnya, sehingga serangan itu tak mampu lagi dihindari oleh Rangga. Dan...
Diegh!
"Aaakh!"
Rangga memekik nyaring sambil muntahkan darah segar. Tubuhnya terjungkal ke belakang hingga tiga langkah, namun cepat bisa menguasai diri. Dan Nyi Lengser agaknya tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan gerakan cepat bagai kilat tongkat di tangannya diayunkan ke arah lawan di sertai tenaga dalam setinggi mungkin.
"Yeaaa! Mampus kau!"
"Hiiih!"
Namun Rangga tak kalah sigap. Cepat mata pedangnya digosok dengan tangan kiri. Seketika tangan kiri yang sudah terselimut cahaya biru itu dihentakkan ke depan.
"Aji Cakra Buana Sukma!"
Glarrr!
"Aaa...!"
Kejadian itu begitu cepat berlalu. Pandan Wangi tersentak kaget sambil menjerit keras, ketika melihat Rangga terlempar ke belakang, Ki Garda Raga serta murid-muridnya terperanjat kaget, ketika mendengar pekikan nyaring salah seorang yang tengah bertarung.
"Kakang...!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti ambruk ke tanah disertai muntahan darah kental beberapa kali. Wajahnya yang sudah pucat, semakin pucat saja. Napasnya tak beraturan. Bahkan tubuhnya begaikan tak bertenaga lemah dan tak berdaya.
"Kakang, kau tak apa-apa?!" tanya gadis itu dengan wajah cemas.
Rangga tersenyum kecil dengan tatapan lemah. Tangannya bergerak pelahan, menghapus darah yang mengalir di sudut bibirnya.
"Aku tak apa-apa. Bagaimana dia...?"
Pandan Wangi memandang sekilas ke arah tempat jatuhnya Nyi Lengser, Dan ternyata wanita tua itu diam tak bergerak lagi. Bahkan tubuhnya hangus menghitam!
"Dia sudah tewas, Kakang...," sahut gadis itu pelan.
Rangga hanya diam saja. Kejadian yang menewaskan Nyi Lengser, memang berlangsung cepat. Rasanya Pandan Wangi dan Ki Garda Raga sendiri tak menyangka kalau perempuan tua itulah yang justru tewas.
Sementara itu, murid-murid Perguruan Batu Kuwung menyambut gembira kemenangan Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan Pandan Wangi dan Ki Garda Raga segera memapah tubuh Pendekar Rajawali Sakti, memasuki rumah utama perguruan itu. Memang, Pendekar Rajawali Sakti harus memulihkan luka dalamnya yang cukup parah. Jadi dia harus tinggal di situ selama beberapa hari.

***

TAMAT

112. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Datuk GeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang