dix

943 182 12
                                    

WONPIL POV

Semenjak malam itu, aku enggan menatap mata Jaehyung lebih dari tiga detik.

Rasa bersalah menggerogotiku, sebab aku tidak mampu membalas perasaan itu.

Aku tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan untuk si pria tinggi itu.

Menemukan dirinya tersenyum bodoh dengan rambut berantakannya, membuat ribuan kupu-kupu di dalam perutku terbang.

Mengabaikan hal itu, rasa takut dalam diriku merayap ketika mendengar ia mengungkapkan perasaannya.

Kata 'suka' itu apakah benar ada?

Apakah perasaan tuan itu benar untuknya dan bukan hartanya?

"Dear." Sebuah suara memecahkan lamunanku.

Mataku menatap Nyonya Park sebelum tersenyum kikuk, "Maaf, Nyonya Park."

"Mama, Pil." Jaehyung berbisik kepadaku sebelum aku gelagapan meralat kalimatku tadi.

"Ma."

Baru setelah aku merubah kalimatku, Nyonya Park tersenyum dan memberikan panekuk yang ia buat.

"Terima kasih."

"Apa yang kamu lamunkan, Dear?" tanya Nyonya Park kemudian duduk bersama di meja makan.

Sarapan di dalam keluarga Park itu berarti penuh keceriaan dan canda tawa.

Aku tersenyum lalu menggeleng, "Lagi teringat Nana."

Setidaknya jawaban itu diterima begitu saja oleh sepasang suami istri Park itu.

Aku teringat bagaimana rasanya sarapan di rumah. Dingin, kaku, dan penuh tata krama.

Tidak ada kehangatan di dalamnya.

Aku menggelenkan pikiran itu kemudian menghabiskan sarapan dan berjalan menuju ruang terapi.

Tangan Jaehyung menahan bahuku, "Hari ini tidak ada terapi. Pergilah ke taman belakang, ada seseorang yang mencarimu."

Aku mengernyit sebelum mengangguk dalam diam dan berjalan menuju taman belakang.

Tempat favoritku di rumah mewah keluarga Park. Tempat yang dirawat sepenuh hati oleh Nyonya Park.

Mataku membelalak tidak percaya ketika melihat ibuku berdiri di sana.

Kakiku melangkah mundur, namun Jaehyung ternyata mengikutiku dan menahan diriku.

"Tidak usah takut. Aku di sini."

Lagi-lagi kata itu, rasa hangat mulai melingkupi hatiku.

Aku melangkah mendekati wanita tersebut dengan diam dan penuh rasa takut.

Katakan aku penakut, tapi memang itulah aku. Kim penakut Wonpil.

"Untuk apa Nyonya Kim mencariku?" tanyaku dengan menekan kata 'Nyonya Kim'.

Sejenak matanya menatapku tidak percaya, namun dalam sekejap berusaha ia tutupi dengan senyuman miris.

"Apakah kamu tidak merindukan rumah?"

Aku menatap lurus matanya. Sorot matanya menunjukkan kesedihan dan kesepian.

Untuk beberapa detik, aku merasakan kesedihan tersebut dan ingin memeluknya.

Tetapi ketika aku mengingat bagaimana ia memperlakukan diriku, aku menggelengkan kepala.

"Apakah bangunan itu layak disebut rumah." Aku merasakan tangan Jaehyung memegang bahuku.

"Lagian, bukankah ini yang kamu mau? Menerima perjodohan yang kalian rancang tanpa persetujuanku."

Kalap. Kini tubugku mulai gemetaran. Tanpa pegangan Jaehyung yang sigap, mungkin kini aku sudah kembali terjatuh lagi.

Mama terdiam, aku menatapnya dan terkejut.

Sorot matanya menampilkan kepanikan, suaranya bergetar ketika kembali membuka suara.

"Ada apa dengan anakku?" tanya Mama kepada Jaehyung.

Jaehyung menghela nafas kemudian menggendong dan membawa diriku ke kamar.

Setelah memastikan diriku baik-baik saja, ia berjalan ke luar kamar. Mungkin menemui Mama.
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ

TO BE CONTINUE

croyez ( JAEPIL ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang