Hal Manis Pertama

1.4K 87 6
                                    

"Saya mau dengar penjelasan dari kamu."
Pintu kamar terbuka, suara dingin menakutkan menginterupsi duduk melamun Tsabiya. Mikael sepertinya marah.

"Mikaila sudah cerita semua."

"Nggak sengaja." Bagaimana pun Tsabiya harus berbicara untuk meluruskan segalanya.

"Minyak panas tumpah ke tangan Mama karena kamu ceroboh."

"Mikall bercandain aku, dia ganggu aku pas masak di dapur. Mikall ngelempar sisa potongan sayur isian risol ke aku, aku menghindar sambil pindahin minyaknya, tiba-tiba Mama datang dan kesenggol makanya tumpah di tangan Mama. Aku minta maaf," sesalnya. Namun sebenarnya ia juga terkena minyak panas.

Mikael meletakkan jasnya di kasur dengan rapi tanpa bicara, ia perhatikan Tsabiya dengan teliti.

"Lain kali jauhi Mikall."

"Dia yang suka cari gara-gara." Napas berat terhembus dari laki-laki yang bahkan belum membuka setelan kantornya, pulang ke rumah langsung disambut masalah.

"Kamu kena juga?" Mikael kini bertanya yang lain. Sesuatu yang tidak dijelaskan Mikaila dengan detail. Tsabiya mengangguk tanpa berani menatap.

"Di mana?" Kini ia tambah dicecar oleh Mikael yang mendekat ke arahnya. Duduk di kaki Tsabiya yang selonjoran di atas kasur.

"Di bagian pinggang sebelah kanan."

"Coba lihat." Masih dengan nada tenang, gurat wajah datar, tak ada tanda panik dari ekspresi Mikael. Namun kata-kata yang keluar malah seperti sebaliknya. Mungkin hanya perasaan Tsabiya saja. Mikael mana peduli padanya. Iya, Tsabiya yakin itu.

"Nggak parah. Udah aku oles salap. Nggak usah dilihat. Aku mau tidur," elaknya. Padahal Tsabiya takut ada pertanyaan lagi dan lagi. Baru saja Tsabiya menarik guling untuk dijadikan pembatas, Mikael sudah duduk lebih dekat padanya, menyibak sedikit bajunya di bagian luka yang Tsabiya sebut. Tsabiya sampai tak berani protes saat mata Mikael menatap tajam dirinya karena luka itu.

Kulit yang mengembung dengan isi air di dalamnya. Luka khas terkena cairan panas. Kulit melepuh. Meskipun tak begitu besar namun perihnya ampun-ampunan. Sumpah Tsabiya tidak berbohong.

"Jangan disentuh, perih," tegur Tsabiya saat jari-jari Mikael menyentuh gelembung air yang terbalut kulit tipis.

"Dia?"

"Sepertinya nggak apa-apa." Mikael bangkit, merasa tidak ada yang perlu ia bicarakan lagi. Namun Tsabiya menahan tangan Mikael, secara tidak langsung itu adalah larangan bagi Mikael untuk beranjak.

"Apa lagi?" Mikael duduk kembali, dengan cepat Tsabiya menggeser tubuhnya lebih dekat, lalu menaruh pipinya di bahu Mikael, membuang pandangan nanarnya ke pintu.

"Kamu punya rumah yang bisa kita huni berdua aja enggak? Bukan maksud aku menuntut kamu untuk ini itu tapi aku perlu tinggal berdua aja sama kamu, di rumah yang nggak bisa dimasuki Mikall karena izin sepenuhnya sama kamu."  Takut. Tsabiya takut dengan Mikall tapi Tsabiya juga takut meminta.

"Nggak perlu besar rumahnya, yang penting aku merasa aman tinggal di sana tanpa Mikall. Kalau kamu punya apartemen juga boleh, apapun asal jangan di sini lagi."

"Aku nggak akan minta kamu mempekerjakan orang untuk urusan rumah tangga, aku bisa kerjain sendiri semuanya."

"Tsabiya, tinggal berdua saja bukan pilihan yang tepat."

"Aku tetap bisa ngurusin keperluan kamu."
Keukeuh Tsabiya.

"Saya sibuk, tidak mungkin sehari hari kamu tinggal sendirian dalam keadaan hamil."

TsabiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang