CHAPTER 4

4 2 0
                                    

Hari ini seperti hari biasanya. Cuaca cerah secerah dirinya saat ini. Ayesha turun untuk sarapan bersama kedua orang tuanya.

"Ayo sayang, sini makan" Ujar Buna nya, yang sedang mengoles selai coklat pada rotinya. "Nih selai coklat punya ica"

"Makasih bunaku sayang"

"Sayang, gimana sekolah barunya? Udah punya temen belom?" Ujar buna nya lagi sembari memberikan roti kepada suaminya. "Ini yah".

"Emm, biasa aja bun, udah kok temen sebangku ica baik, namanya Mitha"

Bunda Nana mengangguk. "Terus kalo cowok?"

Ayesha hampir tersedak, lalu ia mengambil air putih dan meneguknya. "Cowok? Maksudnya? Pacar gitu?". "Ya enggak lah buna, nggak ada"

"Ya kan siapa tau" Bunda Nana tersenyum.

"Ica, inget ya kata ayah, kamu harus menjaga kehormatan kamu sebagai seorang muslimah. Nggak boleh namanya pacaran itu" Ujar Feri, ayahnya.

"Ih ayah ini kolot deh, ya kalo suka-suka aja nggak papa dong. Ayah mau anaknya jadi gadis tua"

"Ih yaallah bunaa kok ngomongnya gitu. Amit amit deh" ujar ayesha, sambil mengetuk-ngetukkan tangan ke meja dan dahinya.

"Ya buna juga amit amitlah" Bunda Nana mengelus dadanya sambil berserapah.

"Udah udah ih, udah mau telat nih. Tuhkann" Ayesha berdiri, dengan tangannya yang masih memegang roti, sesekali ia memakannya.

"Eh caa susunya, diminum dulu"

Ayesha balik arah lagi, bukan untuk meminum susunya, tetapi untuk bersaliman. Lalu, ia berangkat dan diantar dengan supirnya, pak udin, yang sudah menemaninya selama kurang lebih 10tahun.

****

Ayesha berlarian di koridor karna jam dipergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 7 lewat 5 menit. Ia tidak mau, harinya sebagai siswa baru sudah harus mendapatkan hukuman karna telat.

Ayesha mengatur nafasnya, detak jantungnya terasa tak beraturan. Ia mengambil bukunya dan mengipaskannya. Dalam suasana seperti ini, rasanya AC sangat tidak ada gunanya.

"Lo kenapa sih lari-lagi gitu" Tanya mitha penasaran.

"Huhh huhhh" Berkali-kali ayesha membuang nafasnya kasar.

"Jadi tadi tuh, aku buru-buru takut telat"

"Yahhh, orang bu Tina nggak masuk kok"

"Serius kamu? Terus gimana?"

"Gimana apanya, yaudah. Nggak ngapa-ngapain"

"Ih aku udah lari-lari gini" ujar ayesha, lalu melihat dirinya yang mulai terkihat lusuh.

Mitha terkekeh melihatnya. Kasihan melihat ayesha yang berlarian seperti itu. "Eh iya, gue sampe lupa. Tadi kata anak-anak lo dicariin sama fajar"

Ayesha terkejut bukan main, pasalnya ia sama sekali tidak tahu apa salahnya. Kenapa sekarang, ia seperti tengah diteror.

"Ngapain?" Ujarnya, lalu membuka buku pelajarannya.

"Ya nggak tahu gue juga". Tak ada respon dari ayesha yang saat ini masih berkutat dengan bukunya.

Mitha menarik buku tersebut secara paksa. "Makanya ca kalo gue ngomong tuh dengerin"

"Hih iya iya deh. Gitu aja ngambek" Ayesha menutup bukunya, lalu menatap lurus ke arah mitha yang saat ini sedang menyerucutkan bibirnya.

"Jadi gimana?" Tanyanya.

Mitha mengeluarkan buku tulisnya. "Kita hari ini nggak usah kekantin" Ujarnya.

AyeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang