potongan 3

8 3 0
                                    

aku menarik kembali kedua kakiku, merubah posisi berdiriku menjadi lebih baik. aku mengangkat satu tanganku kedepan dan berkonsentrasi. aku 'menarik' setiap butiran air pada pakaian mereka yang basah kuyup karena hujan. kedua orang itu terlihat cukup terkejut dengan apa yang kulakukan, menatapi butir-butir yang melepaskan diri dari pakaian mereka.

aku juga melakukan hal serupa terhadap diriku. kutarik semua butiran air yang ada padaku, termasuk pada tiap helai rambutku dan bagian dalam sepatu usangku.

"wah, wah.. apa kami harus berterimakasih?" 

aku menarik pita yang mengikat rambutku, membiarkan rambut panjangku terurai, melambai-lambai terhembus angin malam, "cukup beritahu aku tentang kalian."

aku penasaran dengan sosok mereka. ternyata, didunia ini masih ada yang memiliki kemampuan aneh sepertiku. dan kelihatannya mereka cukup terlatih dan benar-benar mengetahui kemampuan mereka sendiri. apa aku bisa melatih kemampuanku, dan menjadi sekuat mereka?

orang yang berkacamata maju beberapa langkah, "aku Ishiki, dan ini temanku Ryosuke."

"apa kalian orang asing? aku belum pernah melihat kalian di sekitar sini."

"sudah kami katakan, kami kesini hanya untuk mencari seseorang."

"oh, tentang itu, tidak ada orang dengan nama itu di daerah ini. maaf. jadi silakan pergi," ucapku dingin sambil berbalik badan, hendak meninggalkan mereka.

sesaat sebelum berbalik badan, aku sempat melihatnya sedikit menekuk lutut. dan sedetik kemudian, dia sudah berada di belakang punggungku, mencegahku berbalik badan dengan sempurna. 

"jangan coba-coba." ancamnya.

aku menelan ludah, tidak berani bergerak lagi. dibelakangku, laki-laki bernama Ishiki ini entah sedang apa. tak kusangka, ternyata dia juga bisa mengancam seseorang. 

"sip, Ryo!"

orang yang dipanggil membungkuk dan menyentuh tanah basah dibawah kami dengan satu tangan. dari tangannya, muncul selarik cahaya lembut dan terus menyebar, merambat ke tanah yang disentuhnya hingga mencapai tanah yang kuinjak. begitu cahayanya sedikit memudar, aku bisa melihat lambang-lambang kuno yang tertulis melayang diatas tanah.

lingkaran sihir!

"sebaiknya hati-hati, kalau pertama kali biasanya ada sensasi yang... agak aneh," gumam laki-laki yang dipanggil Ryo.

seketika lingkaran sihir dibawahku memancarkan cahaya terang, menyilaukan mata. aku refleks memejamkan mataku. perutku terasa dikocok, kepalaku pusing seperti habis diputar-putar, kakiku pun kembali lemas. aku berusaha tetap terjaga.

semua terjadi begitu cepat, namun terasa sangat lama. cahaya yang mengelilingi kami kembali meredup dan menyisakan lingkaran sihir yang mengambang diatas lantai pualam. eh?

"huf, akhirnya sampai juga,"

"tu-tunggu, sebentar," sahutku pelan saat melihat mereka hendak berjalan kembali.

aku menaruh kedua tanganku diatas lutut, membungkuk. aku mencoba mengatur napas agar tidak terasa semakin mual. kepalaku masih seperti berputar-putar, nyaris membuatku tak sanggup berdiri.

"waah.. kamu hebat juga. pertama kali, aku saja sampai pingsan 3 hari, lho.."

aku menghembuskan napas pelan dan kembali berdiri tegak, "ini dimana?"

aku mengedarkan pandanganku ke segala arah. ruangan ini terlihat begitu mewah, seperti ruangan istana di dalam film. pualam ada di mana-mana, lantai, dinding, bahkan atapnya pun atap pualam. 

hanya saja, ruangan ini remang. seperti memiliki pencahayaan yang kurang.

"ini rumahmu." ucap Ryosuke singkat.

aku mengerutkan dahi. rumah? seingatku, aku tidak punya rumah.

ditengah percakapan kami, samar-samar terdengar derap pelan langkah kaki dari lorong dibelakangku. aku langsung menutup mulut, memasang telinga rapat-rapat. waspada.

"coba tebak ada berapa orang." Ishiki berkata pelan.

"ng.. 3 orang, sepertinya," aku berbalik badan, memasang kuda-kuda.

tak lama kemudian, seorang gadis—sepertinya dia sedikit lebih tua dariku—dan dua orang remaja laki-laki keluar dari bayangan lorong itu. 3 orang, ya..

"perkenalkan, ini juga teman-teman kami. yang perempuan namanya Kiyori. laki-laki berambut pirang namanya Ichi, dia dari luar negeri. dan yang berambut perak namanya Nuka."

mataku berhenti saat menatap Nuka. diantara yang lain, dia terlihat lebih pendiam dan seakan tak peduli apapun. aku menurunkan kuda-kudaku.

dahiku mengerut lagi, "eh? katanya ini rumahku, kenapa ada orang lain?"

"oh, ralat. bukan rumah'mu', tapi rumah 'kami'." ucap Ryosuke cepat.

tiba-tiba, gadis yang bernama Kiyori berceletuk, "jadi, siapa dia? gadis kecil berambut perak dengan mata birunya, juga berpakaian gaun putih yang lusuh, lengkap dengan sepatu usangnya,"

hei!hei!

aku berbalik badan, menunduk. mencengkeram tanganku sendiri kuat-kuat. dari dulu sampai sekarang, bisik-bisik, celetukan, juga hinaan mereka sama. aku mengatupkan rahang, mencoba menahan air mataku agar tidak terjatuh lebih banyak lagi.

"yah, sebenarnya dialah orang yang kita cari, kawan-kawan," suara Ryosuke terdengar.

"coba perkenalkan namamu." lanjutnya.

rasa panik menyelimutiku. aku masih belum selesai mengatur emosiku, air mataku hampir jatuh lagi. aku menghembuskan napas kasar.

"tidak perlu nama lengkap, cukup nama panggilan saja."

kuusap pelan wajahku dan kembali memutar badan menghadap kearah mereka. 

"namaku Amay—"

"bukan!" 

eh? Ryosuke berseru dari tempatnya.

"eh? 'kan ini namaku, kenapa kamu yang protes!?" seruku balik.

"bukan yang itu, nama yang tadi kusebutkan padamu," jawabnya.

aku menghembuskan napas keras. enak saja, menyuruhku memberitahu mereka namaku yang selama ini kusembunyikan dari siapapun. 

"semua orang disini juga menyembunyikan nama lengkap mereka. itu termasuk hal yang pribadi disini."

aku menimang-nimang sejenak. sejak dulu, setiap berganti tempat, aku selalu mengganti namaku sendiri. mungkin sekarang aku sudah lupa tentang alasan kenapa harus melakukan itu karena saking lamanya, tapi rasanya masih selalu terasa. seakan aku benar-benar dalam bahaya saat orang lain mengetahui nama asliku. 

"aku tidak mau." 

sejenak, ruangan remang menjadi senyap. lantas Ryosuke tertawa kecil, juga Ishiki. kami semua menatap mereka keheranan. kemudian tawa mereka mereda, dan Ryosuke tersenyum.

namun, saat dia membuka mulut, ruangan tempat kami sekarang bergetar pelan. kupikir, hanya perasaanku saja. tapi semakin lama, getaran itu semakin kencang. semua orang juga terlihat siap siaga. tapi entah kenapa, kepalaku seperti bergerak sendiri menengadah keatas. mataku membulat sempurna.

"a-atas!" aku berseru.






Ther(na)lityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang