"gadis pintar!"
aku tersenyum kecil. memang seharusnya aku menerima semua ini dari awal. memang ini kenyataannya, aku hanya perlu beradaptasi.
"ah, Shiro! sudah sadar?"
aku menoleh, Ichi terlihat sedang berjongkok membelakangiku. memangnya ada siapa lagi?
mataku membulat, "ha-ha-hari...mau?"
"oh iya, satu lagi anggota kita. namanya Shiro, dia bergabung di saat yang sama dengan Nuka."
kutatap makhluk dihadapanku. harimau salju itu baru saja terbangun, dan sedang mengibaskan bulu-bulu putihnya yang lebat. bola matanya berkilauan memantulkan cahaya redup ruangan ini. dia terlihat anggun untuk seekor harimau.
aku menahan napas. tiba-tiba Shiro berjalan mendekat kearahku, dan menyundul tanganku dengan kepalanya. ragu-ragu, kuangkat tanganku dan mengelus lehernya perlahan. dia cukup tinggi, mungkin sejajar denganku.
"aku mau mengajakmu berkeliling, boleh? sekalian mengantar ke kamar barumu." tiba-tiba seorang gadis melayang kesampingku.
aku mengangguk, "terima kasih,"
"aah, tak perlu dipikirkan. sekalian saja kamu tunggangi Shiro. dia juga sudah biasa, kok."
aku menatap harimau yang masih kuelus dan beralih membelai kepalanya, "tolong, ya.."
Shiro menggerung pelan sebagai jawaban. kurasa dia cukup jinak untuk ditunggangi.
● ● ●
sejak pertama masuk kamar, aku tak bisa benar-benar memejamkan mataku untuk tidur. aku melirik ke sudut kamar, tersenyum. Shiro tertidur setelah aku menyuruhnya untuk pindah ke sudut ruangan.
sedangkan pikiranku melayang-layang. ditempat baru, suasana baru, bahkan orang baru. aku sudah sering berpindah tempat tinggal, dari sini kesana, dari sana kembali kesini, lalu pergi ke situ. dan lainnya. tapi tak pernah berhasil mendapat tempat yang begitu memadai seperti sekarang.
tiba-tiba aku teringat Michi. rasa bersalah mulai menghantuiku. dia adalah satu-satunya temanku. dia juga yang selalu menyelamatkanku saat kami hampir masuk ke dalam bahaya.
dan sekarang, aku meninggalkannya begitu saja. tanpa pamit, tanpa salam perpisahan, tanpa pesan, bahkan tanpa meninggalkan jejak.
apa Michi juga bisa ikut kesini?
● ● ●
sebelumnya,
"sebenarnya..."
aku menoleh, tersenyum. sudah berkali-kali Kiyori mengatakan kata yang sama sejak pertama kali kami memulai berkeliling. dan berkali-kali pula dia gagal mengatakannya secara keseluruhan. terdengar ragu.
"sebenarnya?" akhirnya aku memaksanya melanjutkan.
dia sempat menghela napas panjang.
"Shiro, harimau yang sedang kau tunggangi itu, terkena kutukan,"
aku refleks menunduk, memandang tengkuk Shiro.
"Shiro adalah seekor hewan penjaga. dan seharusnya seekor hewan penjaga tidak pergi selain dengan pemiliknya. namun dia datang bersama Nuka, padahal Shiro bukanlah hewan penjaganya. mungkin dia juga 'terganggu', jadi bisa salah orang." jelas Kiyori.
"lalu, kutukan seperti apa?" aku bertanya kembali.
"naga putih yang kau lihat tadi, itu Shiro,"
"dia bisa berubah wujud menjadi hewan lain, sebagai bentuk kutukannya. dan sampai sekarang, dia sendiri tak bisa mengendalikan perubahannya. jadi kami hanya bisa mengunci mana miliknya." lanjutnya.
aku membuka mulut, hendak bertanya. tapi,
"dan ini kamarmu," sahutnya dengan penuh kegirangan. suasana sedih yang tadi seperti tak pernah ada sebelumnya.
mungkin nanti saja, bertanyanya..
● ● ●
kembali ke kamar,
aku menunduk, membiarkan air mataku mengalir.
padahal aku hampir terlelap, tidak memikirkan apa-apa. tapi tiba-tiba aku merasa gelisah, sedih, khawatir, campur aduk. lantas air mataku mengalir begitu saja. akhirnya aku beranjak duduk di sisi ranjang, menunduk, membiarkan air mataku mengalir. membiarkan perasaanku hanyut bersama air mataku.
"jangan nangis,"
aku buru-buru mengangkat kepala, menyapu kamar dengan pandanganku. tidak ada siapa-siapa,
aku kembali menunduk. lagi-lagi, suara itu kembali muncul. suara yang sejak dulu selalu menemaniku, meski tak menemani secara fisik. tapi suara itu terdengar lembut, selalu membuat tenang.
air mataku kembali mengalir. perasaanku benar-benar tercampur aduk, sakit. tanpa sadar, Shiro sudah mendekatiku dan menyundul tanganku. persis seperti kucing kecil yang manja.
aku kembali mengangkat kepalaku, tersenyum kecil. kuusap pipiku yang basah. aku tidak boleh menangis, 'kan?
"bagus."
aku kembali mendengar suara di kepalaku, dan senyum mulai mengembang di wajahku. aku selalu membiarkan suara itu. itu membuatku merasa seperti memiliki orang lain yang peduli denganku, diantara dunia yang sama sekali tak menginginkanku.
aku kembali merebah diranjang. mulai memejamkan mataku, menjemput mimpi yang sempat tertunda.
● ● ●
"jadi, setelah ini apa?"
"apanya?" orang itu balik bertanya.
"iya, 'kan kamu sendiri yang bilang untuk tidak terburu-buru dalam mengambil langkah. yang tadi itu, bukannya terlalu cepat?" dia menjawab sembari menepuk-nepuk bajunya.
"kalau soal itu..." orang itu melirik kebelakang.
"terserah dia." lanjutnya sambil tersenyum licik.
mereka berjalan meninggalkan sosok yang menatap mereka sinis dari belakang jeruji sembari tertawa jemawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ther(na)lity
Fantasyaku adalah seorang gadis kecil tak berdaya. aku hanya memiliki seorang sahabat yang selalu setia menemaniku, dan sebuah rahasia kecil yang kusimpan sendiri. sebuah rahasia yang bahkan aku sendiri tak tahu asal-usulnya. hingga saat itu tiba. saat di...