BAGIAN 6

293 17 0
                                    

"Brak!"
"Heh...?!"
Rangga langsung terlompat bangun dari tidurnya. Dan saat itu terlihat sebuah bayangan berkelebat begitu cepat sekali bagai kilat, menerobos masuk dari pintu yang terdobrak hancur. Dan belum juga Pendekar Rajawali Sakti itu bisa berbuat sesuatu, dia sudah merasakan sebuah benda dingin, tepat pada tenggorokannya. Dan seorang laki-laki tua mengenakan baju dari kulit binatang sudah berdiri tegak di depannya.
Pandan Wangi yang tidur di kamar lain bersama Arini juga terkejut. Tapi begitu keluar, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Di rumah kecil dan reyot itu sudah penuh oleh orang-orang yang menghunus senjata. Dan tiga orang menempelkan ujung senjata di leher Rangga.
Di ambang pintu yang sudah hancur, tampak berdiri angkuh Sutawijaya. Dari pintu lain, muncul Ki Langkap. Orang tua itu juga terkejut, karena begitu keluar dari dalam kamar, dua orang langsung menempelkan golok di leher. Dan enam orang juga menghunuskan goloknya pada Pandan Wangi dan Arini. Hingga kedua gadis itu benar-benar tidak dapat berbuat sesuatu.
"Sutawijaya.... Sudah aku katakan, aku tidak tahu dimana Jaka dan Sari. Kenapa kau masih saja memaksaku?" desis Ki Langkap ketus.
"Diam kau, Tua Bangka!" bentak Sutawijaya garang.
Ki Langkap langsung terdiam. Sementara Sutawijaya sudah melangkah menghampiri Rangga yang tidak berdaya dengan ujung golok menempel di tenggorokanya. Dan dua orang juga menempelkan goloknya dari belakang. Empat orang lagi mengepung dengan golok terhunus. Rangga merasakan keadaannya benar-benar tidak menguntungkan. Dan dia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Tapi otaknya terus bekerja mencari jalan untuk melepaskan diri. Namun menyadari keadaan Pandan Wangi, Ki Langkap dan Arini juga tidak jauh berbeda, tidak mungkin bagi Rangga untuk bertindak. Dia harus memikirkan keselamatan mereka juga.
"Sret!"
"Cring!"
Sutawijaya mencabut pedangnya, begitu dekat dengan Rangga. Langsung dia menempelkan ujung pedangnya di tenggorokan Pendekar Rajawali Sakti itu, menggantikan golok yang kini sudah tertarik menjauh. Dan orang yang memegang golokpun menggeser kakinya menyingkir dengan sikap yang hormat walaupun usianya jauh lebih tua dari pemuda kota yang congkak ini.
"Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau mencampuri urusanku?" dingin sekali nada suara Sutawijaya.
"Aku Rangga. Hanya kebetulan saja semalam aku lewat, dan melihat kau menganiaya orang tua itu," kalem sekali jawaban Rangga.
"Kau mau jadi pahlawan di desa ini, heh...?" desis Sutawijaya dingin.
"Tidak," sahut Rangga tetap tenang.
"O... lalu apa maumu?"
Rangga tidak langsung menjawab. Sambil tersenyum, dia menarik kakinya ke belakang dua langkah. Lalu dengan ujung jari tangannya dia menjentik ujung pedang Sutawijaya yang kini sudah agak longgar dari tenggorokannya. Tapi jentikan ujung jari yang disertai dengan pengerahan tenaga dalam tingkat sempurna itu, membuat pedang Sutawijaya jadi terpental.
"Utfs...!" Cepat-cepat Sutawijaya memutar pedangnya. Bukan main terkejutnya dia, karena tidak menyangka kalau pemuda berbaju rompi putih itu bertindak demikian cepat, tanpa dapat disadari lebih dahulu. Dan belum juga ada yang sempat menyadari tindakan Pendekar Rajawali Sakti itu barusan, mendadak saja pemuda berbaju rompi putih itu sudah melesat cepat bagai kilat.
"Hiyaaa...!"
"Bet!"
Satu pukulan yang keras dan mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat sempurna, dilepaskan tepat pada orang yang menghunuskan goloknya ke tubuh Pandan Wangi. Dan orang itu tidak dapat lagi menyadari apa yang terjadi. Hingga tahu-tahu dia sudah melayang sambil menjerit panjang dan melengking tinggi.
"Hup! Yeaaah...!"
Mendapat kesempatan yang begitu baik, Pandan Wangi tidak mau menyia-nyiakan begitu saja. Dengan cepat sekali dia memutar tubuhnya sambil melepaskan beberapa kali pukulan keras dan beruntun, disertai dengan pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkatan sangat tinggi sekali. Pukulan-pukulan yang dilepaskan si Kipas Maut itu langsung menghantam orang-orang yang berada di dekatnya. Dan beberapa orang yang menghunuskan senjatanya ke tubuh Arini. Mereka langsung berpentalan sambil mengeluarkan jeritan panjang melengking tinggi.
"Hiyaaaa..!"
Sementara itu Rangga sudah melesat begitu cepat sekali bagai kilat. Pendekar Rajawali Sakti itu langsung meluruk deras ke arah Ki Langkap. Mereka yang menghunuskan goloknya ke tubuh laki-laki tua itu, seketika berpentalan menjebol dinding anyaman bambu rumah ini hingga tembus ke luar begitu terkena pukulan-pukulan keras dan beruntun yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Hup! Hiyaaaa...!"
"Yeaaaah...!"
Hampir bersamaan, Rangga dan Pandan Wangi berlompatan sambil menyambar Ki Langkap dan Arini. Dan begitu cepatnya, hingga Sutawijaya yang didampingi para pengikutnya jadi terpana bengong. Seakan mereka tengah berhadapan dengan dua siluman yang bergerak begitu cepat sekali bagai angin. Kedua pendekar muda dari Karang Setra itu melesat ke luar dari rumah itu dengan menjebol atap sambil membawa Ki Langkap dan Arini.
"Setan keparat! Kejar mereka...!" perintah Sutawijaya dengan kemarahan yang langsung memuncak.
Empat orang pengawal utama pemuda itu langsung berlompatan mengejar dengan menjebol atap, mengikuti Rangga dan Pandan Wangi. Sedangkan yang lainya bergegas berlompatan keluar dari rumah itu, tanpa menunggu perintah lagi. Sementara Sutawijaya bergegas berlari-lari keluar melalui pintu yang sudah hancur berkeping-keping. Tapi begitu sampai diluar, tidak ada seorangpun yang melihat Rangga dan Pandan Wangi lagi. Kedua pendekar muda itu benar-benar lenyap bagai ditelan bumi dengan membawa Ki Langkap dan anak gadisnya.
"Keparat...!" dengus Sutawijaya menggeram berang. Semua pengikutnya juga jadi kebingungan. Tidak tahu lagi kemana perginya kedua pendekar muda itu yang membawa Ki Langkap dan anak gadisnya. Sementara Sutawijaya terus mengedarkan pandangannya berkeliling sambil menyumpah serapah tidak ada hentinya.
Sedangkan Rangga dan Pandan Wangi benar-benar lenyap tak meninggalkan bekas sedikitpun juga. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang mereka miliki, hingga sulit sekali untuk diikuti dengan pandangan mata biasa. Dan itu sudah membuktikan kalau tingkat kepandaian yang dimiliki kedua pendekar muda itu sangat tinggi sekali, sukar untuk dicari tandingannya.
"Phuih! Cari keparat-keparat itu sampai dapat! Penggal kepala mereka semua...!" perintah Sutawijaya dengan suara yang lantang menggelegar.
Mereka semua yang ada di halaman rumah itu langsung berhamburan ke segala arah, mencari Rangga dan Pandan Wangi yang menghilang entah kemana, membawa Ki Langkap dan anak gadisnya. Sementara Sutawijaya masih tetap berdiri di tengah-tengah halaman rumah Ki Langkap yang tidak begitu besar itu. Dia masih mengedarkan pandangannya berkeliling. Seakan tidak percaya kalau Rangga dan Pandan Wangi sudahpergi jauh. Pada saat itu, tiba-tiba saja....
"Sutawijaya...."
"Heh...?"
Sutawijaya jadi terkejut setengah mati, begitu tiba-tiba terdengar suara menyebut namanya dari arah belakang. Cepat dia memutar tubuhnya. Dan langsung terlompat ke belakang beberapa langkah, begitu terlihat Jaka tahu-tahu sudah ada dihalaman depan rumah Ki Langkap ini.
"Jaka..." desis Sutawijaya hampir tidak terdengar suaranya.
"Iblis kau, Sutawijaya. Kau berurusan denganku. Kenapa kau bawa-bawa orang lain yang tidak tahu apa-apa...?" terdengar dingin dan lantang sekali suara Jaka.
"Akhirnya kau muncul juga, setan keparat!" desis Sutawijaya, langsung diiringi dengan tawanya yang keras menggelegar dan terbahak-bahak. Sedangkan Jaka hanya mendesis kecil dengan geraham bergemeletuk menahan geram. Dia benar-benar sudah muak dengan perbuatan pemuda itu, yang semena-mena memperlakukan orang lemah hanya untuk memuaskan napsu dan kehendak hatinya saja.
Perlahan Jaka mengayunkan kakinya mendekati Sutawijaya yang masih tertawa terbahak-bahak, dengan sikap meremehkan pemuda desa ini. Sedikitpun dia tidak memandang sebelah mata, walaupun wajah Jaka sudah menegang memerah menahan kemarahan yang sudah memuncak bagai tak tertahankan lagi.
"Suiiiit...!" tiba-tiba saja Sutawijaya bersiul nyaring. Dan belum lagi suara siulan itu menghilang dari pendengaran, mendadak bermunculan orang-orang yang menghunus senjata golok dari balik semak dan pepohonan. Sebentar saja tempat itu sudah kembali terkepung tidak kurang tiga puluh orang yang semuanya menghunus golok di tangan kanan.
"Iblis....!" desis Jaka semakin bertambah geram dengan kelicikan pemuda itu.

119. Pendekar Rajawali Sakti : Kemelut Cinta BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang