BAGIAN 8

349 19 0
                                    

Ki Jarak jadi terkejut setengah mati, begitu dia merasakan tongkatnya bagai membentur batu karang yang sangat keras, hingga tangannya jadi nyeri. Dan hampir saja tongkatnya terlepas dari genggaman, kalau dia tidak cepat-cepat melesat mundur sambil berputaran beberapa kali di udara. Kedua bola matanya jadi terbeliak lebar, begitu kakinya menjejak tanah sekitar tiga batang tombak jauhnya dari Ranjani.
Tepat di sebelah gadis cantik berbaju merah menyala yang masih terduduk lemah diantara pecahan pohon itu, berdiri seorang pemuda tampan, mengenakan baju tanpa lengan berwarna putih. Sebuah gagang pedang berbentuk kepala burung, terlihat menyembul dari balik punggungnya. Dia berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Sorot matanya begitu tajam sekali, tertuju lurus ke bola mata Ki Jarak yang berada sekitar tiga batang tombak di depannya.
"Pendekar Rajawali Sakti..." desis Ki Jarakdengan nada suara seakan tidak percaya dengan penglihatannya.
Saat itu muncul dua orang gadis cantik yang langsung menghampiri pemuda tampan berbaju rompi putih yang ternyata memang Pendekar Rajawali Sakti, yang nama sebenarnya adalah Rangga. Dan tak lama kemudian, datang pula Ki Langkap dan anak gadisnya. Gadis cantik yang mengenakan baju biru ketat dengan sebuah kipas berwarna putih keperakan di depan perutnya, langsung menghampiri Ranjani. Dan tanpa berkata sedikitpun juga, dia segera memeriksa keadaan gadis itu. Sedangkan gadis satunya lagi yang tak lain adalah Sari, mengambil tempat di sebelah kanan Pendekar Rajawali Sakti.
Pada saat itu juga, pertarungan antara Jaka dan Sutawijaya seketika terhenti, begitu Sari muncul bersama gadis cantik berbaju biru yang tak lain adalah Pandan Wangi, yang lebih dikenal dengan julukan si Kipas Maut. Jaka yang melihat Sari muncul bergegas melompat menghampiri. Sedangkan Sutawijaya yang juga hendak mendekati gadis itu, jadi menghentikan keinginannya karena Ki Jarak sudah keburu mencegah dengan merentangkan sebelah tangannya. Pemuda itu pun hanya menggeser kakinya ke sebelah kiri gurunya ini.
"Mau apa kau ke sini, Pendekar Rajawali Sakti?" desis Ki Jarak dingin.
Jelas sekali kalau nada suaranya terdengar tidak menyukai kehadiran Rangga di Desa Galagang ini. Tapi Pendekar Rajawali Sakti itu hanya menatapnya saja dengan sorot mata yang begitu tajam sekali. Dia melangkah mendekati dan baru berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar satu batang tombak lagi dari laki-laki tua berjubah hitam itu.
"Hanya kebetulan saja aku lewat di desa ini, Ki Jarak. Dan aku tidak tahu kalau kau ada di sini. Hhhh...! Di mana pun kau tinggal, selalu saja terjadi kekacauan. Aku benar-benar tidak mengerti, apa tujuanmu sebenarnya selalu membuat kekacauan...?" terdengar tenang sekali suara Rangga.
"Itu bukan urusanmu, Pendekar Rajawali Sakti!" bentak Ki Jarak ketus.
"Seharusnya kau tahu, Ki Jarak. Aku tidak pernah menyukai adanya kekacauan. Terlebih lagi kalau terjadi di dalam wilayah kerajaan-kerajaan sahabatku. Dan kau selalu saja muncul hanya untuk membuat keributan," tegas Rangga.
"Aku ingin tahu, apa tujuanmu sebenarnya, Ki Jarak?" Ki Jarak tidak menjawab sedikitpun juga. Hanya gerahamnya saja yang terdengar bergemeletuk menahan geram. Perlahan kakinya bergerak terayun beberapa langkah. Dan sorot matanya begitu tajam sekali, menembus langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan yang ditatap, membalasnya dengan sinar mata yang tidak kalah tajamnya. Beberapa saat mereka terdiam, dan hanya saling tatap saja dengan sorot mata yang sangat tajam sekali. Saat itu tak ada seorangpun yang mengeluarkan suara. Mereka yang ada di sekitar halaman rumah Ki Ranta itu pandangannya tertuju pada Pendekar Rajawali Sakti dan Ki Jarak yang berdiri saling berhadapan, dan bertatapan dengan tajam.
"Hiyaaaat...!"
Tiba-tiba saja Ki Jarak berteriak lantang menggelegar. Dan seketika itu juga dia melompat cepat bagai kilat sambil mengebutkan tongkat ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti.
"Bet!"
"Haiiiit...!"
Namun dengan gerakan yang sangat indah sekali, Rangga berhasil menghindari sabetan tongkat berujung runcing itu. Tapi belum juga Pendekar Rajawali Sakti itu menarik kepalanya tegak kembali, Ki Jarak sudah melancarkan satu tendangan keras yang sangat cepat sekali, tanpa menarik lagi tongkatnya yang tidak mengenai sasaran itu.
"Hih!"
"Hap!"
Rangga segera menarik kakinya ke belakang satu langkah. Dan tendangan Ki Jarak bisa dihindari dengan mudah. Dua kali Ki Jarak melakukan serangan dengan cepat. Tapi dengan mudah sekali Rangga berhasil menghindari serangan itu. Ki Jarak jadi tersentak kaget setengah mati begitu tongkatnya beradu dengan pedang Rajawali Sakti yang memancarkan sinar biru berkilauan menyilaukan mata itu.
Cepat-cepat dia melompat mundur beberapa langkah. Dan kedua bola matanya jadi terbeliak lebar, begitu melihat tongkatnya sudah terpenggal buntung jadi dua bagian. Lebih terkejut lagi, karena potongan tongkatnya kini berada di dalam genggaman tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan tangan kanannya tetap memegang pedang yang bersinar biru menyilaukan mata itu.
"Cring!"
Dengan gerakan yang sangat indah sekali, Rangga menyarungkan kembali pedang pusakanya ke dalam warangkanya di punggung. Dan seketika itu juga, cahaya terang yang memancar dari pedang itu lenyap. Kini keadaan kembali menjadi gelap. Sedangkan Ki Jarak masih berdiri terpaku, seakan tidak percaya kalau tongkat yang selalu dibanggakannya dengan mudah sekali terpenggal buntung menjadi dua bagian. Hanya dengan satu benturan saja dengan pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti.
"Keparat...!" geram Ki Jarak berang. "Hih! Yeaaah...!"
Sambil membuang potongan tongkatnya, Ki Jarak menghentakkan kedua tangannya ke depan. Dan seketika itu juga dari kedua telapak tangannya meluncur segumpal asap hitam ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Aji Cakra Buana Sukma! Yeaaaah...!"
Rangga yang mengetahui kalau serangan Ki Jarak kali ini tidak bisa dianggap main-main, langsung saja mengerahkan aji kesaktiannya yang sangat dahsyat, dan belum ada tandingannya sampai saat ini. Begitu dia mendorongkan kedua tangannya ke depan, dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti itu meluncur sinar biru yang menyilaukan mata. Hingga tak dapat dihindarkan lagi, asap hitam beradu tepat di tengah-tengah dengan sinar biru yang memancar dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Glaaar...!"
Suara ledakan dahsyat terdengar menggelegar seketika itu juga. Tampak Ki Jarak terpental ke belakang sambil mengeluarkan suara jeritan yang panjang melengking. Sedangkan sinar biru yang memancar dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti terus meluncur memburu tubuh Ki Jarak.
"Aaaaakh...!"
Jeritan melengking tinggi kembali terdengar begitu tubuh. Ki Jarak terbungkus sinar biru itu. Tampak Ki Jarak menggeliat-geliat terbungkus sinar biru yang semakin banyak memancar dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti. Namun tak berapa lama kemudian, tiba-tiba saja terdengar suara ledakan yang sangat dahsyat sekali, membuat bumi jadi bergetar bagai diguncang gempa. Tampak tubuh Ki Jarak berserakan hancur jadi debu.
"Hap!" Rangga langsung mencabut Aji Cakra Buana Sukma, setelah tubuh Ki Jarak benar-benar hancur jadi tepung. Pendekar Rajawali Sakti itu melompat ke belakang beberapa langkah.
Sementara Sutawijaya yang melihat gurunya hancur jadi debu, hanya bisa terlongong diam dengan mata terbeliak lebar dan mulut ternganga. Belum pernah dia melihat sebuah aji kesaktian yang begitu dahsyat, menjadikan tubuh lawannya hancur tak berbentuk lagi. Seluruh tubuhnya jadi bergetar. Keringat sebesar butiran jagung menitik deras membasahi wajahnya. Hatinya langsung bergetar melihat kedigdayaan Pendekar Rajawali Sakti. Perlahan-lahan dia beringsut mundur. Dan begitu memutar tubuhnya berbalik hendak pergi, Jaka sudah melompat cepat menghadang.
"Mau kemana kau keparat!" bentak Jaka langsung menghunuskan pedangnya ke tenggorokan Sutawijaya.
"Oh...?" Sutawijaya jadi melenguh tersekat. Wajahnya seketika memucat melihat ujung pedang sudah menempel ditenggorokannya. Seluruh tubuhnya bergetaran bagai terserang demam. Di depan matanya, kali ini Jaka bagaikan malaikat maut yang hendak mencabut nyawanya.
"Saat kematianmu sudah tiba, Sutawijaya. Kau tidak pantas lagi hidup di dunia ini," terasa sangat dingin sekali nada suara Jaka.
Sutawijaya tidak dapat lagi berbuat apa-apa. Bahkan untuk mengangkat tangannya saja, dia merasakan sudah tidak mampu lagi. Hanya kedua bola matanya saja yang bergerak ke kanan dan ke kiri. Dia melihat orang-orang yang sejak tadi menyaksikan kejadian itu sudah mulai bergerak berdatangan. Sorot mata mereka jelas sekali memancarkan kebencian yang amat sangat pada pemuda ini. Dan Sutawijaya merasa dirinya bagaikan sudah mati saat ini. Seluruh kekuatan dan keangkuhannya seketika lenyap. Hingga yang tersisa sekarang hanya rasa takut menghadapi kematian.
"Kakang...." Jaka berpaling sedikit saat mendengar suara halus memanggilnya.
Sutawijaya juga berpaling. Dan kedua anak muda itu melihat Sari datang menghampiri. Gadis cantik itu mendekati Jaka, dan berdiri di sebelah kanannya. Pandangannya langsung tertuju pada bola mata Sutawijaya yang sudah redup bagai tak memiliki lagi gairah kehidupan. Kemudian pandangannya berpindah pada Jaka, lalu pada kedua orang tuanya yang masih tetap berada di depan rumahnya.
"Kakang, aku minta kau jangan mengotori tanganmu dengan darahnya. Biarkan dia pergi," kata Sari memohon.
"Si bangsat keparat ini bukan saja menyusahkanmu, Sari. Tapi semua orang di desa ini ikut merasakan kebiadabannya," tolak Jaka tegas.
"Dewata pasti akan memberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, Kakang. Aku tidak ingin kau mengotori tanganmu dengan darahnya. Biarkan dia pergi," kata Sari lagi, tetap meminta kekasihnya membebaskan Sutawijaya pergi.
"Kau dengar apa katanya, Sutawijaya," dingin sekali nada suara Jaka.
"Kalau bukan Sari yang meminta, sudah kupenggal kepalamu."
"Ohhh..." Sutawijaya mendesah panjang. Mungkin dia merasa lega, karena nyawanya masih bisa terselamatkan. Pandangan matanya langsung tertuju pada wajah cantik yang selama ini selalu dirindukannya. Tapi Sari malah memalingkan mukanya dan menatap pada kedua orang tuanya yang masih tetap saja berada di depan rumahnya, tanpa mampu lagi berbuat sesuatu.
"Pergilah kau, dan jangan coba-coba kembali lagi ke sini," usir Jaka agak kasar suaranya.
Tanpa menunggu waktu lagi, Sutawijaya langsung mengambil langkah cepat hendak meninggalkan tempat itu. Sedikitpun dia tidak berpaling ke kanan atau ke kiri. Dia berjalan cepat menghampiri kudanya yang tertambat di pohon kenanga. Dengan tergesa-gesa, pemuda itu melompat naik ke punggung kudanya, langsung menggebahnya hingga kuda itu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi ke udara.
Lalu dengan cepat sekali kuda itu melesat bagai anak panah terlepas dari busurnya. Kepergian Sutawijaya yang sudah jadi pecundang itu, langsung disambut sorak-sorai yang gegap gempita oleh seluruh penduduk Desa Galagang ini. Dan mereka memang tertekan sekali, sejak Sutawijaya berada di desa ini. Tindakan Sutawijaya sudah membuat mereka begitu menderita. Dan kini semuanya sudah berakhir, walaupun Sutawijaya dibiarkan pergi dari desa ini.
"Heh...? Mana mereka...?" sentak Jaka tiba-tiba.
"Mereka siapa, Kakang?" tanya Sari, juga mengedarkan pandangannya mengikuti kekasihnya itu.
"Mereka.... Pendekar-pendekar itu...." kata Jaka dengan suara terputus.
"Oh..." Sari baru tersadar. Tapi mereka memang tidak lagi melihat Rangga, Pandan Wangi dan Ranjani yang entah pergi sejak kapan. Mereka benar-benar telah pergi entah kemana. Tak ada seorangpun yang mengetahuinya. Bahkan baik Jaka maupun Sari tidak menyadari sedikitpun dengan kepergian pendekar-pendekar muda yang digdaya itu.
"Mereka benar-benar pendekar sejati, Kakang," ujar Sari mendesah perlahan.
"Ya... tapi seharusnya Ranjani tidak pergi," sahut Jaka juga mendesah pelan.
"Siapa Ranjani?" tanya Sari.
"Putri Eyang Waskita," sahut Jaka pelan.
"Hhhh.... mungkin dia memburu Sutawijaya, karena telah membunuh ayahnya dan menghancurkan padepokannya hingga tak ada seorangpun yang tersisa hidup."
"Oh..." Sari mendesah panjang.
Saat itu terdengar suara jeritan yang sangat panjang melengking dan menyayat dari kejauhan. Tepat dari arah mana Sutawijaya pergi. Jeritan panjang dan melengking itu sangat mengejutkan semua orang yang malam ini jadi berada di luar rumahnya, dan berkumpul di halaman depan rumah Ki Ranta yang luas. Dan mereka semua tahu kalau itu suara jeritan Sutawijaya.
"Hhhh...!" Jaka menghembuskan napas panjang. Dugaannya ternyata langsung terbukti. Ranjani tidak mau melepaskan pembunuh ayahnya begitu saja. Dan dia menghabisi Sutawijaya di luar Desa Galagang ini.
Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti dan si Kipas Maut sudah pergi entah kemana. Jaka menggamit tangan Sari dan mengajaknya melangkah menghampiri kedua orang tuanya yang masih menunggu di depan rumahnya. Mereka berjalan berdampingan dengan ayunan langkah yang mantap. Semantap hati mereka untuk menyongsong lembaran hidup baru.

***

TAMAT

🎉 Kamu telah selesai membaca 119. Pendekar Rajawali Sakti : Kemelut Cinta Berdarah 🎉
119. Pendekar Rajawali Sakti : Kemelut Cinta BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang