BAGIAN 6

348 16 0
                                    

Perjalanan ke tempat tujuan memakan waktu kurang lebih dua hari perjalanan. Namun jarak yang jauh itu seolah tidak dirasakan oleh mereka. Terutama sekali pada Putri Selari. Hatinya betul-betul telah bulat untuk menghancurkan Sepasang Naga Pertala. Meskipun dia mengatakan kalau dasar tujuannya adalah untuk kebaikan, namun tidak bisa dipungkiri kalau hal itu dilakukannya untuk membalaskan dendam atas terbunuhnya Ki Ageng Tebung, gurunya sendiri.
Pada hari pertama mereka tiba di sebuah tempat yang bernama Pamekasan. Daerah ini sebenarnya dikuasai oleh Adipati Sentanu. Namun yang terlihat di sepanjang perjalanan, banyak orang-orang berwajah kasar dengan senjata tajam yang tidak terpisah dari tubuhnya. Sikap mereka ugal-ugalan seperti layaknya kawanan perampok. Beberapa orang terlihat sedang berpesta pora di tepi jalan sambil tertawa terbahak-bahak. Bau arak langsung tercium begitu mereka melewatinya.
"Untung kita berpencar dua, tidak jalan berombongan. Kalau tidak, tentu mereka akan mencari urusan," kata Putri Selari pada Rangga.
"Ya, untung juga kau sudah mengenakan topeng itu lagi. Kalau tidak, pasti sudah ada keributan sejak tadi," sahut Rangga kalem.
Gadis itu hanya tersenyum saja. Lima orang yang berjalan didekat mereka, bersikap waspada. Orang ini adalah sebagian abdi kerajaan yang masih setia pada Putri Selari. Rombongan mereka memang terbagi menjadi tiga bagian agar tidak menarik perhatian penduduk desa ini.
"He, gadis buruk! Enyah kau dari hadapanku! Kami jijik melihat mukamu itu!" bentak salah seorang yang menggenggam kendi berisi arak.
Teman-temannya yang lain terkekeh sambil melambai-lambaikan tangan. Salah seorang malah bangkit berdiri dan berjalan mendekati gadis ini. Tubuhnya kurus, dan bola matanya terlihat marah. Dia berjalan terhuyung-huyung sambil terkekeh-kekeh kecil memuakkan.
"Apa yang harus kita lakukan, Rangga?" tanya Putri Selari meminta pendapat Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Tenang saja, terus jalan pelan-pelan," sahut Rangga agak berbisik.
"Hei...! Mau kemana kau bidadariku...? Kesinilah temani aku minum sambil berjalan-jalan di taman yang indah. Hehehehe...!" teriak orang bertubuh kurus itu sambil berusaha mencekal tangan Putri Selari.
"Huh!"
"Aduh.... Galak sekali kau. Tapi dasar si Bengkung matanya picak. Gadis secantikmu dikatakan buruk," ujar laki-laki kurus itu meracau tidak karuan.
Sekali lagi dia berjalan cepat dan berusaha mencekal pergelangan tangan gadis ini. Putri Selari merasa jengkel juga. Untung tadi dia cepat menepiskan tangan hingga orang itu tidak sempat mencekalnya. Tapi kali ini agaknya laki-laki itu bertambah penasaran. Dia melompat dengan gerakan yang ringan hendak memeluk tubuh Pulri Selari.
"Bangsat rendah! Hentikan perbuatan busukmu!"
"Heh...?! Upps!"
"Yeaaah...!" Dua orang yang berada di belakang gadis itu agaknya tidak kuat lagi menahan geram, melihat Putri Selari hendak dipermainkan begitu rupa. Sambil membentak keras, keduanya serentak mengayunkan pukulannya dengan cepat dan keras. Tapi laki-laki bertubuh kurus itu agaknya bukan orang sembarangan juga. Tubuhnya langsung meliuk cepat menghindari serangan dua orang ini. Dan tiba-tiba saja sudah kembali mencekal sambil mengirimkan tendangan yang kelihatan ringan.
"Kecoa busuk! Kalian kira bisa bertingkah didepanku, heh....'!"
"Hup!"
Plak!
"Ukh...!"
Salah seorang berhasil mengelak dengan gesit. Tapi yang seorang lagi betul-betul gemas, dan menganggap enteng lawannya. Sambil mengerahkan tenaga dalam sekuat-kuatnya, dia menangkis tendangan lawan dengan ayunan kakinya juga. Tapi kesudahannya, dia menjerit kesakitan sambil terpincang-pincang memegangi tulang kakinya yang mulai membiru.
"Hahahaha...! Menganggap remeh, he...? Kau pikir siapa dirimu, berani menangkis seranganku...?!"
"Bondowoso, kenapa kau ini? Segala cacing-cacing busuk tidak berguna malah kau permainkan." teriak salah seorang temannya sambil terlawa mengejek.
"Barangkali kebiasaanmu cuma pada kecoa-kecoa busuk!" sahut yang lainnya menimpali.
Teman-temannya terkekeh mendengar kata-kata yang menyakitkan telinga ini. Tapi laki-laki kurus yang dipanggil Bondowoso itu sama sekali tidak marah. Dia malah ikut-ikutan terlawa terkekeh.
"Hehehehe...! Siapa yang peduli pada mereka...?"
Setelah berkata begitu, Bondowoso kembali hendak bergerak memeluk Putri Selari. Namun sebelum hal itu dilakukannya, Rangga sudah lebih dulu bertindak sambil merentangkan tangan kirinya.
"Sabar. Kisanak. Tidakkah kau merasa malu? Kau bisa mendapatkan wanita yang lebih cantik dari pada istriku ini. Bahkan dengan parasmu yang tampan itu, kau bisa mendapatkannya lebih dari seorang. Kenapa malah yang buruk seperti ini kau kehendaki? Biarlah dia menjadi milikku saja," kata Rangga mencoba mencegah maksud Bondowoso.
"Aaah...! Tahu apa kau akan seleraku!" dengus Bondowoso sambil mencoba menghantam tangan Rangga.
Tapi rentangan tangan pemuda itu sama sekali tidak bergeming sedikitpun juga. Dengan gusar dia memukulnya lebih keras lagi. Namun akhirnya dia sendiri yang menjerit kesakitan. Matanya terbeliak lebar, dengan wajah berkerut menahan sakit.
"Phuihhh! Pantas kau berani bertingkah. Agaknya kau baru sedikit mempunyai kepandaian dan sudah mau mencoba pamer didepanku. Minggir...! Atau kuhajar kau!" bentak Bondowoso mencoba mengancam.
"Kisanak, kami sama sekali tidak ingin mencari keributan dengan kau. Tapi kau terlalu me...."
"Aaah... mampus kau! Hih!"
"Upts...!" Rangga tidak sempat meneruskan kata-katanya ketika Bondowoso langsung mengayunkan satu pukulan ke arah mukanya. Terpaksa dia berkelit menghindar dengan mengegoskan kepalanya sedikit. Tapi orang itu bukannya berhenti, malah semakin gencar saja menyerang. Seperti menghadapi musuh besar yang berkepandaian tinggi. Tapi ketika melihat kalau serangan-serangannya dengan mudah dihindari lawan, membuatnya semakin kalap saja dan penasaran setengah mati.
Sebaliknya hal itu malah membuat teman-temannya terkekeh seakan mengejek seperti sedang melihat sebuah pertunjukkan yang menggembirakan. Namun ketika satu saat Rangga berteriak keras, dan tubuhnya melompat cepat, tahu-tahu Bondowoso terlempar dua tombak sambil menjerit keras kesakitan. Tubuhnya tersungkur tanpa bisa menguasai diri lagi. Teman-temannya tersentak kaget, dan sudah langsung bangkit berdiri. Beberapa orang langsung mendekati Bondowoso dan membantunya berdiri. Sedangkan dua orang diantaranya langsung saja menghampiri Pendekar Rajawali Sakti ini.
"Bocah! Siapa kau sebenarnya, heh!" bentak salah seorang yang sebelah matanya sipit dengan suara penuh selidik.
Namun sebelum Rangga bisa menyahuti, tiba-tiba saja terdengar sebuah suara yang begitu keras dan menggema, seperti dikeluarkan dengan pengerahan tenaga dalam yang sudah tinggi sekali tingkatannya.
"Dasar kerbau-kerbau dungu! Tidak tahukah kalau kalian sedang berhadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti...?"
"Heh! Siapa itu...?"
"Apa? Pendekar Rajawali Sakti...?"
Orang-orang itu jadi terkejut setengah mati begitu mendengar suara yang mengatakan kalau mereka sedang berhadapan dengan seorang pendekar besar yang sudah begitu kondang namanya. Dan suara itu juga mengejutkan Putri Selari serta beberapa orang yang menyertai mereka. Tapi keterkejutan itu cepat tertindih ketika seorang perempuan tua bertubuh kurus yang sangat dikenalnya tahu-tahu sudah berada di tempat itu, bersama dua orang laki-laki yang dulu ikut membinasakan gurunya.
"Nyai Sukesih..." desis Putri Selari dengan nada suara terdengar geram.
"Hihihihi...! Ternyata kau masih mengenaliku. Sekarang kau datang untuk menuntut balas dengan mengandalkan Pendekar Rajawali Sakti. Huh...! Apa kau pikir aku takut dengan segala macam bocah bau kencur seperti dia...?"
"Siapa perempuan tua itu? Kau mengenalnya...?" tanya Rangga setengah berbisik.
"Dialah yang menewaskan guruku dan Adipati Mungkaran." sahul Putri Selari.
Rangga mendengus kecil sambil memandang tajam pada perempuan tua itu, yang didampingi laki-laki bertubuh pendek dan seorang laki-laki lagi yang mukanya seperti tikus.
"Nyai, siapa kau dan apa hubunganmu dengan orang-orang ini?" tanya Rangga dengan nada suara terdengar menyelidik ingin tahu.
"Mereka adalah anak buahku. Kau mau apa...?" sahut Nyai Sukesih dengan nada ketus sambil berkacak pinggang.
"Hm, bagus...! Anak buahnya berkelakuan seperti gembel busuk. Sudah tentu majikannya mempunyai sifat yang lebih buruk lagi."
"Huh! Kau tidak perlu membakar amarahku dengan cara itu, Bocah! Apa kau pikir kau sudah begitu hebat dan berani mencari gara-gara denganku...? Kau cuma akan mengantarkan nyawa secara percuma!" dengus Nyai Sukesih sambil mendekati pemuda ini. Dan berdiri tegak pada jarak lebih kurang lima langkah lagi.
"Biarlah kita lihat, siapa yang akan mengantarkan nyawanya secara percuma. Nyai Sukesih, tidak usah banyak bicara. Kemana Ki Sobrang dan Ki Degil itu? Suruh mereka keluar dan aku ingin kenal dengannya."
Kata-kata yang diucapkan Rangga memang berkesan sombong. Tapi dengan begitu, dia sengaja membakar amarah perempuan tua ini. Kalau dengan umpatan atau ejekan. Agaknya perempuan tua ini tidak akan bisa terpancing. Jalan yang terbaik, memang sengaja diremehkan. Dan usahanya itu ternyata membawa hasil juga. Wajah Nyai Sukesih jadi kelihatan berkerut, dengan mata nyalang dan dengus nafas yang mulai cepat memburu.
"Bocah lancang! Ingin kulihat sampai dimana kepandaianmu yang digembar-gemborkan itu!" dengus Nyai Sukesih berang.
Selesai berkata begitu, Nyai Sukesih langsung saja melompat dan menyerang Pendekar Rajawali Sakti ini dengan jurus yang disebut Kupu-Kupu Terbang di Atas Rumput. Ini adalah suatu serangan yang sebenarnya terlihat tidak terlalu berbahaya. Dan hal itulah yang sebenarnya mengecohkan lawan. Sebab meskipun gerakannya terlihat lemah gemulai dan sedikit lambat, tapi dalam sekejapan saja bisa berubah begitu cepat sekali bagai kilat. Dengan pengerahan tenaga dalam yang sangat dahsyat sekali. Jurus ini juga sangat lincah dan sekaligus membuktikan kalau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang sangat tinggi sekali. Begitu ringannya, sehingga dapat melayang dengan lincah, mengejar lawan yang terus bergerak menghindari setiap serangan yang dilancarkannya.
"Hup!"
"Yeaaah...!"
"Upts!" Dengan mengerahkan jurus Sembilan Langkah Ajaib, dengan mudah sekali Rangga bisa menghindari serangan-serangan lawannya yang sangat gencar ini. Tapi meskipun terlihat kalau dia seperti bermain-main dalam menghadapi lawannya, sesungguhnya hal itu hanya gerakan-gerakan dari jurusnya saja. Dan membuat lawannya semakin geram. Lalu dengan demikian, akan membuat pertahanannya terbuka. Dan dengan begitu, di saat itulah dia akan menghajar lawannya dengan jurus lain.
Perkiraan Pendekar Rajawali Sakti ini memang tidak salah. Melihat serangan-serangannya tidak ada yang membawa hasil. Nyai Sukesih semakin geram saja. Pada saat itulah Rangga menggebrak dan memainkan jurus Rajawali Menukik Menyambar Mangsa.
"Hup! Hiyaa...!"
"Heh...!" Nyai Sukesih jadi terperanjat, begitu tiba-tiba saja Rangga melenting tinggi ke atas, lalu dengan kecepatan bagai kilat, Pendekar Rajawali Sakti itu menukik deras dengan kedua kaki berputar sangat cepat sekali. Dan belum lagi hilang rasa keterkejutannya, tiba-tiba saja....
Plak!
Begkh!
"Akh...!" Nyai Sukesih jadi terpekik. Cepat-cepat dia melompat mundur sambil menguasai keseimbangan tubuhnya.
"Kurang ajar, kau akan mampus di tanganku, Bocah!" bentak Nyai Sukesih memaki geram.
Bukan main geramnya perempuan tua itu. Dengan tidak terduga sama sekali, Rangga mencuri kesempatan dan langsung menyerangnya dengan sangat tiba-tiba dari atas. Nyai Sukesih berbalik dan menghantamkan telapak tangannya. Namun dengan gesit sekali Rangga melompat kedepan, dan menyodokkan tangannya kedada. Tubuh perempuan tua itu jadi terhuyung-huyung sambil menjerit kesakitan. Namun dia cepat bangkit dan memasang kuda-kudanya dengan kedua tangan tersilang di depan dada. Mulutnya bergerak-gerak kecil seperti tengah mengucapkan sesuatu dengan menggumam.
"Rangga, hati-hati. Dia akan mengeluarkan pukulan beracun...!" teriak Putri Selari.
Sebenarnya, tanpa diperingatkan gadis itu, Rangga sudah bisa menduga apa yang akan dilakukan Nyai Sukesih. Namun dengan adanya peringatan Putri Selari, dugaannya semakin terarah saja. Apa lagi setelah melihat kedua belah tangan lawan sebatas siku sudah beruhah ungu secara perlahan-lahan. Dan mengepulkan asap tipis.
"Mampus kau! Hiyaaat...!"
"Upts! Yeaah...!"
Wut!
Rangga dapat merasakan hawa racun yang luar biasa sekali dari serangan lawannya. Lagi pula pada jarak yang dekat, kulit tubuhnya terasa terbakar akibat pengaruh kedua tangan lawannya. Diam-diam Pendekar Rajawali Sakti itu menggeram. Tubuhnya melesat tinggi ke udara sambil bergulung-gulung. Kemudian menukik dengan tajam sekali sambil membentak keras menggelegar.
"Yeaaah...!"
"Hiyaaat...!"
Glaaar!
"Aaaakh...!"
Pada saal tubuhnya menukik ke bawah, Pendekar Rajawali Sakti itu mengerahkan jurus Pukulan Maut Paruh Rajawali yang terakhir. Dan dari lelapak tangannya melesat secercah sinar merah yang langsung menghantam perempuan tua ini. Namun pada saat yang bersamaan pula, Nyai Sukesih memang sudah bersiap menghajar lawan dengan pukulan mautnya itu. Dan kedua pukulan itu beradu dan tidak dapat terelakkan lagi. Hingga menimbulkan suara ledakan keras menggelegar.
Namun sinar merah dari pukulan Rangga terus melesat menghantam tubuh perempuan tua ini. Hingga Nyai Sukesih jadi terpekik dan tubuhnya terpental kebelakang. Dari mulutnya terlihat darah muncrat ke luar. Dan dia tewas seketika begitu tubuhnya menghantam tanah.
"Keparat...! Kau harus mampus, Bocah!" geram laki-laki bertubuh cebol.
"Hajar dia...!" teriak si muka tikus memberi perintah pada yang lainnya.
Tanpa diperintah dua kali, mereka langsung saja mengurung Pendekar Rajawali Sakti ini. Tapi hal itu tentu saja tidak bisa dibiarkan saja oleh Putri Selari. Dia dan lima orang pengikutnya yang setia, langsung berlompatan dan bergabung dengan Pendekar Rajawali Sakti ini.
"Anjing-anjing busuk! Majulah kalian...!" seru Putri Selari sudah muak.
"Perempuan buruk! Kau akan mampus di tanganku! Hari ini tidak akan kubiarkan kau lolos lagi!" bentak si cebol sambil melompat menyerang.
"Hiyaaa...!" Tindakan si cebol itu agaknya sekaligus merupakan perintah bagi yang lainnya untuk menyerang. Dan pertarungan diantara mereka tidak dapat dielakkan lagi.
Namun ada hal yang tidak disadari Pendekar Rajawali Sakli dan yang lainnya. Teriakan-teriakan itu ternyata mengundang orang-orang menghampiri tempat ini. Dan satu per satu mereka ikut ambil bagian menyerang. Jumlah mereka semakin bertambah banyak saja. Dan membuat Rangga mulai berpikir. Tadinya dia menduga kalau mereka hanya penduduk desa biasa. Tapi kenapa ikut-ikutan menyerang...? Dan melihat cara mereka bertarung, agaknya mereka memang bukan penduduk biasa. Tapi orang-orang yang betul-betul sudah mengerti ilmu olah kanuragan. Apakah desa ini sudah dikuasai oleh kaki tangan Sepasang Naga Pertala...?
Tapi tidak ada kesempatan bagi Rangga untuk berpikir lama-lama. Mereka semakin terdesak saja. Dan para pengikut Putri Selari banyak yang terluka cukup berat. Gadis itu sendiri sudah mulai terdesak. Tanpa berpikir panjang lagi, Rangga mencabut pedang pusakanya. Seketika itu juga cahaya biru terang menyilaukan mata memancar dari batang pedang itu. Menerangi tempat ini.
"Majulah kalian semua! Hiyaaa...!" Rangga jadi geram setengah mati, melihat keadaan semakin bertambah buruk saja. Dan mereka yang mengeroyoknya jadi terkejut setengah mati, begitu melihat kehebatan pamor pedang Rajawali Sakti di tangan pemuda berbaju rompi putih ini. Tapi hal itu hanya berlangsung beberapa saat saja.
"Huh! Siapa peduli pada segala ilmu sihir! Ayo, hajar mereka. Jangan biarkan mereka hidup...!"
"Habisi mereka!"
"Hiyaaat...!" Sambil berteriak-teriak tidak karuan, orang-orang itu terus berlompatan menyerang.
Rangga jadi mendengus geram. Sambil membentak keras menggelegar, dia melesat dan mengayunkan pedangnya dengan kecepatan bagai kilat. "Hiyaaat...!"
Bet!
Cras!
"Aaaakh...!"
"Aaa...!"
Jeritan-jeritan tertahan seketika itu juga terdengar. Dan wajah-wajah terkejut seketika membayang. Lebih-lebih setelah melihat beberapa orang ambruk dengan tubuh bersimbah darah. Tidak satu senjatapun yang bisa menahan serangan Pedang Rajawali Sakti yang berkelebatan begitu cepat sekali bagai kilat. Semuanya putus seperti batang pisang terbabat golok.
Pada mulanya kejadian itu membuat mereka semakin geram dan lebih bernafsu lagi hendak membunuh pemuda ini. Tapi tidak seorangpun yang selamat kalau mendekati. Hingga akhirnya membuat nyali mereka jadi kecut. Terlebih lagi semakin banyak saja yang ambruk bermandikan darah. Jeritan-jeritan melengking tinggi terus terdengar semakin sering. Sementara Rangga terus berlompatan dengan pedang di tangan berkelebatan begitu cepat sekali bagai kilat. Hingga bentuk tubuh dan pedangnya tidak terlihat lagi. Dan hanya kilatan-kilatan cahaya biru saja yang terlihat berkelebatan begitu cepat bagai kilat.
Gerakan-gerakan yang begitu cepat dari Pendekar Rajawali Sakti itu, hingga sulit sekali diikuti dengan pandangan mata biasa. Dan hanya kilatan-kilatan cahaya biru saja yang terlihat berkelebatan begitu cepat sekali. Setiap kali terlihat kelebatan cahaya biru, terdengar suara jeritan melengking tinggi, yang disusul dengan ambruknya dua atau tiga orang dari mereka. Dan tentu saja ini membuat orang-orang yang mengeroyoknya jadi gentar. Dan mereka cepat- cepat berlompatan mundur. Hingga tidak ada seorangpun yang berada lagi di dekat Pendekar Rajawali Sakti itu.
Melihat tidak ada seorangpun yang berada didekatnya, Rangga menghentikan gerakan-gerakannya. Dia berdiri tegak dengan pedang pusakanya tersilang di depan dada. Cahaya biru yang memancar dari pedang pusaka Rajawali Sakti itu membuat sosok tubuh Pendekar Rajawali Sakti itu bagaikan malaikat maut yang akan mencabut nyawa siapa saja didekatnya.
"Hei! Kenapa diam? Ayo maju kalau ingin kepala kalian terpisah!" bentak Rangga seperli menakut-nakuti.
Tidak ada seorangpun yang berani mendekat lagi. Tapi tiba-tiba saja.... "Pendekar Rajawali Sakti, kau boleh memancung kepala kami berdua."
"Heh...?!"
"Oh...!"

***

120. Pendekar Rajawali Sakti : Prahara Mahkota BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang