BAGIAN 7

320 15 0
                                    

Semua orang yang berada di situ memalingkan perhatian. Para pengeroyok mereka tampak memberi hormat. Lalu buru-buru menyingkir seperti memberi kesempatan pada dua orang laki-laki bertubuh tegap yang baru sampai di tempat itu. Yang seorang sedikit lebih tinggi, dengan kumis melintang dan sepasang mata cekung.
Orang ini bernama Sobrang. Seorang lagi yang berkulit agak putih, dengan rambut panjang terurai, bernama Degil. Mereka berdua yang disebut sebagai Sepasang Naga Pertala. Bersama dengan mereka terlihat beberapa orang tokoh persilatan mengiringi dari kiri dan kanan. Satu diantaranya dikenal Rangga sebagai orang yang pernah dipencudanginya ketika beberapa hari lalu menolong Putri Selari.
"Hm, apakah kalian berdua yang dikenal dengan nama Sepasang Naga Pertala?" tanya Rangga dengan nada dingin.
"Oh, lumayan juga ternyata kau mengenal kami. Lama sudah kudengar kehebatan nama Pendekar Rajawali Sakti, dan tidak sangka hari ini aku telah membuktikannya sendiri. Hm, orang-orang sepertimu-lah yang kuinginkan untuk menjadi sahabat terbaikku," ujar Ki Sobrang dengan nada suara dibuat manis.
"Apa maksudmu?" tanya Rangga seperti tidak mengerti.
"Seperti kau lihat. Desa ini telah kukuasai dengan penuh. Dan lebih dari lima desa yang berada dan berbatasan dengan tempat ini telah dikuasai orang-orangku. Kemudian tidak berapa lama lagi, tentu saja aku bermaksud unluk merebut kotaraja dan menyingkirkan raja yang telah menyengsarakan rakyat jelata. Orang-orang seperti dia tidak layak menjadi raja, dan rakyat berdiri di belakang kami memberi dukungan. Nah, Pendekar Rajawali Sakti, Aku akan sangat senang sekali kalau kau dan teman-temanmu itu bersedia membantu kami. Aku akan melupakan apa yang telah terjadi tadi," kata Ki Sobrang lagi, mencoba membujuk.
"Aku mengerti maksudmu. Kisanak. Tapi sayang sekali, aku adalah orang bebas dan tidak suka terikat oleh apapun juga. Apalagi mesti berada di bawah perintah seseorang. Apalah arti hidup bagiku...? Dengan sangat menyesal sekali aku tidak bisa memenuhi permintaanmu," sahut Rangga, juga dibuat sopan nada suaranya. Tapi dengan suara yang terdengar tegas.
"Kau salah mengerti, Pendekar Rajawali Sakti. Apa yang telah kulakukan sekarang ini sama sekali tidak menyengsarakan rakyat. Mereka mendukungku. Lagi pula, siapa yang hendak mengikatmu? Kau bebas melakukan apa saja yang kau sukai. Dan tentu saja aku berharap semua hal ini adalah membantu perjuangan kami," kata Ki Sobrang lagi.
"Maaf, Kisanak. Aku tidak bisa. Juga teman-temanku," tolak Rangga tegas.
"Kalau begitu, kau harus memperhitungkan nyawa teman-teman kami," sahut Ki Sobrang mulai sinis.
"Itu bukan kesalahanku."
"Siapa yang peduli...?"
Setelah berkata begitu, terlihat beberapa orang yang berada didekat Ki Sobrang sudah bergerak hendak menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Tapi Ki Degil dan Ki Sobrang sudah cepat mencegahnya. Mereka melangkah pelan mendekati pemuda berbaju rompi putih itu dengan sorot mata yang tajam menusuk langsung ke bola mata pemuda didepannya ini.
"Biarlah kami belajar kenal dengan seorang pendekar ternama sepertimu." kata Ki Degil dengan suara terdengar mengejek, dan senyuman sinis terkembang dibibirnya.
"Ya, kami sudah lama ingin lebih mengenal dirimu, Pendekar Rajawali Sakti," timpal Ki Sobrang juga tersenyum sinis.
Rangga hanya tersenyum saja. Dia tahu kalau kedua orang ini ingin bertarung dengannya. Sikap mereka memang seperti orang baik-baik yang sangat ramah sekali. Tapi dari sorot matanya tersembunyi kekejaman. Dan orang-orang seperti mereka inilah yang sangat berbahaya sekali. Kelihatan sekali kalau mereka penuh percaya diri, dan sama sekali tidak berkesan menyombongkan diri. Tapi juga tidak terlihat kalau mereka gentar berhadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti. Padahal dari ucapannya, sudah jelas sekali kalau mereka mengetahui siapa pemuda didepannya ini sebenarnya. Dengan segala sepak terjang yang telah mereka dengar selama ini.
"Hm, kalau memang begitu, tidak ada jalan lain lagi. Silahkan. Sebagai tamu aku tentu harus berbuat sopan," sambut Rangga sopan.
"Bagus! Terimalah ini, Bocah! Hiyaaat...!" Ki Sobrang sudah melompat begitu cepat sekali sambil mengirimkan satu tendangan keras menggeledek yang mengarah ke kepala. Dan bersamaan dengan itu pula, tubuh Ki Degil melesat ke udara dan berputaran beberapa kali. Lalu dengan cepat sekali dia menyambar dada Pendekar Rajawali Sakti dengan satu sodokan yang begitu cepat dan keras sekali.
"Hap!"
Wut!
Uptsss...! Kaki kanan Rangga melangkah ke belakang satu tindak. Dan kedua lulutnya langsung ditekuk sedikit. Beberapa saat kemudian, dia bergerak ke kiri sambil memiringkan tubuhnya. Dan kaki kanannya begitu cepat sekali menyambar Ki Sobrang, sambil memutar tubuh. Saat itu juga, kaki kirinya berputar menyambut serangan Ki Degil.
"Yeaaah...!" Namun alangkah terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti itu, ketika menyadari kalau lawan-lawannya menyerang dengan gencar dan mengandung pengerahan tenaga dalam yang sangat tinggi sekali tingkatannya. Dan lagi terasa kalau pukulan mereka sangat berat dan mematikan.
"Jangan anggap enteng, Kisanak. Kau akan jatuh sebelum dua jurus berlangsung!" dengus Ki Sobrang memperingatkan.
Apa yang dikatakan Ki Sobrang barusan memang sangat beralasan sekali. Dan Rangga sendiri sudah mengalaminya tadi. Kedudukannya benar-benar terjepit. Kepandaian dua orang ini sungguh tinggi sekali dan tak bisa dipandang enteng. Serangan-serangan mereka sangat cepat dan saling mengisi. Sehingga setiap gerakan yang dilakukan seperti lanjutan dari gerakan yang pertama. Dan sedikit pun tidak ada yang kosong dalam serangannya. Semuanya mengutamakan gebrakan-gebrakan bercampur tipuan yang cukup menyulitkan.
"Hup! Yeaaah...!"
"Hiyaaat...!"
"Heh...?!"
Kembali Rangga jadi tersentak kaget. Satu pukulan yang memancarkan cahaya kelabu, bergerak begitu cepat sekali kearahnya. Masih untung Pendekar Rajawali Sakti itu bisa menghindar dengan cepat. Namun akibatnya yang ditimbulkan pukulan itu sungguh dahsyat sekali. Sebuah lubang besar dan sangat dalam membongkar tanah yang tadi dipijak Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Gelap Ngampar..." desis Rangga.
"Bagus! Rupanya kau sudah mengenal jurus pukulan kami. Coba kau tahan ini!" bentak Ki Degil.
"Yeaaah...!"
"Upts! Yeaaah...!"
Glaaar!
"Akh...!"
"Hm, Gelap Sayuto," desis Rangga lagi.
Pendekar Rajawali Sakti jadi bersikap waspada. Angin pukulan Ki Degil pada jarak dua langkah, masih terasa menyengat kulit dan membakar jantungnya. Apalagi pukulan yang dilancarkan Ki Degil tadi, berwarna putih kekuning-kuningan. Dan lesatan sinarnya mengandung hawa panas kekuning-kuningan. Dan lesatan sinarnya mengandung hawa panas dingin yang sangat tajam menyengat. Akibat yang ditimbulkannya juga sungguh sangat kejam sekali. Seorang anak buah mereka yang berada di belakang Pendekar Rajawali Saki itu sampai menjadi korban, ketika pemuda itu melompat menghindari pukulan Ki Degil tadi. Tubuh orang itu pecah dengan darah berkubang disekujur tubuhnya yang sudah tidak berbentuk lagi.
"Hiyaaa...!"
Bukan main geramnya pemuda itu melihat kedua lawannya ingin segera mencabut nyawanya. Tidak ada jalan lain lagi selain membalas. Begitu yang bergejolak di dalam hati Pendekar Rajawali Sakti ini. Sambil menggeram hebat, dia melentingkan tubuhnya dengan kecepatan bagai kilat. Kemudian membentak nyaring sambil menghantamkan satu pukulan yang diambilnya dari jurus Pukulan Maut Paruh Rajawali, dan tepat diarahkan kepada dua orang lawannya ini.
Bet!
Wuk!
"Heh...?!"
Rangga seperti tidak percaya pada penglihatannya sendiri. Mereka sama sekali tidak berusaha menghindar sedikitpun dari serangannya. Dan yang lebih mengherankan lagi, pukulannya tadi seperti tenggelam begitu saja di dalam tubuh kedua orang ini, tanpa menimbulkan akibat apapun juga. Seperti tertimpa sinar biasa saja.
"Hahahaha...! Kau boleh menghambur-hamburkan semua kepandaianmu, Bocah. Tapi jangan harap kau bisa melukai, apalagi menghancurkan kami." ujar Ki Sobrang, sambil terlawa terbahak-bahak mengejek.
"Hiyaaa...!"
"Upts!" Lain lagi dengan Ki Degil. Dia langsung saja menggunakan kesempatan ini untuk menyerang dengan sengit tanpa berbasa-basi lagi. Sikapnya itu kemudian diikuti oleh Ki Sobrang, setelah puas tertawa mengejek. Kembali Pendekar Rajawali Sakti itu harus menghadapi dua serangan dari kanan dan kirinya.
Meskipun dia memainkan jurus Sembilan Langkah Ajaib pada tingkatan yang sudah sangat tinggi sekali, tapi serangan-serangan kedua orang ini semakin gencar saja. Kecepatan gerak mereka juga tidak berada di bawah kecepatan yang dimilikinya. Sehingga membuat Rangga semakin kelihatan kewalahan. Beberapa kali dia berusaha melakukan serangan balasan. Tapi serangannya tidak pernah membawa hasil yang diinginkan. Walaupun tenaga dalam yang dikerahkan sudah sangat sempurna sekali tingkatannya.
"Sepasang Naga Pertala, maaf. Kalian memang hebat. Tapi aku juga harus mempertahankan diri. Jangan salahkan kalau kalian ingin celaka ditanganku!" ujar Rangga agak keras suaranya. Dan setelah berkata begitu, dia langsung saja mencabut pedang pusakanya.
"Kenapa sungkan-sungkan? Silahkan saja.... Gunakan apa saja yang kau miliki, Pendekar Rajawali Sakti. Biar kami bertangan kosong saja." sambut Ki Sobrang angkuh.
Kata-kata Ki Sobrang itu memang tidak enak sekali didengar telinga. Tapi Rangga seperti tidak peduli. Dan dia tidak ingin terpancing dengan sikap lawan yang seakan-akan meremehkannya. Pendekar Rajawali Sakti langsung saja melesat cepat sambil mengebutkan pedangnya yang memancarkan cahaya biru berkilauan menyilaukan mata itu. Membuat sekeliling tempat pertarungan itu jadi terang benderang. Namun baru beberapa kali gerakan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti itu, tiba-tiba saja....
Bet!
"Heh...?!"
Seperti tadi, kedua laki-laki itu sama sekali tidak berusaha mengelak sedikitpun juga dari serangan Pendekar Rajawali Sakti ini. Kulit tubuh mereka hanya tergores sedikit saja, dan sinar biru yang memancar dari pedang pusaka Rajawali Sakti itu menyelubungi tubuhnya. Rangga mendesah kecil, merasa heran karena kedua lawannya sama sekali tidak berusaha mengelak sedikitpun juga. Padahal selama ini, tidak seorangpun yang mampu selamat dari pedangnya. Tapi yang terlihat kemudian, sungguh mengagetkan sekali. Matanya jadi terbeliak lebar, seolah-olah tidak percaya dengan pandangannya sendiri. Kedua orang itu tidak terpengaruh sedikitpun akibat babatan pedangnya. Bahkan luka kecil akibat goresan pedangnya tadi, begitu cepat sekali lenyap tak berbekas.
"Gila..?! Ilmu apa yang digunakan...?" desis Rangga keheranan tidak mengerti.
"Yeaaah...!"
"Uts!"
Begkh!
"Akh...!"
Dalam keterkejutannya itu. Pendekar Rajawali Sakti menjadi lengah. Dan satu pukulan telak yang dilakukan Ki Degil, membuat pemuda itu terjungkal ke belakang. Rangga berusaha menguasai diri dengan cepat. Tapi kedua lawannya seperti tidak memberi sedikitpun kesempatan padanya. Terpaksa Pendekar Rajawali Sakti itu jungkir balik dengan mengerahkan seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, menghindari serangan-serangan yang sangat gencar dan dahsyat ini.
Plak!
Des!
"Akh...!"
"Rangga...!"
Putri Selari jadi terpekik begitu melihat Rangga terkena dua pukulan sekaligus dari kedua lawannya. Hatinya mulai cemas melihat Pendekar Rajawali Sakti itu kini menjadi bulan-bulanan lawannya. Meski bersenjata dan sesekali berhasil menebas tubuh lawan, namun tetap saja tidak berpengaruh apa-apa pada Sepasang Naga Pertala ini. Tentu saja hal itu membuat keadaan Rangga jadi semakin mencemaskan.
Baginya, memakai senjata atau tidak, sama saja artinya. Dan ketika pemuda itu menyarungkan kembali pedang pusakanya ke dalam warangkanya di punggung dia terlihat berusaha membendung serangan-serangan lawannya dengan jurus-jurus tangan kosong. Namun tidak membuat kekhawatiran Putri Selari berkurang. Bahkan semakin bertambah cemas saja, melihat Rangga seperti terus terdesak.
"Oh, aku harus menolongnya," desis Putri Selari khawatir.
Namun baru saja dia hendak bergerak, beberapa orang anak buah Sepasang Naga Pertala sudah bergerak menghadang. Dan para pengikutnya juga mencoba untuk menahan gadis ini.
"Kanjeng Gusti Putri, tahanlah amarah. Mereka bertarung dengan jujur. Dan semestinya kitapun bersikap begitu. Lagi pula, percuma saja kalau Kanjeng Putri turun tangan. Keadaan akan semakin bertambah buruk."
"Tapi dia memerlukan pertolongan. Paman. Coba lihat, keadaannya sangat mengkhawatirkan sekali. Kalau terus begini, bisa jadi dia akan tewas," kata Putri Selari.
"Sabarlah, Kanjeng Gusti. Dia seorang pendekar ternama yang hebat. Dia pasti mampu mengatasinya sendiri."
Namun pada saat itu.....
"Yeaaaah...!"
"Heh! Suara apa itu...?!"
"Prajurit kerajaan...!"
Pada saat-saat yang kritis bagi keselamatan Rangga, saat itu dari kejauhan menderu pasukan berkuda yang bergerak mendekati tempat ini dengan cepat. Derap langkah kaki kuda bercampur debu yang mengepul di udara terlihat begitu jelas sekali. Beberapa orang anak buah Sepasang Naga Pertala, memberitahukan kalau mereka yang baru datang itu berasal dari kerajaan. Ki Sobrang dan Ki Degil langsung saja menghentikan perlarungannya.
"Pendekar Rajawali Sakti, urusan ini belum selesai. Hari ini biarlah kutunda nyawamu yang tak berharga itu. Tapi setelah kejadian ini, kau tidak akan selamat dari kami!" seru Ki Sobrang mengancam.
Setelah berkata begitu dia memberi perintah pada semua anak buahnya untuk bersiap menghadapi para prajurit itu. Sedangkan Putri Selari buru-buru menghampiri Rangga dan membantu pemuda itu untuk bangkit sambil menyeka tetesan darah disela ujung bibirnya.
"Rangga, lekas kita menyingkir dari tempat ini. Sebentar lagi akan ada pertarungan besar." kata Putri Selari mengingatkan.
Rangga seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Hanya menurut saja ketika gadis itu memapahnya untuk menjauh dari tempat ini. Sementara para pengikut gadis itu mengikutinya dari belakang. Mereka terus berjalan dengan pelan keluar dari desa ini. Sepanjang perjalanan, pemuda itu hanya diam saja membisu. Tidak banyak bicara.
"Sudahlah, Rangga. Kalah dan menang dalam pertarungan itu sudah biasa. Dan tidak perlu dipersoalkan lagi." hibur Putri Selari.
Rangga hanya tersenyum kecil saja. "Aku pernah mengalami peristiwa seperti ini sebelumnya. Barangkali apa yang kau katakan memang benar. Tapi ini justru membuatku jadi semakin penasaran."
"Kau akan menantang mereka lagi?"
"Entahlah..." desah Rangga.
Mereka kembali terdiam dan mengikuti sebuah aliran sungai yang tidak begitu besar sampai ke hulu.
"Kita istirahat saja dulu di sini," kata Putri Selari.
"Aku merasa tidak berguna..." ujar Rangga lirih.
"Jangan bicara begitu. Rangga. Kau sudah membantu kami sekuat tenaga dan kemampuanmu," kata Putri Selari menghibur.
"Apa yang kalian lakukan sekarang?" tanya Rangga lagi.
"Entahlah, aku juga jadi bingung." sahut Putri Selari.
"Kanjeng Gusti, kita harus memberitahukan ini pada yang lain. Mereka mungkin sudah berjalan terus ke tempat kediaman kedua orang itu." salah seorang pengikut mereka menyelak.
"Ya, kita akan berkumpul di sini. Siapa yang akan berangkat menemui mereka?" sambut Putri Selari.
Dua orang segera berdiri, dan menyatakan kesediaannya. Setelah memohon restu dari gadis itu, mereka segera berangkat saat itu juga.
"Paman, adakah yang bersedia membantuku untuk mengawasi desa itu?" pinta Putri Selari.
"Untuk apa, Kanjeng Gusti?" tanya salah seorang.
"Kita harus tahu kalau orang yang kita cari berada di sana. Dan saat ini terjadi perang antara prajurit kerajaan dengan mereka. Sudah sepatutnya kita mengetahui perkembangan ini."
"Hm, kalau begitu, biarlah hamba yang melakukannya," sahut salah seorang dan langsung bangkit berdiri.
Agaknya orang-orang ini betul-betul menganggap gadis itu adalah junjungannya saja. Sehingga sikap mereka seperti seorang hamba yang sedang berhadapan dengan majikannya. Padahal gadis itu berulang kali memperingatkan kalau kedudukan mereka semua sederajat. Tapi peringatan itu tidak diperhatikan sama sekali.
"Kanjeng Gusti, mereka telah mendapat tugas. Lalu tugas apa yang bisa kami lakukan?" tanya salah seorang dari dua orang yang tersisa.
Putri Selari tersentak dan untuk beberapa saat diam tidak menjawab. Dia belum terbiasa dengan cara-cara mereka dan sama sekali tidak menyadari kalau mereka dengan sepenuh hati menganggapnya seorang ratu yang patut dihormati dan dilayani sebagaimana layaknya seorang pewaris tahta kerajaan. Tapi gadis ini cepat menyesuaikan diri, dan kemudian terlihat dia tersenyum kecil.
"Paman, dengan adanya kalian di sini, bukankah itu sudah suatu tugas bagi kalian? Kami merasa dilindungi," kata Putri Selari lembut.
"Tapi, Kanjeng Gusti...."
"Sudahlah, Paman. Bagaimanapun masing-masing kita mempunyai tugas dan kewajiban. Dan harus menerima apa adanya. Begitu pula dengan kalian."
"Baiklah, Kanjeng Gusti."
Putri Selari memalingkan mukanya. Dilihatnya Rangga masih tetap duduk merenung sambil menggigit-gigit sebatang rumput kecil.
"Kau masih memikirkan pertarunganmu tadi, Rangga...?" tegur Putri Selari.
Pendekar Rajawali Sakti itu hanya tersenyum saja sedikit. Luka dalam yang dideritanya kalah sakit dengan dibandingkan kekalahan yang diterimanya dari Sepasang Naga Pertala. Tapi memandang wajah gadis itu yang masih mengenakan topeng, mau tidak mau terhibur juga hatinya. Bagaimana mungkin bisa berbalik begini...? Padahal di balik topeng yang menjijikkan itu, terdapat seraut wajah yang sangat cantik jelita. Tanpa sadar Rangga jadi tersenyum sendiri.
"Kenapa tersenyum...?"
Perlahan Rangga bangkit berdiri. "Kalian di sini saja. Aku hendak bersemadi sebentar. Jangan jauh-jauh dari sini," kata Rangga berpesan, tanpa menghiraukan pertanyaan Putri Selari tadi.
"He! Kau belum jawab penanyaanku! Kenapa tiba-tiba tersenyum tadi...? Kau seperti mentertawakan aku!" seru Putri Selari tidak puas.
"Tidak. Tidak ada apa-apa," sahut Rangga, terus saja melangkah pergi.
Putri Selari hanya bisa diam memandangi dengan sorot mata kelihatan tidak puas dengan jawaban Rangga barusan. Kemudian dia memutar tubuhnya berbalik, dan diam membisu diantara dua orang pengikutnya yang masih setia menemani.

***

120. Pendekar Rajawali Sakti : Prahara Mahkota BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang