BAGIAN 8

441 19 6
                                    

Tidak terasa lebih dari tiga hari mereka terus berpindah-pindah tanpa harus melakukan apa. Rangga semakin putus asa, sementara Putri Selari dan para pengikutnya semakin gelisah saja. Beberapa kali mereka mendesaknya untuk mengambil keputusan. Bahkan Rangga sendiri menyerahkan persoalan kepadanya.
"Aku setuju dengan usul Paman Bandang Ireng. Kau boleh mengambil keputusan saat ini juga. Keadaan semakin gawat dan pasukan mereka telah berhasil menguasai beberapa tempat serta memukul mundur pasukan kerajaan, tidak lama lagi mereka tentu akan menyerbu kotaraja," kata Rangga.
"Apa yang harus kulakukan, Rangga... Apakah mengerahkan pasukan yang sedikit ini ataukah membangkitkan semangat rakyat untuk mengadakan perlawanan...? Itu suatu pekerjaan yang sia-sia. Mereka sangat kuat dan rakyat akan sengsara sementara tujuan ke depan belum pasti," kata Putri Selari sedikit kesal.
"Kanjeng Gusti Putri, setiap perjuangan itu memerlukan pengorbanan. Bisa kecil, bisa juga besar. Rakyat merasa tertindas dan sepanjang tempat yang kami lewati, pasukan Ki Sobrang dan Ki Degil sering berbuat sesuka hati mereka. Merampok harta benda penduduk, menodai perempuan-perempuan desa, dan tidak segan-segan membunuh mereka yang mencoba melawan. Itukah yang mereka katakan kalau rakyat menyetujui perjuangan mereka? Sesungguhnya mereka bukan pejuang, melainkan perampok!" kata Bandang Ireng menjelaskan lebih lanjut.
"Betul, Kanjeng Gusti. Hamba sendiri mengenali pasukan mereka. Orang-orang itu tidak lain dari para perampok dan penjahat yang sering mengganggu ketentraman rakyat. Kita harus bertindak apapun caranya." sambung salah seorang menimpali.
"Aku setuju saja. Kita harus berupaya sekuat tenaga untuk menghancurkan mereka," sahut Rangga langsung menyetujui.
"Aku tidak meragukan untuk menghancurkan mereka, Rangga. Tapi yang kupikirkan adalah apakah pengorbanan kita ini ada artinya? Kau sendiri mengetahui kalau selain jumlah mereka yang banyak, mereka juga kuat dan sulit dikalahkan," kata Putri Selari.
"Tapi kita tidak bisa berpangku tangan saja. Setidaknya ada sedikit yang bisa kita lakukan dan mematahkan perlawanan mereka," kata Rangga lagi.
"Betul, Kanjeng Gusti. Hamba telah memikirkan hal itu. Kita tidak akan menyerang mereka secara terbuka, melainkan secara sembunyi-sembunyi. Dengan begitu, sedikit demi sedikit kita akan mengikis kekuatan mereka, sambil membangkitkan semangat rakyat." jelas Bandang Ireng.
Putri Selari berpikir sesaat. Keputusan saat ini memang berada ditangannya. Kemudian dipandanginya Bandang Ireng, lalu berkata dengan suara yang pelan, namun mengandung nada yang tegas sekali.
"Paman Bandang Ireng, pada masa Ayahandaku masih ada, kau adalah panglima ketiga yang perkasa. Kini kuangkat kau menjadi panglima utama. Pimpinlah mereka untuk mengadakan perlawanan."
"Hamba. Kanjeng Gusti Putri. Mohon restu agar berhasil." sahut Bandang Ireng sambil memberi normat.
Putri Selari mengangguk perlahan. Pada saat itu datang seseorang, dan langsung melapor pada gadis yang selalu mengenakan topeng berwajah buruk menjijikkan ini.
"Ada apa'.'" tanya Putri Selari.
"Seorang laki-laki tua ingin bertemu dengan Pendekar Rajawali Sakti. Katanya ini soal penting." sahut orang itu.
"Heh...?!"
"Kenapa, Rangga?" tanya Putri Selari.
"Dari mana dia mengetahui persembunyian kita di sini...?" tanya Rangga ragu-ragu.
Tapi begitu mendengar kata-katanya, serentak yang lainnya bersiaga. Rangga menyuruh orang yang membawa berita itu untuk membawa tamunya ke sini. Tidak berapa lama orang itu pergi, sudah kembali lagi dengan membawa seorang laki-laki tua bertubuh bungkuk, dengan pakaian lusuh, berjalan perlahan mendekati Pendekar Rajawali Sakti.
Wajahnya kelihatan hitam, penuh dengan kerut-kerut. Rambut, kumis dan jenggotnya pendek yang telah memutih semua. Tubuhnya kurus seperli kulit pembalut tulang. Sekilas pemuda itu bisa menilai lewat sorot matanya, kalau orang tua ini memiliki tenaga dalam yang kuat luar biasa. Tidak terasa timbul rasa hormat dan segan padanya.
"Kisanak, silahkan duduk. Adakah sesuatu yang bisa kubantu...?" ujar Rangga ramah.
"Anak muda, kaukah yang bergelar Pendekar Rajawali Sakti?" tanya orang tua itu, tanpa menghiraukan ucapan Rangga tadi.
"Benar. Kisanak," sahut Rangga tetap ramah.
"Beruntunglah...." desah orang tua itu.
"Namaku Suma Eling. Aku adalah guru Sobrang dan Degil...."
Mendengar orang tua itu berkata demikian, seketika mereka semua langsung bergerak hendak menyerang. Tapi Rangga lebih cepat lagi mencegah.
"Jangan berbuat sesuatu tanpa perintahku!" terdengar lantang suara Pendekar Rajawali Sakti ini.
"Tapi...." Bandang Ireng terputus suaranya.
"Turuti keinginannya!" sentak Putri Selari cepat.
Terpaksa mereka semua melangkah mundur beberapa tindak. Namun masih dalam sikap yang siap menyerang. Kalau kedua muridnya sudah begitu tangguh, tentu saja gurunya lebih luar biasa lagi. Tapi mau apa dia kesini...? Pertanyaan itu yang terus menghantui benak mereka.
"Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu, Pendekar Rajawali Sakti," kata orang tua yang tadi mengaku bernama Suma Eling, dan juga mengaku guru dari Ki Sobrang dan Ki Degil ini.
"Silahkan, Eyang," sambut Rangga dengan sikap masih menghormati. Bahkan memanggilnya dengan sebutan Eyang. Sebuah sebutan bagi orang tua yang berarti Pendekar Rajawali Sakti itu sangat menghormatinya. Dan laki-laki tua itu jadi tersenyum. Kepalanya bergerak terangguk-angguk beberapa kali. Sinar matanya kelihatan begitu cerah sekali, merayapi wajah tampan pemuda didepannya ini.
"Tapi aku minta tidak disini mengatakannya. Ini hanya antara kita berdua saja. Ikuti aku..." kata Eyang Suma Eling.
Setelah berkata begitu, dengan cepat sekali dia bangkit berdiri dan memberi hormat pada Putri Selari. Lalu bagaikan kilat dia melesat pergi. Begitu cepatnya, hingga dalam sekejapan mata saja sudah lenyap dari pandangan. Rangga juga segera bangkit berdiri.
"Selari, aku pergi dulu." kata Rangga berpamitan.
"Rangga, jangan...!"
Tapi Rangga sudah tidak lagi mendengar cegahan gadis itu. Dengan kecepatan bagai kilat, Pendekar Rajawali Sakti itu melesat menyusul Eyang Suma Eling yang sudah lenyap tak terlihat lagi. Sementara Putri Selari kelihatan begitu cemas sekali. Terbayang dugaan keras kalau Pendekar Rajawali Sakti itu pasti terkena pancingan.

120. Pendekar Rajawali Sakti : Prahara Mahkota BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang