VII : Lembaran Nilai

159 55 71
                                    

Alesha berjalan menuju kelas sambil memilah-milah setumpuk kertas yang sedang ia bawa. Ia mencari namanya. Kata guru tadi sih bagus, tapi nilai bagus itu bakal berbeda di setiap sudut pandang orang yang melihat.

"Nah ini." Ia meletakkan kertas ulangannya di tumpukan paling depan. Kepalanya menunduk untuk mengecek nilainya, sedangkan kakinya tetap terayun untuk melangkah.

Ia mengerutkan kening ketika tahu angka yang tertulis di pojok kanan kertas dengan tinta merah terang yang mencolok.

Sembilan puluh dua? Kenapa nggak Sekalian digenapin jadi sembilan puluh lima aja sih, batinnya.

Alesha berpikir, seharusnya nilai segitu tidak terlalu bagus untuk para guru. Entahlah, pria muda itu kadang suka aneh sendiri.

"Mau gue bantuin nggak?" Entah angin dari mana, Haga muncul dan berjalan mengimbangi langkah cewek di sebelahnya.

"Lo mau ngejek gue ya? Masa' kertas segini doang dibantuin," Alesha sedikit tersinggung dengan bantuan dari cowok tinggi di sebelahnya. Tumpukan kertas yang tebalnya tidak sampai 10 cm dengan berat kurang dari 500 gram tentu tidak akan membuat tangannya pegal. Prinsipnya, cewek tuh nggak boleh lemah. Jangan-jangan, Haga mau modus ya. Dia nggak tahu apa lagi berhadapan sama siapa.

"Mumpung tangan gue nganggur," kata cowok di sebelahnya mencari alasan.

"Sekalian, mumpung hati gue nganggur, kalo lo tempatin kayaknya bakalan lebih bagus deh."

Alesha mendengus kesal dan mempercepat langkah kakinya menjadi setengah berlari. Nggak kemarin ataupun sekarang, sifatnya itu nggak berubah-berubah. Tobat dikit napa, perempuan masih banyak nggak dia aja.

Haga ikut menyeimbangkan langkahnya namun tidak berlari. Ia cukup melangkahkan kakinya dengan sedikit lebih lebar membuat lelaki itu masih berjalan santai di sebelah Alesha. Malah kini ia sendiri yang mulai kehabisan nafas.

"Mau digendong nggak?" Tawar cowok di sebelahnya yang membuat cewek berkuncir kuda itu lama-lama geram dibuatnya.

"Gila lo!"

"Nggak papa gila, asal gilanya gara-gara lo," Haga menjawab dengan sedikit tertawa, sepertinya hobi baru yang ia miliki adalah mengusili dan menggoda dirinya. Harusnya cowok itu sadar kalau dirinya tidak sama dengan kebanyakan wanita yang tersipu saat digoda. Gini kan bawaannya pingin nendang cowok itu jauh-jauh sampai nyasar di planet yang isinya alien. Sekalian tuh biar jatuh cinta sama makhluk sana.

Alesha memutuskan untuk diam. Melangkah seperti biasa tanpa menghiraukan omongan cowok di sebelahnya yang sedari tadi berbicara berpuluh-puluh paraghraf.

Ini cewek apa cowok sih, omongannya ngalir mulu, batinnya kesal. Ingin sekali ia menutup mulut cowok itu dengan isolasi kertas di rumahnya. Kebetulan stoknya masih banyak.

"Eh, lo tadi ngapain ke ruang guru?" Tanya Haga.

"Ketemu calon suami!" Jawab cewek itu kesal tanpa memikirkan ulang jawabannya. Beberapa saat ia bungkam, begitupun dengan cowok tinggi di sebelahnya.

Sebentar, dia tadi ngomong apa? Calon suami? Tobat Alesha. Setelah menyadari perkataannya, ia jadi salah tingkah sendiri.

"Nggak, gue canda." Tanpa basa basi, ia langsung berlari menuju kelas yang jaraknya tinggal beberapa meter lagi. Mau disembunyikan dimana wajahnya kalau begini.

Haga masih berjalan santai menuju kelas sambil menatap punggung Alesha yang menjauh dan hilang di balik pintu.

"Untung canda. Kan kalau gini masih ada kesempatan."

DindingSemu

Kelas milik Alesha kini sedang dihebohkan dengan kertas ulangan yang telah dikoreksi oleh Arka. Tak tanggung-tanggung nilai mereka bahkan tidak ada yang mencapai angka sembilan, kecuali Alesha. Cewek itu sendiri yang membagikannya, jadi ia mengetahui berapa nilai yang diperoleh oleh kawan sebayanya.

Arka memang suka membuat soal yang beranakpianak. 10 soal dengan setiap soal terdapat 5 abjad. Ia menyuruh murid-muridnya untuk menjawab 5W + 1H yang kemudian dijabarkan minimal satu soal satu paraghraf. Apabila soal itu mengenai perhitungan, ada 5 opsi yang dinilai. Keterangan, rumus yang dipakai, cara menghitung, hasil, dan kesimpulan.

"Ish, Pak Arka pelit banget kalo ngasih nilai," adu Hana sambil melipat kertas ulanganya menjadi kecil lalu dimasukkan ke dalam tempat pensil. Katanya sih biar nggak diliat Ibunya.

"Pak Arka nggak salah. Lo yang salah kurang pintar, bodoh!" Mika tertawa, walaupun cewek itu tidak mendapatkan nilai di atas sembilan, namun nilainya tidak separah Hana yang mendapatkan nilai enam.

Alesha hanya diam, ia menyelipkan kertas ulangannya di antara lembaran buku tulis fisika. Cewek itu memang sangat menggemari dunia hitung-menghitung sedari SMP.

Ia memutuskan untuk tidur sebentar sebelum pelajaran selanjutnya dimulai. Kemarin ia begadang sampai jam sebelas untuk mengerjakan tugas dari gurunya itu. Enam puluh lima soal yang memusingkan.

Beberapa menit kemudian seorang guru masuk membuat suasana di dalam kelas mendadak hening seketika. Alesha yang merasakan sesuatu yang aneh pada kelasnya langsung mengangkat kepala dan memperhatikan seorang guru tengah berdiri di sebelah meja guru dengan tatapan datar.

"Yang belum mengumpulkan lembar jawaban, mohon segera dikumpulkan sekarang." Ia mengucapkan kata sekarang dengan penuh penekanan.

Alesha kini menghembuskan nafas lega. Pasalnya, istirahat tadi ia telah mengumpulkannya sesuai apa yang diminta pria itu, Arka. Pesan itu disampaikan lewat ketua kelas dan disalurkan melalui chat pribadi dengan korban.

"Harusnya kalian terlambat beberapa menit dari waktu yang ditentukan." Arka menerima kertas folio dari beberapa muridnya dengan wajah seakan menyimpan kekesalan.

Sebelum pria itu melangkah kembali menuju ruang guru dan bersiap-siap untuk mengajar di kelas selanjutnya. Ia sempat menyampaikan sebuah pesan, "Saya juga tidak suka dengan murid yang tertidur di kelas."

Alesha mengerutkan keningnya. Pria itu lagi nyindir dia ya. Duh, mohon maaf nih, Pak. Ia tidur pun karena kemarin malam sempat lembur dari tugas yang pria itu beri. Sabar Alesha, sabar. Nggak boleh mbatin atau ngumpatin guru, nanti ilmunya nggak bisa bermanfaat di dunia percontekan.

Tapi, memang ia pernah menyontek?

Kalau kamu suka dg bab ini, Jangan lupa klik (⭐) di pojok kiri bawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau kamu suka dg bab ini,
Jangan lupa klik (⭐) di pojok kiri bawah

Stay tuned for the next chapter,
See u~

901 word

Dinding SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang