X : Panggilan atau Sindiran?

40 8 3
                                    

Alesha kini sedang berjalan santai menuju ruang perpustakaan dikarenakan panggilan mendadak Arka yang disampaikan lewat murid yang tak sengaja lewat di depannya.

Harusnya dirinya bersyukur karena pria itu memanggilnya secara tidak langsung. Harusnya ia bersyukur karena pria itu tidak menampakkan wajah datarnya saat memanggil. Sekali lagi, harusnya Alesha bersyukur.

Namun menurutnya, bagaimana bisa bersyukur jika ia harus menerima panggilan dari Arka yang merupakan guru paling serius selama ia menempuh pendidikan di SMA ini. Walaupun, pria itu baru mengajarnya pada saat kelas dua belas.

Ada tiga kemungkinan yang bisa diprediksi detik ini, yaitu kabar mengenai nilai buruknya, mengenai sikapnya beberapa hari yang lalu, dan yang terakhir mengenai kue pemberian ibunya, Aina.

Kalau mengenai kue, harusnya Arka bersyukur karena mendapar kue gratisan!

Bagaimanapun, makanan gratis memiliki tingkat kenikmatan di atas rata-rata. Lagipula, Aina memasaknya dengan penuh cinta, meski satu dari 3 macam brownies yang ia buat terpaksa berakhir di mulut orang asing.

Namun, jika dihitung menggunakan rumus peluang, sepertinya kabar mengenai nilai buruk memiliki presentase lebih tinggi dibanding lainnya. Padahal, nilai ujian fisika baru-baru ini belum dibagikan.

Lalu, jika dirinya dipanggil untuk membawa kertas itu ke kelas, kenapa tidak memanggil ketua kelas atau pengurus kelas yang lain.

Ish, pikiranku kacau!, ia mengusap wajahnya kasar.

DindingSemu

Alesha kini sedang terduduk rapi di depan Arka yang sedang menatapnya datar. Saking datarnya, Alesha selalu beristighfar tiap detiknya, barangkali ia punya dosa yang terbaca atau diketahui oleh pria muda ini.

Alesha berjalan menuju perpustakaan dengan langkah kaki yang terkesan santai, tapi mengapa jantungnya lebih mirip seperti orang yang baru saja lari-larian.

Masa' aku jatuh cinta sama tatapan datarnya Pak Arka, reflek ia menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. Gawat, mulai detik ini, sepertinya dia perlu ke psikolog untuk tes kesehatan mental dan pikiran.

Arka menyerahkan lembar jawaban dengan identitas namanya. Jantungnya mulai berdegub kencang seperti usai lari selama seminggu nonstop.

Ih, masa' harus jatuh cinta sama kertas ulangan sih. Sadar Sha, sadar! Cogan di sekolah itu banyak, Alesha menghela napas panjang. Ternyata efek dari sebuah kertas dengan coretan tinta merah bertuliskan angka 'tujuh puluh dua' itu sukses membuat hatinya ambyar seketika.

Ternyata rumus peluang yang ia hitung di luar kepala saat perjalanan menuju kemari memang sangat nyata. Girolamo Cardano membuktikan kejeniusannya lewat penemuan rumus ini yang tidak perlu diragukan lagi.

"Saya tidak menyangka nilaimu akan jatuh seperti ini," ucap pria itu santai. Cukup santai hingga membuat Alesha tidak berani membuka mulut untuk sekadar menjawab 'maaf' atau pernyataan penyesalan lainnya.

"Saya yakin, luka goresan itu tidak dalam hingga membuat otakmu tergores atau bergeser beberapa mili, right?" Arka melihat sekilas luka muridnya itu yang kini sudah terbuka dan tidak tertutupi plester lagi.

Alesha gagal paham, ia mengerutkan keningnya sambil menatap dalam wajah Arka. Mana ada luka gores yang bisa buat manusia jadi geger otak.

"Saya masih ingat kok, Pak, materi yag diajarkan terakhir,"

Arka menghela napas pelan. Ia meletakkan 3 tumpuk buku paket fisika dari penerbit yang berbeda.

"Saya menyayangkan otak cerdas kamu. Saya harap luka sepele itu tidak membuatmu lebih turun lagi." Pria itu melangkah keluar ruangan dengan sedikit angkuh, menurut pandangan Alesha.

Otak doang yang disayang, akunya enggak.

Jeda 3 detik,

"Apa sih, semakin ke sini, otak ini semakin kegeser, ada benernya omongannya Pak Arka."

Lagian, ini semua itu awalnya dari Pak Arka juga. Tidur kemalaman, nggak boleh tidur di kelas, pas tidur di rumah malah kena tas yang isinya berat sampai begini.

Alesha membuka buku paket yang memiliki tebal hampir sama dengan novel sci-fi-nya. Kira-kira 500 lembar. Saat ia hendak membuka buku paket yang terakhir, sesuatu meluncur menuju kakinya. Ia memungut kertas tersebut dan membacanya saat ia sudah merasakan posisi duduk yang nyaman.

Dengan cepat, Alesha meraih nilai ulangannya yang sengaja diletakkan Arka di meja bulat ini. Matanya menatap bergantian antara kertas ulangan dan kertas yang jatuh tadi.

Tunggu, mengapa kertas ini bisa terselip di antara buku paket seperti ini. Di sana tertulis tulisan tangan berbolpoint merah tentang pembenaran soal ujiannya. Lalu, kenapa hanya ia yang diberi?

 Lalu, kenapa hanya ia yang diberi?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dinding SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang