Part 2

3.7K 366 10
                                    

Aku membolak-balik tubuhku, mencoba untuk mencari posisi yang nyaman. Namun aku tetap tidak bisa memejamkan mataku. Aku menatap jam yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Berbagai cara sudah aku lakukan, tapi aku tetap tidak bisa tidur.

Aku mengambil ponselku dan membuka chatku dengan San.

Rina
Aku gak bisa tidur.
Kamu kapan pulang?

Satu menit.

Dua menit.

Lima menit.

Bahkan sampai satu jam kemudian pun San tidak membalas pesanku. Aku mendengus kesal dan beralih menyalakan tv untuk menonton drama.

Aku terus menonton sampai seseorang masuk ke dalam kamar dan menatapku tajam.

"Kamu gak tidur?"

"Aku gak bisa tidur San," cicitku.

"Aku mandi dulu," ucap San.

Tak lama San keluar dari kamar mandi dengan piyama tidurnya. Ia membaringkan tubuhnya di sebelahku dan menarikku ke dalam pelukannya.

"Bentar lagi subuh," ucapku.

San menghela napasnya.

"Kenapa gak tidur sih? Gak baik buat kesehatan kamu tau," bisiknya. Aku semakin mengeratkan pelukanku.

"San, aku laper," ucapku pelan.

"Mau makan apa hmm?" tanyanya lembut. Tangannya mengelus punggungku membuat aku merasa nyaman.

"Makan kamu. Boleh?"

San menatapku terkejut. Aku memainkan jariku di dadanya, membentuk pola-pola abstrak. San beranjak menindih tubuhku.

"Kamu serius kan? Gak ngeprank aku?" tanyanya memastikan.

Aku tertawa. Aku memang pernah mengerjai San dengan berkata bahwa aku menginginkannya. Aku sengaja menggodanya lalu ketika ia sudah tergoda, aku berkata bahwa aku mengantuk dan meninggalkannya tidur.

"I love you San," ucapku lembut kemudian mulai mencium bibirnya.

***

Aku memuntahkan semua isi perutku di closet. San di belakangku membantu memijat tengkukku.

Ini sudah keempat kalinya aku muntah hari ini. Entah kenapa, bayi dalam perutku agak rewel. Semua makanan yang aku makan akan langsung keluar begitu aja membuat tubuhku lemas.

"Udah?"

Aku mengangguk lemah. San langsung menggendongku dan membaringkanku di tempat tidur. Ia mengoleskan minyak kayu putih di perutku sambil mengajak anak kami berbicara.

"Masih mual?" tanyanya lembut.

Aku merentangkan tanganku, memintanya untuk segera memelukku. San menaruh minyak kayuh putih di nakas lalu memelukku.

"Kamu minum teh jahe ya? Dari tadi gak ada satupun makanan yang masuk," ucap San khawatir.

"Aku gak suka. Mau tidur aja," ucapku manja.

"Biskuit mau?" tanyanya masih berusaha.

"Gak mau hiks."

Entah kenapa, aku malah menangis dan memeluknya semakin erat. San menghela napasnya dan menepuk-nepuk pantatku agar aku segera tidur. Namun bukannya tidur, aku malah memikirkan burger yang tiba-tiba saja melintas di pikiranku.

"San, cheeseburger enak deh kayaknya," ucapku.

"Kamu mau?" tanya San.

"Takut mual lagi."

"Coba dulu ya? Aku pesenin nih?"

Aku mengangguk dan membiarkannya memesan makanan untukku. Sembari menunggu makanan sampai, aku dan San menonton orang menyusun mainan bongkar pasang di YouTube.

"Kita belum punya seri ini. Mau beli gak?" tanya San.

"Mau. Tapi kamu yang pasang ya? Aku maunya liatin aja," ucapku.

"Iya nanti aku yang pasang. Mau nonton apa lagi?"

Aku memencet video orang sedang main masak-masakkan tapi makanannya bisa dimakan.

"Sayang, aku mau nyoba ini deh," ucapku.

"Itu bisa dimakan?" tanyanya kaget.

"Bisa. Bukannya kamu udah pernah nonton?"

"Belum deh kayaknya."

Percakapan kami terputus begitu telepon San berdering. Ia mengangkatnya dan langsung beranjak keluar. Tak lama, San kembali masuk ke dalam kamar dengan burger yang sudah dipotong-potong dan dipindahkan ke piring.

"Ayo makan dulu."

Aku duduk bersandar di kepala ranjang dengan San yang duduk di sebelahku. Ia mulai menyuapi ku potongan burger itu.

Aku membekap mulutku dan segera berlari menuju kamar mandi. Aku kembali memuntahkan isi perutku hingga tubuhku benar-benar lemas. Untung saja San dengan sigap kembali memegang tubuhku agar tidak ambruk.

"Gak bisa juga hiks," isakku.

San menggendongku dan mendudukkan ku di pangkuannya. Ia mengusap lembut perutku. Ajaibnya, rasa mualku berkurang berganti rasa nyaman.

"Masih mual?" tanya San lembut.

"Pas kamu usap-usap mualnya hilang masa," jawabku.

"Ya udah kamu makan gih. Aku usap-usap perutnya biar gak mual," saran San.

Dengan ragu, aku memasukkan potongan burger ke mulutku. Sepertinya tindakkan San itu berhasil. Selagi aku makan, tangan San tak berhenti bergerak mengelus perutku. Bahkan, ia menundukkan kepala dan mengajak anak kami berbicara.

Aku berhasil menghabiskan cheeseburger ku. San mengambil piring itu dari tanganku dan menaruhnya di meja nakas. Ia menyodorkanku segelas air putih yang langsung aku minum hingga tandas.

"Makasih Papa."



Husband Series | Choi SanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang