Chapter 14 ~ Rapuh

3K 355 105
                                    

Apa yang kau kasihani dari sebongkah batu?
Kesendiriannya! Hanya mampu berdiam diri di tempat yang sama.
Menerima segala panas dan hujan bak cercaan.
Menunggu waktu untuk menjadi kepingan, hingga lebur tak tersisa.
Seperti diriku!
(Birendra Sadhana)

🍁🍁🍁

Ini adalah hari keenam Ganesh mengabaikannya. Lagi-lagi sapaan dari Birendra bak angin berembus begitu saja, tiada balasan. Entah apa yang sudah dikatakan oleh Radit pada Ganesh karena sejak kejadian itu kakaknya hampir tak pernah membalas saat Birendra menyapa.

Kesehatan Birendra membaik setelah dua hari izin untuk tidak mengajar. Dia istirahat total berkat sang mama yang memanggil dokter keluarga. Beberapa larangan pun disampaikan oleh sang dokter.

Tidak boleh terlalu lelah, hindari stres berlebih, hindari makanan berlemak dan pedas. Namun, bagi Birendra semua yang diucapkan oleh sang dokter adalah sepaket. Paket komplit yang sangat sulit untuk dihindari.

Kali ini saja dia sudah stres menghadapi kakaknya. Berkali-kali mencoba untuk tetap seperti biasa, nyatanya sang kakak terus menghindar.

"Mas Ganesh lagi sibuk?

"Hm." Sebuah perkembangan kakaknya menjawab meski hanya bergumam pelan.

"Oh, ya udah, Bi mau ke kamar saja. Maaf sudah menganggu." Canggung, seperti berhadapan dengan orang baru. Itu kesan yang tampak saat ini.

Bungsu dari Keluarga Wardhana itu akhirnya memilih untuk tetap menyibukkan dirinya. Di kamar, dia menatap layar laptop dengan konsentrasi.

Naskah yang dihadapi kali ini benar-benar membuatnya berdecak kesal. Dibukanya kembali kamus KKBI online untuk memeriksa baku tidaknya kata yang dilihatnya itu.

Belum lagi penggunaan tanda baca yang kurang sesuai di beberapa kalimat. Sisi baiknya adalah dia tidak menemukan typo atau salah ketik di dalam naskah itu.

Diliriknya jam digital yang tertera di ponsel, lima belas menit lewat dari tengah malam. Birendra mengemas beberapa buku dan jurnal mengajarnya ke dalam tas. Lelaki itu mengernyit saat menemukan benda yang bukan miliknya.

Sebuah hard disk eksternal, ditariknya dan dipandangnya dengan seksama. Milik siapa? Birendra menepuk jidatnya saat melihat angka dan kode yang menandakan benda itu adalah inventaris sekolah.

Biredra baru ingat bahwa Pak Tjah yang memberikan hard disk eksternal tersebut. Kepala sekolah itu memintanya untuk membuat proposal kegiatan pekan bahasa yang akan diadakan bulan depan. Kebetulan Birendra diberi mandat untuk menjadi sekretaris.

Malamnya makin panjang, dia lembur untuk menyelesaikan proposal tersebut karena ingat deadline yang diberikan adalah hari ini.

🍁🍁🍁

"Ma ..., Mama? Bi berangkat dulu. Sudah telat." Birendra berteriak dari tangga dan tak melihat bahwa ayahnya sudah ada di meja makan.

"Waktumu untuk keluarga sudah banyak berkurang. Kamu bahkan sudah jarang bergabung untuk makan malam dan sarapan, Nak. Sesibuk itukah menjadi guru?"

"Maaf, Yah! Hari ini Bi piket, jadi harus lebih pagi."

"Coba saja kamu menuruti kemauan Ayah. Sudah pasti kita akan selalu sarapan bersama. Tawaran Ayah masih belum berubah. Berhenti jika sudah tak bisa membagi waktu!" Tegas, tanpa tedeng aling-aling.

"Maaf! Bi berangkat, Asalamualaikum." Birendra menghampiri seluruh keluarga untuk berpamitan, tak terkecuali sang kakak, meski memberikan tangannya untuk disalami tetap saja wajahnya tak memandang Birendra.

Déanach ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang