Diary

48 5 0
                                    

Selepas mengantar Andre aku kembali ke dalam dan duduk di sofa ruang tamu. Aku memikiran Andre sejak tadi, ada apa dengannya kenapa tiba-tiba Andre bertingkah aneh hari ini? Aku meregangkan tubuhku kemudian menyandarkan punggungku di sandaran sofa. Mataku tak sengaja menangkap pada sosok perempuan tua yang sedang membersihkan lemari dekat ruang tamu sambil membawa kemoceng dan sapu di tangannya, rambutnya dihiasi dua warna dengan dominan warna putih, dia pembantu baruku. Aku memperhatikan sosoknya dari jauh mencari-cari keanehan yang ada padanya tapi nihil, aku tak menemukan apapun. Lalu apa yang ada pada wanita itu sehingga Andre memandanginya cukup lama? Bunda tiba-tiba datang melenyapkan lamunanku

"Ehh.. Audy udah selesi buat PR-nya"

"Udah kok Bun, tadi Andre titip salam ke Bunda. Pas Andre pulang Bunda ada di kamar soalnya"

"Oh iya, itu pembantu yang Bunda bicarain tadi pagi" Bunda menunjuk ke arah pembantu itu "Namanya Bi Ijah dia akan tinggal disini sama kita. Selain Bi Ijah ada lagi tukang kebun, khusus untuk mengurus kebun dan menyapu di halaman. Dia hanya dateng untuk mengurus kebun kemudian pulang lagi. Namanya Pak Bejo"

Aku hanya manggut-manggut mendengarkan Bunda. "Ayah kok belum pulang Bun?"

"Ayah lagi di perjalanan mau pulang. Bunda sempet telpun dan katanya tadi Ayah masih cariin tempat buat bunda jualan. Kamu tau nggak tempatnya dimana?"

Aku menggelengkan kepala. "Tempatnya deket sekolah kamu"

"Wah jadi aku bisa dong mampir sepulang sekolah"

"Bisa tapi cuma sebentar aja ya, kamu harus pulang istirahat, buat tugas dan sekalian jaga rumah"
Walaupun ada pembantu tapi bunda memang tidak pernah mempercayakan rumah begitu saja pada orang baru. Selalu begitu, setiap kali pindah rumah dan mempekerjakan pembantu bunda selalu was-was. Aku paham betul sifat bunda yang seperti itu.

"Ya udah mending sekarang kamu makan siang dulu. Bunda ngantuk, mau tidur dulu di kamar"
Bunda pergi dan melenggang masuk ke dalam kamar sedangkan aku ke dapur untuk makan siang.

***

Aku merebahkan tubuhku di atas kasur. Aku mengedarkan pandanganku ke setiap penjuru kamar ini. Aku melihat korden yang terbang tertiup angin, balkon yang ada di kamar, melihat lemari disamping tempat tidur, kamar mandi yang ada di samping lemari. Kenapa aku merasa ada yang aneh dengan kamar ini? Aku kembali melihat-lihat kamar dan mataku kini tertuju pada satu objek di atas nakas, disamping ranjang. Buku bersampul merah darah yang aku temukan tempo hari saat sedang membersihkan ruang musik. Aku mengambil buku itu kemudian merubah posisiku yang semula rebahan menjadi terduduk. Aku membuka halaman pertama buku itu, disana terdapat sebuah nama yang ditulis dengan huruf besar, ukuran besar dan dengan tulisan yang tak kalah cantiknya, terletak garis tengah, Kiana Wijaya's Diary. Jadi buku ini milik seseorang yang bernama Kiana. Lancangkah jika aku membacanya karena ini adalah sebuah diary?

"Ah, lagian juga pemiliknya nggak tau" gumamku, seperti biasa aku lebih memilih meng-iya-kan rasa kepoku. Aku membuka lembaran selanjutnya disana terdapat sebuah foto. Foto dua orang yang tersenyum ke arah kamera, duduk di ruang tamuku dengan pria yang tampak merangkul wanita disebelahnya dengan sedikit uban yang menghiasi rambutnya. Aku membaca tulisan yang berada di bawah foto.

Ayah & Bunda

I can't explain how much I Love You.  Dady, you are my hero. Mom, you are my angel. Thank you for being excelent parents. Thank you for your love, and thank you, thank you, thank you thousandfold for everything that you have given to me. I Love You ❤

Tanpa terasa bibirku tersenyum membaca tulisan tersebut. Kulanjutkan membuka halaman kedua, ketiga dan seterusnya. Buku itu terus membahas tentang kedua orang tua si pemilik. Kemudian saat membuka halaman ke-10 ada foto lagi disana. Foto gadis yang mengenakan seragam sekolah sedang berada diatas panggung sembari bersalaman dengan seorang pria-kupikir itu juri- dan pria itu tampak menyerahkan sebuah piala dan sertifikat. Hal yang bisa aku tangkap dari foto itu adalah gadis itu memenangkan sebuah lomba. Gadis ini, sepertinya aku kenal. Ah ya, aku ingat, gadis yang sama yang aku lihat pada foto yang ada di lemari bajuku waktu itu, saat pertama kali aku datang kesini. Gadis ini juga yang fotonya bersama orang tuanya aku temukan di ruang musik. Oh jadi gadis ini bernama Kiana? tanyaku yang lebih tepat seperti pernyataan, gadis yang aku duga pasti anak dari pemilik rumah ini sebelumnya, di bawah foto itu terdapat tulisan.

Kolam BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang