Karena cinta yang baik harus bisa mengikhlaskan dengan baik
-sandyakala*****
"Nangis dulu gapapa."
Begitu kata terakhir yang dapat geya dengar sebelum akhirnya dia jatuh diantara pundak dan lekuk tubuh laki-laki itu. Menenggelamkan wajahnya dengan isak tangis yang tidak bisa Geya sembunyikan lagi.
Ada sesak yang yang kini melonggar seiring dengan tangis Geya yang kini semakin kencang. Tangan yang sedari tadi saling bertaut perlahan menaik, melingkari pada pundak laki-laki di hadapannya. Membalas pelukan dengan tak kalah eratnya.
Rasa sesak yang dari semalam menumpuk menguar seketika ketika dia menemukan pelukan itu, wangi parfum yang menenangkan, serta usapan di punggungnya yang seakan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.
Geya menghirup banyak-banyak wangi yang menguar dari hoodie yang di pakai pemuda di depannya sebelum mengurai pelukannya.
"Maaf ya hodie lo jadi basah gara-gara gue." Geya terkekeh singkat di antara kesibukan nya mengusap jejak air mata di antara kedua pipinya.
"Santai aja, nanti juga kering kok." Ucap lelaki yang masih setengah berdiri di hadapannya saat ini, yang terus memperhatikan Geya dengan intents ketika merapikan anak rambut yang mencuat.
"Gini nih,". Tangan Kanan Panca terulur untuk merapikan rambut Geya yang terurai lalu mengusapnya dengan perlahan. Tangan kirinya mengambil ujung rambut Geya kemudian menunduk untuk menghirup dalam-dalam.
"Rambut lo wangi Ge,"
Geya menaikan pandangannya bersamaan dengan Panca yang menatapnya dalam-dalam. Tatapan dari iris coklat legam itu mampu menyihir Geya untuk sepersekian detik sebelum—
"Gue suka." Ucap panca pelan.
Geya memalingkan wajahnya, kembali menatap bahu tegap dengan balutan hodie hitam kebesaran yang sedikit basah oleh bekas jejak air matanya.
" Pft, salting nih." Panca menahan tawa melihat wajah Geya yang menegang. Geya mendorong dadanya menjauh dan memberi tatapan sinis.
"Becanda Ge." Lelaki itu kemudian duduk di depan Geya menghadap tanaman-tanaman kecil di hadapan rumah Geya. Matanya terpejam, kepalanya menengadah, kedua tangan nya dipakai menyangga berat badan nya. "Sekarang ceritain apa yang jadi beban lo sekarang."
"Dia selingkuh," Sesaat Geya menatap panca yang masi tak bergeming di tempatnya, sebelum kemudian mengalihkan pandangan ke arah pagar rumah yang langsung terlihat Ducati Panca terparkir rapi di depah rumha Geya.
Lelaki itu masih diam dengan posisi yang sama, tapi Geya tau dia mendengarkannya dengan seksama.
"Gue gak ngerti kenapa harus dia yang bilang sendiri ke gue. Gue lebih baik tau dari krang lain dari pada harus dari dia sendiri. Sakit nya itu loh lebih bikin sekarat." geya menghela nafas berat.
"Gue belum bisa terima kalo dia udah ada yang lain."
"Gue kurang apa sih, perasaan 2 tahun terakhir gue gak pernah aneh-aneh deh. Terus akhir-akhir ini dia suka tiba-tiba ngilang, terus tiba-tiba muncul lagi, lalu kemarin dia yiba-tiba minta ketemu. Terus putusin gue. Semuanya tuh terlalu mendadak banget gak si." Geya menghela nafas lelah. Sesak itu kembali muncul, namun tidak se sesak semalam. Mungkin karena pelukan darinpanca membuat sebagian sesaknya hilang.
"Gue ngerasa effort yang udah gue kasih ke dia tuh percuma."
"Revan selalu minta gue untuk jaga jarak sama kalian, katanya kalian itu gak semuanya baik sama gue."
"Terus lo nurut aja?" Panca menoleh ke arah geya sebelum menutup kembali k eposisinya yang semula.
"Ya gue nurut lah, dia kan pacar gue. Gak ada alasan gue buat nolak. Bahkan waktu itu gue rela sampe jarang main sama kalian. Karena gue rasa setelah adanya dia gue gak butuh temen banyak." Geya menyesal telah melewati berbagai momen kebersamaan nya bersama 5 sekawan, Dikta, Serin, Samita, Brady, dan Panca adalah sahabat tak terpisahkannya Geya. Di mulai dari kelompok MPLS di hari pertamanya ia masuk sebagai murid baru di SMA Rancang Kencana dua tahun lalu. Hingga saat ini grup yang beranggotakan 6 orang itu menjadi sahabat tak terpisahkan.
"Sampe sini gue menyimpulkan hubungan kalian udah toxic sih dari awal juga. Gimana dia bersikap sama lo, dari gimana dia ngekang lo, sampe lo gak di bolehin terlalu deket sama kit-kita." Panca menoleh ke arah Geya, lalu tangan nya bergerak untuk mengambil minumannya yang mungkin sudah tidak sedingin tadi, kemudian meminumnya hingga tersisa seper empatnya. "Udah paling bener sih kalian putus."
T
atapan geya kemudian menaik, meliah gumpalan awan yang tadi abu-abu kini menjadi putih bersih dengan latar langit biru dan matahari yang kian menaik.
"Gue rasa ada yang belum selesai di antara gue sama dia. Karena mungkin orang tua gue tau dia, dan udah nitipin gue sama dia." atau mungkin karena malam aniversary itu gue relain apa yang seharusnya gue jaga.
Namun kata itu hanya bisa sampai di tenggorokan, terpaksa Geya telan dan tidak sempat terucapkan, mungkin memang tidak akan pernah terucapkan.
"Move on aja si Ge. Lo tuh terlalu berlebihan dalam menyikapi perasaan. Harusnya lo lunya kontrol atas perasaan lo sendiri." Panca kemudian meletakan minuman yang sedari tadi dia pegang ke sisi kiri badannya.
"Gue pengen banget bisa move on dari dia. Tapi lo tau sendiri kan. Gue pacaran sama Revan bukan seminggu dua minggu, tapi ini udah hampir mau 2 tahun loh. Susah buat gue bisa biasa aja sama dia dalam waktu singkat, kaya dia bisa biasa aja sama gue." Lagi dan lagi Geya menghela nafas lelah. Lelah berperang dengan hati dan fikirannya sendiri.
"Gue emang bego banget sih. Cuman gue kayaknya yang terlalu cinta sama dia sedangkan dia biasa aja sama gue. Bahkan terkesan kayak gue yang terlalu ingin sama dia."
Geya menunduk, di hadapannya kali ini bukan masalah biasa, dia harus bertarung dengan rasa kecewa dan trauma yang entah sampai kapan Geya akan sembuh.
"Pernah denger gak katanya cinta yang baik harus bisa mengikhlaskan dengan baik." Ucap Panca.
Geya termenung. Iya juga ya.
Hatinya berkata bahwa mungkin tidak ada salahnya jika dia belajar mengikhlaskan Revan, mengikhlaskan separuh dari dirinya yang sudah hilang sekalipun itu akan sangat berat untuk di jalani, tapi jika tidak mencoba sekarang mungkin dia tidak akan bisa sepenuhnya terlepas dari borgol masa kelamnya.
Mungkin memang sudah jalannya seperti ini. Mungkin memang Geya harus bisa lebih bersikap dewasa kali ini dengan tidak berlebihan menyikapi perasaan, seperti kata Panca.
"Butuh bantuan buat move on ga?." Panca menatap Geya dengan sorot paling misterius yang pernah Geya lihat. Sorot yang menenangkan sekaligus mengintimidasi dalam satu waktu. Dan sayangnha Geya tidak bisa mendeskripsikan nya. "Gue siap kok jadi Obat buat lo."
*****
Hii
Selamat malam selasa
Semakin lama semakin sayang JIAKHHJANGAN LUPA VOTE NYA YAAA
I HOPE YOU ENJOY THIS STORY
LOVE YOUU ALL 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
SANDYAKALA
Random17+ [Terdapat umpatan dan kata-kata kasar] Bijaklah dalam membaca! **** Geya Maheswari, si gadis manis dengan lesung pipit yang akan muncul otomatis jika tersenyum. Awalnya Geya pikir hidupnya sudah sempurna dengan adanya Revan Sadewa di hidupnya...