Tiga Puluh Lima

181 29 5
                                    

Sudah hampir seminggu lebih Mahera di rawat dan belum ada perkembangan yang signifikan. Reno selalu saja datang menemui Denar ketika di rumah bahkan menitipkan pesan kepada Rini. Mengenai pendonoran darahnya untuk Mahera. Dan selama itu juga, Denar masih terus berpikir untuk mendonor kan darah pada Mahera. Pada akhirnya hati kecil Denar berkata.

Tepat hari ini Denar penasaran bagaimana keadaan Mahera.
Ia baru saja sampai di rumah sakit—tempat di mana Mahera dirawat. Buru-buru Denar menanyakan di mana ruangan Mahera pada resepsionis, sebelum salah satu teman Mahera memergoki dirinya berada di rumah sakit. Ketika Denar sampai di depan kamar rawat Mahera. Tangan kanan yang sudah memegang gagang pintu berhenti. Ia terdiam, ragu untuk masuk. Dan perasaan ragu itu ternyata tidak salah.

"Kita bicarakan saja di luar kamar, agar pasien dapat istirahat." Reno dan Dokter pun membuka pintu dan keluar dari ruang ICU. Denar melangkah cepat mencari tempat untuk bersembunyi.

"Jadi bagaimana, Dok?"

"Pasien harus segera mendapatkan donor darah. Namun untuk saat ini stok darah sedang habis. Dan kami sedang berusaha mencari kan darah untuk Mahera."
Reno mengangguk kan kepala.

"Kalau bisa ada keluarga yang mendonorkan darah. Agar pasien dapat cepat tertangani. Apakah tidak ada keluarga yang golongan darahnya sama dengan pasien?"

Reno terdiam, tidak tahu harus menjawab. Pada akhirnya ia hanya bisa berkata, "Baik Dok, nanti akan saya tanya kan kepada keluarganya." Dokter mengangguk.

"Kalau begitu saya, pamit."

"Terima kasih, Dok."

"Sama-sama."

Reno memandang ke arah pintu ruang ICU dengan khawatir. Reno takut, jika tak segera mendapatkan donor. Keadaan Mahera akan semakin memburuk. Reno mendesah pasrah, sembari mengusap wajah.

Tepat setelah Dokter yang menangani Mahera berbicara dengan Reno. Denar pun menghampiri Dokter itu.

"Permisi Dok, maaf mengganggu.
perkenalkan saya Denar."

Dokter menyambut salaman dari Denar. "Iya, ada apa ya?"

"Maaf Dok, saya ingin menanyakan bagaimana keadaan Mahera ya Dok?"

"Keadaan Pasien cukup kritis. Pasien harus segera mendapatkan donor darah. Namun untuk saat ini stok darah sedang habis. Dan kami sedang berusaha mencari kan darah untuk Mahera." Mendengar penjelasan dari Dokter, hati Denar terasa sedih.

"Lalu bagaimana, Dok?"

"Kalau bisa ada keluarga yang mendonorkan darah. Agar pasien dapat cepat tertangani." Dokter mengamati Denar dengan saksama. Hati Denar berdesir.

Disisi lain, Davindra menarik lengan Dearni ketika Dearni hendak menuju ruang ICU. Dearni menatap Davindra bingung. Sorot matanya bertanya-tanya. Davindra menunjuk sekaligus mengarahkan pandangan ke arah tempat di mana Denar berada. Dearni mengikuti arah pandangan Davindra.

"Itu bukannya Kak Denar?!" pekik Dearni.

Davindra langsung memberikan isyarat agar Dearni tidak bersuara. Dearni mengangguk. Mereka pun segera bersembunyi dari balik dinding agar Denar tak melihat. Davindra melihat Denar dengan mata tajam dan penuh pertanyaan 'Mau apa dia, di sini?'

"Dia mau ngapain ya, kak?" tanya Dearni.

Davindra hanya mengeleng seraya berkata, "Ssst ..." Davindra menempatkan jari telunjuk tepat di depan bibir.

Davindra dan Dearni mengamati Denar dari kejauhan. Dokter dan Denar terlihat berbicara serius. Davindra serta Dearni pun tidak dapat mendengar sama sekali apa yang sedang dibicarakan oleh Denar, karena jarak yang lumayan jauh dari tempat Denar berada.

Lukisan Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang