Three

21 5 1
                                    

"Ayaaahhhhh..............."

Tubuhku terguncang hebat saat melihat wajah ayah harus tersambung dengan banyak selang. Seharusnya hari ini aku menceritakan semua ini pada ayah.

Bahwa Mas Andi sudah jahat. Umm lebih tepatnya sedikit jahat.

Tapi kali ini, ayah tak sadarkan diri.

"Sal, sayang udah"

Angga mencoba menenangkan ku dengan menggenggam tanganku.

Ku hempas tangan kekar itu.

"Gausah panggil aku sayang, aku gak suka sama kamu, karna kamu, ayahku jadi gini"

Aku terus memukul dada bidang Angga. Tak kuasa aku menahan tangis.

Angga memelukku. Aku mencoba mendorongnya. Angga malah semakin kuat menahan. Aku pun pasrah dan menumpahkan semua rasa pedih ini pada Angga.

Dua jam berlalu, aku masih sesenggukan. Dan ayah masih sama. Tak sadarkan diri.

Pikiran ku kalut. Bayang bayang yang tak baik pun berkeliaran di otak ku. Ya Tuhan...

"Sal kita cari makan ya, kamu pucat sekali. Aku takut kamu sakit"

Kami menuju restoran dekat rumah sakit.

"Eh Anggaaaaa...."

Seorang perempuan cantik, bertubuh langsing, tinggi dan berambut panjang itu memeluk erat Angga. Seperti lama tak berjumpa. Mataku kupicingkan.

Kenapa aku sakit melihat adegan itu.

"Lepasin gue Venda!"

Tangan mulus itu terhentak bersamaan dengan suara keras Angga. Aku juga terkejut, dan takut.

Aku memang takut ketika seorang laki laki nada nya naik satu oktaf. Itu bisa membuat bulu kudungku berdiri.

"Oh karna lo punya cewek kampungan ini lo mutusin gue, inget Ngga, urusan lo sama gue belum kelar. Dan lo sampah! Tunggu tanggal main."

Aku hanya mendongak kan kepala ku tanpa berkata apa apa untuk menjawab perkataan pedas cewek gila ini.

Ohh Venda.

   Seorang bernama Venda tadi telah menjambak rambut ku aku meringis kesakitan, ku jambak balik lah. Dan ia mendapat bentak an lagi dari Angga.
Yes, aku menang. Venda kalah telak (ketawa jahat)

Apakah aku tak pantas dengan orang kaya macam Angga? Insecure.

"Sayang maafin aku ya"

Aku hanya mengangguk tanpa membalas ucapan Angga.
.
.
.
.

Genap Satu minggu  ayah masih tak sadarkan diri. Doaku untuk ayah juga tetap mengalir. Semoga ayah cepat sembuh. Dan bisa membantu Salsha berjualan kue kembali.

Malam ini aku sedang duduk santai di dekat kolam menikmati angin yang menerpa. Tadi pagi sampai sore aku sudah menunggu ayah di rumah sakit.

Tapi Mas Andi menyuruhku pulang bersama Angga.

"Sayang, nanti kamu masuk angin. Ayo masuk"

"Enggak Angga, aku mau ngelihatin bintang jatuh."

Angga yang sudah duduk di sebelahku. Ikut melihat ke langit langit.

Ya Tuhan. Ampuni Salsha dan ayah. Serta berkahi Salsha dan orang yang menyayangi Salsha.
Gumamku serius dalam hati.

Tangan kekar Angga menggenggam tanganku.

SANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang