12. Masih di Rumah Rudi

20.9K 1.7K 170
                                    

Suara adzan subuh yang bergema pada applikasi ponsel membuatku terjaga. Salam agak larut mataku terus terbuka. Sulit dipejamkan. Pikiranku selalu saja tertuju pada Abella dan Davin.

Sedang apa keduanya? Apakah mereka baik-baik saja? Apakah Mami mampu mengurus mereka? Lalu apakah Nella masih menginap di sana?

Pikiranku terus saja berkecamuk. Rasa resah, galau, dan rindu pada kedua buah hati menyerbu sukma. Membuatku mood-ku kembali turun.

Lama terbengong akhirnya aku sadar juga jika sedang tidak berada di rumah sendiri. Aku masih tinggal di rumah Mas Rudi. Mantan suaminya Nella. Wanita iblis yang telah memporak-porandakan biduk rumah tanggaku.

Takdir memang aneh. Sekarang aku malah dekat dengan Mas Rudi. Bahkan semalam pria itu menunjukkan perhatiannya padaku. Sebagai wanita dewasa aku merasa tersanjung atas perlakuannya. Namun, aku tidak mau berharap lebih. Fokusku adalah apa langkah selanjutnya. Aku harus bangkit dari keterpurukan.

Aku menggeliat. Melemaskan otot-otot yang tegang. Di sebelahku, Keyra masih meringkuk di bawah selimutnya. Mengesampingkan rasa malas aku bangun dari tidur. Kembali merenggangkan otot sejenak dengan berjinjit dan menaikan kedua tangan ke atas.

Setelah merasa cukup lemas sendi-sendi badan, aku beranjak ke luar kamar. Berniat untuk mengambil air wudhu di kamar mandi.

Kakiku melangkah menuju ruangan yang bersebelahan dengan dapur. Ketika melewati ruang tengah tak sengaja aku berpapasan dengan Rudi. Pria itu sepertinya baru saja ke luar dari kamar mandi. Itu terlihat dari bajunya yang sedikit basah di beberapa tempat. Wajah dan rambutnya juga menyiratkan jika lelaki itu baru saja berwudhu.

Mas Rudi tampak rapi dengan koko dan songkok berwarna putih. Pria itu memandangiku dengan tatapan aneh. Lalu menggeleng pelan dan melempar senyum kecil. Aku sendiri sampai bingung dibuatnya.

Apakah diriku terlihat sangat berantakan karena baru bangun tidur? Atau terlihat cantik alami? Seperti yang selama ini Mas Ferdi lontarkan setiap kali melihatku bangun tidur. Aduh ... kenapa aku jadi GR begini?

Setelah senyum-senyum tidak jelas, tdak lama berselang Rudi lekas berlalu. Sepertinya lelaki itu hendak menunaikan kewajiban dua raka'atnya di masjid terdekat. Aku menduga seperti itu karena terlihat dia melangkah ke luar rumah.

Sungguh sholeh mantan suamimu Nella. Kenapa kamu sia-siakan?

Usai memandangi kepergian Mas Rudi, aku kembali ke niat awal yaitu membersihkan hadas kecil. Namun, begitu menyentuh air hatiku tergerak ingin segera membersihkan badan. Sayangnya udara pagi masih terasa begitu dingin. Maka kuurungkan niat itu. Nanti saja. Sekarang kembali ke niat semula. Wudhu!

Ketika tengah membasuh muka, suara ketukan keras dan panggilan dari Keyra membuatku mempercepat aktivitas.

"Yang ada di kamar mandi, tolong cepat dong! Keyra udah gak tahan nih," teriak Keyra dengan terus mengetuk pintu. Sepertinya anak itu tengah kebelet berat. Sehingga tak sabar menunggu.

Begitu aku membuka pintu, Keyra menatapku aneh. Seperti papanya tadi. Dia juga melempar cengiran kecil.

"Kenapa, Key?" tanyaku penasaran.

"Ah ... tidak," sahut Keyra tetap mengulum senyum. "Cuma lucu aja. Tante Aya pake baju tidurnya kebalik. Hi hi."

Otomatis tanpa berpikir dua kali, aku segera memeriksa baju yang melekat di badan.

Ah ...ya, benar kebalik. Pantas saja tadi Rudi senyum-senyum tidak jelas melihatku. Juga yang pasti rasanya tidak pas begini. Ya ...ampun, kenapa aku jadi teledor?

Masih dengan tersenyum geli, Keyra masuk ke kamar mandi. Meninggalkan aku yang masih terbengong tidak jelas. Setelah tersadar dari lamunan, aku lekas menuju ke kamar Keyra. Langkahku panjang-panjang agar cepat sampai. Malu kalau sampai ada yang tahu lagi. Tapi siapa? Paling Baik Marni. Di rumah ini kan hanya ada tiga orang saja. Yaitu Mas Rudi, Keyra, dan Bik Marni. Begitu tiba di kamar, segera kubetulkan posisi baju.

Ah ... kalau begini kan enak di badan.

Menit berikutnya, sajadah panjang kubentangkan. Saatnya menunaikan kewajiban. Menghadap sang Tuhan untuk memohon ampunan. Serta berdoa kepada-Nya, agar hidupku ke depan jauh lebih terarah. Lalu di akhir doa tak lupa kuselipkan harapan agar lekas dipersatukan lagi dengan kedua buah hati.

💖

Dapur adalah tempat yang kutuju usai melaksanakan shalat. Membantu Bik Marni menyiapkan sarapan adalah hal yang menyenangkan. Karena wanita beruban itu pandai sekali melucu. Sejenak beban yang menghimpit dada agak berkurang mendengar celoteh wanita berlogat jawa itu.

Tak terasa tiga menu sarapan yaitu nasi goreng, dadar telor, dan bakwan jagung berhasil terhidang meja. Aku sendiri kembali menuju ke kamar Keyra untuk mengambil baju ganti yang semalam Rudi belikan.

Ketika tiba di kamar Keyra, terlihat gadis cilik itu sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Dirinya tengah asyik menyisiri rambut hitam legamnya yang panjang sebahu. Keyra duduk menghadap di cermin rias.

Ah ... mandiri sekali bocah ini.

Tanpa disuruh aku menolong bocah itu untuk menyisirkannya. Lalu menyematkan jepitan rambut berbentuk kupu-kupu.

Kalau melihat tampilan Keyra seperti ini, aku jadi ingat Abella. Sedang apa bocah itu? Abell ... Bunda kangen. Aku menghela napas. Selalu saja hatiku sedih jika teringat anak-anak.

Lamunanku terbuat saat mendengar Keyra mengucap kata banyak terima kasih. kalimat itu dengan acungan dua jempol. Bergegas kami ke luar kamar, tapi dengan tujuan yang berbeda. Keyra menuju meja makan, sedang aku beranjak ke kamar mandi dengan membawa baju ganti.

Rasanya ingin cepat ke rumah Ria. Takut gadis itu sudah keburu berangkat kerja. Maka aktivitas membersihkan badan kubuat sekilat mungkin. Bahkan memakai baju pun secepatnya tanpa perlu bercermin dulu.

Usai membersihkan badan, dengan langkah yang tergesa aku menuju meja makan. Rudi dan Keyra tersenyum menyambut. Seperti biasa kupilih kursi di samping Keyra. Ketika tengah mengambil nasi goreng, terdengar pintu rumah diketuk orang.

Dari dapur Bik Marni tergopoh-gopoh menuju ruang depan untuk membuka pintu. Lima menit kemudian, wanita itu menghadap Rudi.

"Maaf, Pak. Ada Ibu Nella sama mantan suaminya Ibu Aya ke mari," lapor Bik Marni sopan.

Seketika aku dan Rudi terperangah mendengarnya.

Next.

Pasca Cerai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang