Part 18. Stilleto Dari Fino

15.4K 1.3K 143
                                    

🌷🌷🌷

Hal pertama yang terlihat ketika tersadar dari pingsan adalah Mas Ferdi. Lelaki itu tengah menatap perhatian. Dia tampak menarik napas lega begitu melihatku membuka mata. Saat kuedarkan pandangan, ruangan ini terasa begitu asing.

"Di-di mana ini?" Aku bergumam lirih.

Ketika berusaha bangkit, aku meringis. Sia-sia. Tubuhku terasa sakit semua saat akan digerakan.

"Kamu sedang berada di rumah sakit. Istirahatlah! Biar lekas pulih," saran Mas Ferdi sambil membantuku kembali berbaring.

Mendengar kata rumah sakit, aku jadi teringat insiden pengeroyokan yang menimpa Fino. Di mana pemuda itu? Apakah dia baik-baik saja? Lalu Ria pun tak terlihat batang hidungnya. Ke mana mereka?

"Siapa yang memberi tahumu, kalo aku di sini, Mas?"

Akhirnya, kuberanikan bertanya. Karena tak mau didera rasa penasaran mengenai keberadaan Fino dan Ria.

"Ria," jawab Mas Ferdi singkat. Masih dengan perhatian dia mengambil segelas air putih di meja. "Kamu pingsan lumayan lama. Hampir satu jam. Nah ... minumlah!" Mas Ferdi membantu mengangkatkan kepalaku untuk meneguk air.

"Makasih," ucapku lemah. Pelan kuteguk air putih pemberian Mas Ferdi. Tenggorokan yang kering langsung basah saat air itu mengalir. Rasa segar mendorongku menghabiskan air di gelas tanpa sisa. "Ahhh ... lumayan membuat segar si putih ini."

Mas Ferdi menyeringai tipis mendengar gumamanku. Pria itu mengembalikan gelas pada tempatnya. Selepas menaruh gelas dia duduk di tepi ranjang. Menggenggam jemariku. "Siapa pemuda itu?" tanya dia selirik. Matanya menatapku lekat.

"Pemuda?" gumamku bingung dengan menyipit.

"Ya, pemuda yang begitu mencemaskan kondisimu. Sepertinya aku mengenal dia," jawab Mas Ferdi terdengar serak. Matanya menerawang jauh, tampak tengah berusaha mengingat sesuatu. Namun, hingga beberapa menit selanjutnya ia menggeleng. Mungkin daya ingatannya melemah, hingga akhirnya hanya bisa mengendikan bahu. "Pemuda itu yang katanya membawamu ke mari bersama Ria," lanjutnya kemudian.

"Oh, itu teman Ria," sahutku langsung tertuju pada Fino "di mana mereka sekarang?"

Mas Ferdi pun lantas bercerita bahwa begitu kedatangannya ke sini, Ria dan pemuda yang tidak ia ketahui namanya lekas berlalu pergi. Namun, Ria sempat pamit kalau dirinya hendak memeriksakan kondisi sang teman yang lumayan babak belur.

"Kurasa mereka ada di ruang inap lain." Mas Ferdi memungkas cerita.

Selang beberapa menit kemudian, datang seorang perawat membawa nampan berisi makanan dan juga obat tentunya. Dengan penuh ketelatenan Mas Ferdi menyuapiku. Terus saja membujuk saat aku enggan membuka mulut. Karena memang lidah ini seperti mati rasa.

"Ayolah, Aya! Minum obatnya. Masa kayak Abella, males begitu." Mas Ferdi berusaha membujukku yang ogah-ogahan meminum obat.

Lelaki itu berusaha menunjukan rasa perhatiannya. Dengan terus siaga merawatku. Hingga malam menjelang, dia sama sekali tidak beranjak jauh dariku. Bahkan ketika kusuruh untuk beristirahat, Mas Ferdi menggeleng. Dia bilang ingin menjagaku. Sekalian perwujudan ungkapan terima kasih karena aku telah bersedia memenuhi amanat Mami.

Keesokan harinya Mas Ferdi bangun kesiangan. Semalaman dia bergadang menungguiku seorang diri. Karena sudah telat masuk kantor, lelaki itu memutuskan untuk absen dari tempat kerjanya.

Kondisi Mas Ferdi tampak begitu berantakan. Kemeja putih yang belum sempat ia ganti kemarin terlihat amat kusut. Mukanya juga terlihat sayu karena sangat mengantuk. Melihat itu kusuruh Mas Ferdi pulang ke rumah untuk beristirahat.

Pasca Cerai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang