Part 14. Seatap dengan Mantan

25.7K 1.9K 255
                                    

Kepergian Mami untuk selamanya sungguh membuat hati Mas Ferdi terpukul. Lelaki itu terus saja meneteskan bulir bening. Sehingga matanya terlihat begitu sembap. Untuk menutupi itu dia memakai kaca mata hitam pada saat proses pemakaman sang ibu.

Pria itu memang terlihat sedikit tegar, tetapi aku yakin hatinya pasti rapuh. Karena Mas Ferdi begitu menyayangi Mami. Pun sebaliknya. Maka tak heran apapun yang dilakukan lelaki itu pasti disetujui oleh Mami. Termasuk saat mengencani Nella dulu. Ah ... sudahlah! Jangan bahas lagi hal menyebalkan itu!

Namun, di upacara pemakaman Mami ada sesuatu yang mengusik penglihatanku. Yaitu saat melihat kehadiran Rudi beserta sang mantan juga bosnya. Si Fino itu. Bagaimana pemuda itu bisa ada di sini? Apakah dia mengenal Mami atau keluarganya? Entahlah, aku tak yakin. Yang bikin dahi berkerut adalah adanya beberapa pelayat yang curi-curi pandang padanya. Fino memang cakep dan keren, tapi tidak seperti juga kali melihatnya. Heran!

Lalu saat perhatianku tertuju pada Rudi dan Nella. Kembali hati ini tergelitik tanya. Apakah keduanya telah saling memaafkan? Dilihat dari sikap Nella yang terus menempel pada Rudi, aku yakin wanita itu ingin kembali membina hubungan. Namun, entah dengan sang pria. Karena terlihat sikap dia datar-datar saja.

Apakah itu tandanya Rudi masih memegang ucapan? Yaitu ingin lekas melupakan sang mantan. Bila iya, kenapa mereka bersama?

Aku tersenyum kecut mendapati kebodohan diri. Kenapa juga harus repot memikirkan urusan mantan pasangan itu. Lagian bukankah beberapa waktu lalu, aku sendiri yang mendesak agar Rudi lekas menolong Nella yang terlunta? Dasar Aya!

🌷

Proses penguburan Mami berjalan dengan lancar. Para pelayat satu persatu meninggalkan areal pemakaman tersebut. Pun dengan keluarga Mas Ferdi. Usai menabur bunga pada gundukan tanah merah itu. Mereka pun lekas menuju mobil untuk kembali ke rumah. Hanya Mas Ferdi saja yang masih setia berjongkok di pusara sang ibu.

Matahari yang mulai menyengat, membuat Davin dan Abella tampak sangat kegerahan. Keduanya sudah merasa tidak nyaman. Bahkan Abella berungkali merengek minta balik juga. Namun, kutahan karena mau menunggu Mas Ferdi.

"Yah, pulang, yuk! Sudah panas banget ini."

Akhirnya, Davin berani bersuara. Bocah kecil itu memegang pundak sang ayah yang masih saja menatap pusara ibunya. Mendapat sentuhan lembut dari sang anak, Mas Ferdi menoleh. Lantas menganguk pelan, usai memandang Abella yang terus saja berisik minta pulang.

Kami berempat berjalan menuju ke parkiran mobil. Begitu sampai di kendaraan roda empat itu, Davin memilih duduk di depan menemani sang ayah. Sedang aku duduk di jok belakang mendekap Abella yang mulai terlelap.

Sunyi kurasakan sepanjang perjalanan menuju rumah. Karena Mas Ferdi terus saja terdiam dan fokus mengemudi. Davin pun demikian. Kami semua hanyut dalam pikiran masing-masing. Hingga sampai rumah tidak ada yang membuka suara.

🌷

Acara malam tahlilan Mami digelar selama tujuh hari. Seluruh anak beserta para cucu tinggal di situ sepanjang acara berlangsung. Begitu pula dengan Mas Ferdi. Lelaki itu baru menginjakan kakinya di rumah sendiri setelah acara itu rampung.

Aku sendiri tidak ikut menetap di rumah Mami. Hanya malamnya saja ikut menghadiri agenda tersebut. Namun, bila acara itu usai Mas Ferdi akan mengantarku pulang ke Cimanggu Permai.

Hari-hari selanjutnya, aktivitasku kembali ke semula. Seperti saat belum bercerai. Yaitu mengurus rumah, anak-anak, dan tentunya Mas Ferdi. Namun, sekarang sudah tidak terlalu sibuk karena mendapat bantuan dari Leha. Gadis itu diperintah Mas Ferdi untuk menetap di rumah kami. Sebab kasihan melihatnya hidup seorang diri di rumah Mami.

Pasca Cerai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang