Aisyah...
Romantisnya cintamu dengan Nabi
Dengan baginda kau pernah main lari-lari
Selalu bersama hingga ujung nyawa
Kau disamping Rasulullah...Aisyah...
Sungguh manis oh sirah kasih cintamu
Bukan persis novel mula benci jadi rindu
Kau istri tercinta Ya Aisyah Humairah...
Rasul sayang, kasih, Rasul cintamu"Ricis kamu bisa diam engga. Pening kepala mamah dengar kamu nyanyi!" gedoran pintu terus saja terdengar ketika Ricis baru saja kembali bernyanyi dengan mik pink di tangannya.
"Apaan sih mah?" tanya Ricis sebal membuka pintu melihat mamahnya kini tangah melotot dan membawa sapu di tangannya.
"Apaan kata kamu? Ini masih jam lima lebih, kamu malah nyanyi-nyanyi ga jelas kaya gitu!"
"Ga jelas apanya? Orang lagu itu lagi booming?" elak Ricis masuk kedalam kamar dan duduk di atas kasur.
"Mamah juga tau. Lagunya lagi booming-boomingnya, tapi yang jadi masalah suara kamu mirip tokek kejepit tau enggak?" sewot mamahnya meraih mik yang masih di pegang oleh Ricis.
"Mah jangan di bawa miknya!"
"Enggak, mik ini mamah sita. Bisa budek telinga mamah dengar ini tiap pagi. Apa kata tetangga yang dengar suara fals kamu terus? Gendang telinga mereka bisa pecah mungkin,"sewot Mamah keluar dari kamar Ricis.
"Ahhh mamah!" kesal Ricis mengacak-ngacak rambut panjangnya dan berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri karena jam sudah menunjukan pukul 05.30.
Hari ini adalah hari pertama Ricis menjadi anak kelas XI Ipa 2 setelah libur panjang. Ah betapa bahagianya Ricis menjadi senior tidak menjadi junior lagi. Hari ini Ricis memilih mengikat rambut panjangnya menjadi satu, memoleskan bedak bayi di wajahnya agar tidak terlihat kusam dan tidak ketinggalan liptint untuk bibirnya agar tidak kering. Selesai. Ngomong-ngomong Ricis memang belum menutup auratnya walau kedua orang tuanya terus-menerus mengingatkan Ricis akan perihal tersebut, tapi Ricis fikir menutup aurat itu ketika ia sudah bersuami.
Dia masih muda, masih menginginkan memakai baju dan celana pendek tak ketinggalan dengan rok-rok koleksinya. Tapi semua koleksinya hanya beberapa yang di atas lutut itu pun hanya tiga senti dan yang lain semua pas di lutut.
Selesai sarapan Ricis langsung berangkat sekolah diantar oleh teh Winda kakaknya. Sekolah Ricis adalah salah satu sekolah bergengsi di kotanya, SMA 1 Adi Jaya yang menghasilkan orang-orang hebat dan berprestasi. Tak jarang pula lulusan sekolahnya ini diterima di universitas ternama di Indonesia.
Sesampainya di sekolah Ricis langsung memasuki kelas yang akan di tempatinya dan teman-temannya satu tahun ke depan. Saat memasuki kelas Ricis langsung di suguhkan adegan sahabat karibnya itu sejak SMP Fauzan Awaludin yang biasa dia panggil dengan Ojan, sedang gencar-gencarnya menggoda Susan, yang Ricis dengar adalah salah satu perempuan yang dekat dengan Ojan.
Playboy cap kadal, dasar!
Kampret!
Langsung saja Ricis menghampiri Ojan untuk menjewer telinganya tak memedulikan tatapan Susan yang kaget dengan tingkah Ricis tersebut lalu menariknya ke meja nomor ketiga deretan pojok kanan dekat jendela, salah satu spot terfavorit Ricis karena bisa melihat pemandangan lapangan yang disamping-sampingnya ditanami oleh pohon dan juga tanaman hias. Tak ketinggalan dengan anak-anak basket, futsal atau pun voly yang ketampanan mereka sudah tidak diragukan lagi.
"Apaan sih lo, Cis? Sakit tau ga?" usap Ojan ke telinganya yang sudah memerah.
"Pagi-pagi lo udah nyerobot aja ke cewe. Dasar kadal lo! " Ricis berkacak pinggang sambil melihat Ojan yang tengah mengusap-usap telinganya yang memerah. "Yaudah gih sana duduk, bentar lagi wali kelas yang baru masuk!" usir Ricis dan langsung duduk di kursi pilihannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrahnya Cendol Dawet (Series 1)
Spiritual'Allah Maha Tahu, Ia pasti memberikan ini untukku karena memanglah ini adalah hal yang terbaik bagi ku jalani' kata-kata itu terus saja menjadi acuan bagi seorang muslimah yang baru saja menduduki kelas XI SMA. -Zahratul Ricis "Cie hijabres! " "Udah...