Ayah dan Ibu

17 6 0
                                    

"Yah, kayaknya kemaren Ayah terlalu keras sama Garsa." Cakap Era.

"Ngga, udah biar dia kapok gak buka buka sembarangan." Ungkap Ayah.

Era mengiyakan.

Ayah mempunyai waktu sebentar lagi untuk bekerja. Dengan waktu sesingkat itu Ayah tak mau membuang buang waktu.

Ayah menghampiri Ibu dan memberi saran tentang diskusinya nanti.

"Bu, bentar lagi kan kerja. Apa ada pemberitahuan dari ketua pusat?" Tanya Ayah.

"Ga tau sih Yah. Kalo mau tau harus buka buku lagi yang ada di kamar." Kata Ibu.

"Harus banget ya." Ayah menghela nafas.

"Ya gimana Yah itu satu satunya komunikasi kita sama Ketua pusat. Untung aja yang dibawa Garsa udah rusak." Ungkap Ibu.

"Tapi ini harus rahasia banget Bu. Mereka belum waktunya tau tentang ini." Bilang Ayah.

"Gimana caranya Yah? Apa kita bikin jadwal gitu?" Tanya Ibu.

"Coba Ayah bikin waktu mereka seakan kembali ke masa lalu. Masa mereka main ke Taman Flarsi." Saran Ibu.

"Masih berguna ya Bu? Permata Coklatnya ada, cuma arlojinya entah dimana. Gatau ketinggalan di Planet Larey." Ayah kebingungan.

"Masa ketinggalan Yah, Kalo punya Ibu bisa ga?" Tanya Ibu.

"Belom tau juga Bu. Kalo dipaksakan nanti malah berbanding terbalik." Ungkap Ayah.

"Apa diwaktu malam aja kita diskusi. Nunggu mereka tidur." Saran Ayah.

"Ga bagus juga Yah, kalo anak kita pemilik Permata Biru bahaya." Bilang Ibu.

"Apa? Biru?" Tanya Ayah.

Karena mereka berdiskusi dengan penuh semngat terdengar pula obrolan mereka oleh dua putra putrinya.

"Rame banget sih di belakang. Lagi ngapain ya?" Bingung Garsa.

Selain Garsa ternyata Era juga kebingungan dan berbicara sendiri di kamarnya.

"Pasti bahas permata, apa ada kekuatan atau apa sih." Era heran.

Karena sama sama bingung. Mereka memutuskan untuk mencari sodaranya.

Yap, Garsa mencari Era, dan Era mencari Garsa.

Mereka keluar dari kamarnya masing masing, berjalan menuju kamar sang saudara.

"Daripada diem diem ga tau mending ngepoin bareng Kakak. Jadi kalo dimarahin bisa berdua kena hahaaaa." Tawa Garsa.

Sementara itu Era.
"Gimana kalo Garsa tau ya? Apa ga terlalu dini?" Era tertekan.

"Lah gapapa, dia ini pasti bisa dipercaya." Ungkap Era.

Akhirnya karena sama sama berjalan mereka bertemu di pertengahan jarak kamar.

"Kakak?" Sapa Garsa.

"Kamu?" Heran Era.

"Kakak mau ke kamar kamu." Bilang Era.

"Lah Aku juga mau ke Kakak." Bilang Garsa.

"Mau ngapain?" Tanya Era.

"Ngepoin Ayah sama Ibu, berisik banget." Ucap Garsa.

"Lah sama." Ujar Era.

"Haiiyyu kepoin." Semangat Garsa.

"Bentar." Aba aba Era.

Era mengintip dulu keadaan di belakang, jika saatnya memungkinkan mereka bergerak.

"Mereka masih sibuk. Bisa diatur sekarang." Ucap dlam hati Era.

"Ayo Garsa!" Seru Era.

"Pelan pelan jalannya!" Seru Era lagi.

Karena mereka bergerak terlalu lama dan obrolan Ayah Ibu semakin jauh.

"Yaudah di portal dimensi aja nanti diomonginnya Yah." Ungkap Ibu.

Sementara itu.
"Cepetan Garsa!" Bilang Era.

"Katanya suruh pelan pelan." Keluh Garsa.

"Iya Bu, disana juga baik. Tapi Ibu dah baca buku belum? Hanya pemilik Permata Merah yang bisa." Bilang Ayah.

"Nanti aja bilangnya, pelanin suara Ayah." Ujar Ibu.

Karena barusan Ayah bilang terlalu kuat. Maka Era mendengarnya di bagian akhir.

"Apa permata merah?" Heran Era.

"Bukannya itu yang mengkilat ke aku?" Semakin heran.

"Hah? Apa Kak?" Tanya Garsa.

"Ngga ngga, bentar dengerin lagi." Bilang Era.

"Oke." Ucap Garsa.

Garsa datang terlambat. Dan..
"Udah dulu ya Bu nanti diskusi lagi." Saran Ayah.

"Iya Yah, kalo Ayah ga ada kerjaan bisa bantu Ibu disini." Kata Ibu.

"Emang ga ada sih blom ada pemberitahuan. Seharusnya sekarang . Ayo Bu." Ayah bersemangat.

"Apaan sih Kak. Mereka ga ngomongin apa apa." Keluh Garsa.

"Tadi mereka bilang sesuatu cuma dikit yang kedengeran Kakak." Ucap Era.

"Kamu sih berisik ah." Kesal Era.

"Nyenyenye, dah ah main lagi aja." Garsa juga kesal.

Ayah dan Ibu bercakap kembali karena mereka tahu jika ada yang mengintip.

"Wihihih Yah, rencana Ibu berhasil." Ibu cengengesan.

"Emang Ibu ngerencanain apa?" Tanya Ayah.

"Barusan itu pengalihan dari Ibu, Yah hehe." Ibu tertawa

"Pinter juga Ibu." Ayah memuji.

"Iya dong, istri siapa dulu." Bilang Ibu.

"Ga tau istri siapa ya?" Ayah bercanda.

"Ga tau ga tau." Ibu ngambek.

"Senyuumm dong." Ayah melirik Ibu dan menyentuh dagunya.

Ibu senyum tipis, memerah pipinya dan mengalihkan pandangan.

Dan Era masih saja dihantui rasa penasaran.

"Permata merah? Merah, iya merah." Era berbicara sendiri.

Kamar terbuka. Permata merah lagi lagi memancarkan sinarnya pada Era. Era tak sedikit peduli, melanjutkan pemikirannya.

Namun pemikirannya berbalik lagi. Dia menyetujui hasrat penasarannya, dan mencari tahu lewat buku di kamar Ayah dan Ibu.

Semenjak Era berbalik arah. Ia memegang tembok, dan..

*brakk..

"Lah kok? Aku bisa masuk lewat tembok?" Heran Era.

Nantikan lanjutan berikutnya, ikuti akun ini untuk cerita yang lebih memberi teka teki.

Happy reading.

MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang