Kebolehan Permata

8 3 1
                                    

Setelah permata Garsa menunjukan kebolehannya, semua telah sadar dari alam mimpi.

Pagi yang sempat diperlambat kini normal kembali.

"Dah selesai jugaa waktunya diperlambaatt." Era terbangun dan masih menguap.

Ayah dan Ibu ternyata telah bangun lebih awal. Sudah bersiap diri dan akan memberikan aba aba bahwa pelatihan akan dimulai.

"ERAA!! GARSAA! Sini latihann cepett!" Ibu berteriak dari luar rumah.

Garsa yang masih nyaman di ranjangnya seakan tidak begitu peduli.

"Apaan sih ih, latihan apaan lagi." Garsa dalam keadaan mengigau.

"WOIII BANGUUUN!!" Kali ini Ayah yang berteriak sangat kencang.

"Huaa," Era segera menghampiri Ayah dan Ibu, "Ada apa Bu? Ayah lagi ah pake teriak segala."

"Apa kamu lupa, sekarang kan latihan buat nguasain permatanya." Ayah berbicara dari bawah, sedangkan Era di lantai atas.

"Hee emm." Era setengah sadar.

"EHHHH!! Kapan Ayah bilang latihannn." Era tersontak kaget.

Garsa tak tahan dengan kebisingan di luar. Ia menghampiri kegaduhan tersebut.

"Isshh mending kesana ah daripada berisik." Garsa berjalan seperti mata tertutup.

Garsa akhirnya sampai di luar, tepat di samping Era.

"Ada apa?" Garsa berbicara halus.

"Latihann Garsa." Ibu berteriak.

"Kapan Ibu bilang mau latian?" Tanya Garsa.

"Tuhkannn! Garsa aja ga tau kalo mau latian." Era sangat mendukung keadaan Garsa.

Ayah menatap Ibu dan berbicara.

"Lah iya Bu? Ayah ga pernah nyuruh mereka. Tpi katanya Ibu udah bilang ke mereka?" Ayah menanyakan kebenarannya.

"Iya kok Yah, Ibu udah bilang." Ibu menunjuk dagunya dengan pandangan keatas.

"Ibu salah nginget kali." Garsa kali ini serius.

"Hmm," Ibu berpikir kembali. "Lah iya ya."

Ibu kemungkinan salah menyuruh mereka, bisa jadi Ibu salah waktu dan nyasar ke masa depan.

"Ibu ke masa depan kali, jadi serasa kek sekarang." Ayah membantu Ibu mengingat.

"Lahh Ibu perasaan gak pake itu permata sama arloji deh." Ibu membalas.

Era terlihat masam mukanya. Terbisu dan mematung diantara mereka.

"Lah tumben diem." Garsa memukul bahu Kakaknya.

"Ish apaan sih." Era terkejut dengan pukulan pelan itu.

"?" Garsa terheran dengan sikap Kakak yang tidak seperti biasanya.

"Atauuu jangan jangan,, hm hmm." Garsa tersenyum ke Kakaknya.

"Jangan jangan apaaa!" Era salting dan terlihat tak terima.

"Ngaku aja ngakuuu." Garsa lebih kuat merayu Era.

"Apa." Ketus Era dengan wajah tanpa dosanya.

"AYAHHH! IBUU! Ternyata Kakak mencet permata Ibu." Garsa berteriak mengarah ke orang tuanya.

"Ihh nggaaa Yah, Bu!!" Era memakai tangannya sebagai isyarat tak melakukannya.

"Bukan Kakak deh kayaknya, kan permata itu cuma Ibu yang bisa gunain." Ujar Ibu.

MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang