Lagi Untung

14 6 1
                                    

"Oh iya ketinggalan." Cakap Ayah dalam hati.

"Bu, Ayah ke kamar dulu." Izin Ayah.

"Iya, Yah. Agak cepet ya, ini Ibu kerepotan soalnya." Ibu yang sedang menyiapkan makanan.

Ayah berjalan seperti biasa ke kamar. Hentak kakinya seakan tak terdengar.

"Nah kan aku punya kekuatan sekarang." Garsa membanggakan permata miliknya.

"Halah, jangan kelamaan. Mending bantu Ibu. Soal kekuatan nanti aja." Era menyarankan begitu.

"Bentar bentar aku mau baca buku soal kekuatannya." Garsa menawarkan diri.

"Untung kalo mereka emang lagi di dapur. Coba kalo pulang lagi ke sini gimana?" Era yang mulai agak kesal.

"Hahhh, santuy aja cuma satu buku gak ketahuan." Bantah Garsa.

Langkah kaki Ayah memang semakin menciut. Tidak terdengar sedikitpun. Bahkan Garsa membaca buku sambil tiduran.

"Huhuuu mana ya buku soal permata." Garsa membaca buku sambil menggerakan kaki.

"Kamu itu jangan santai amat jadi orang!" Era marah.

"Ih gak ada kedengaran kaki kok. Santuy aja." Tambah Garsa.

Satu buku Garsa baca. Namun tak  ada petunjuk mengenai permata miliknya. Yang ada hanyalah permata merah milik Era. Dan benar jika kekuatannya membuka portal dimensi.

"Ahh masa ga ada. Cape aku baca satu buku." Garsa mengeluhkan keadaan.

"Makanya ayo nanti aja." Era tak mempedulikannya.

"Yaudah ayo." Garsa akhirnya mengalah.

Kamar Ayah dan Ibu memang penuh misteri. Selama mereka kecil tak pernah diajak main ke dalamnya.

Mereka diajak bermain di kamar masing masing yang sudah dipersiapkan.

"La la..." Ayah berjalan dengan menyanyi.

"PORTAL TERBUKALAH." Era membaca mantranya dengan singkat.

"Ih ko kebuka. Kayak gak niat gitu bacanya juga." Garsa meledek Kakaknya.

"Bodo!" Era tidak peduli.

Garsa dan Era segera keluar dari kamar tersebut. Mereka telah sepakat akan membantu Ibu di dapur.

Dan Ayah telah masuk ke dalam kamar. Mencari gunting yang lupa ia bawa.

"Nah ini dia, makanya jangan ngumpet jadi lupakan Ayah." Ayah berbicara sendiri.

Ayah pun menyusul ke dapur.

Entah sampai kapan mereka berdua (Era dan Garsa) akan selalu mencurigai kamar orang tuanya.

"Ibuuuu, lagi ngapain?" Sapaa Garsa dari jauh.

"Biasa, Ibu lagi menyiapkan makanan untuk kalian semua. Ayah juga sebentar lagi kesini." Ungkap Ibu.

"Ayah bukannya tadi kesini Bu?" Tanya Era.

"Iya udah, tapi ke kamar lagi bawa gunting yang ketinggalan." Begitu tutur dari Ibu.

Garsa dan Era saling bertatapan. Mereka sama sama bingung kapan Ayah masuk ke kamar. Sementara mereka sangat santai di kamar.

"Lah Kak?" Garsa menanyakannya dengan pelan.

Era menggoyangkan bahunya dengan isyarat tak tau.

"Hay anak anak Ayah yang ganteng dan cantik." Ayah datang dengan menyapa.

"Hallo juga Ayah." Serempak Era dan Garsa.

Hidangan makanan istimewa dalam proses pembuatan.

Satu keluarga melaksanakannya dengan suka cita.

"Kak!" Garsa menyapa Era.

"Appp.." Era menoleh dan agak marah.

Ternyata Garsa mengoleskan bahan makanan ke pipi Era. Dimulai lah perang dunia ke tiga di rumah Keluarga Sargana.

"Hihhhhhh makan nihhh!!!!" Era membalasnya dengan tenaga dalam.

Mereka berlarian, yang katanya mau membantu malah asik bermain.

Ayah dan Ibu hanya tersenyum melihat mereka bertingkah. Tak jarang Ayah pun sama usilnya dengan mereka.

Ketika kejar kejaran. Ayah menyodorkan kakinya.

*slettt

*brakk
*brukk

"Ih Kakak kalo ngejar jangan gitu dong." Garsa salah marah.

"Ih kok ke Kakak. Masa kaki Kakak segede pohon di taman Flarsi." Era mengucapkannya tak sadar.

"Hihii ternyata kaki Ayah segede Pohon yang ada di Taman." Ibu tertawa kecil.

"Ohhh Ayah." Garsa melirik Ayah.

Sementara Era keceplosan bilang seperti itu.

"Ehh maap yah ga tau:v" Era mengalihkan pandangannya dengan wajah tak berdosa.

"Nanti kalo kaki Ayah segede gitu mau ngancurin antariksa." Ayah memperagakannya dengan tangan yang lurus seperti vampir China.

"Uwao?" Garsa bengong dan suasana terlihat garing.

*krik krik.

"Apaan sih, hahaa." Ibu pun tertawa gak karuan.

Hari semakin berganti warna. Semula berbentang terang perlahan surut mengusung legam.

Keluarga Sargana siap dengan makanan untuk 2 - 3 hari kedepan.

Masing masing pengisi rumah beristirahat dan menenangkan diri. Bersantai meregangkan badan.

Tapi? Satu anak ini masih penasaran atas dua kali kejadian dengan konteks yang sama.

"Tadi aku baca buku lama lama sambil rebahan, santuy aja gitu. Gak ketahuan Ayah. Beberapa hari yang lalu juga sama. Cuma aku aja yang bibirnya kayak ember jadi ketahuan Ayah." Garsa mengulik Permatanya dengan tersirat rasa heran dari matanya.

"La laa la, tanyain aja gapapa kali. Masa iya nanya doang dimarahin." Garsa menggerutu lagi.

"Buat apa Permata ini kinclong kinclong ke aku doang, emang dia ngode pengen ditembak kali ya." Garsa ngelantur panjang.

"Kakak juga gak ngerasa kalo ada Ayah. Berarti emang beneran Ayah gak keburu ngeliat?" Garsa menggaruk kepalanya dan merasa pusing.

Garsa tengkurep bolak balik di kasurnya dari tadi. Menggaruk kepala, mencabak rambut. Semoga ada ide ide baru buat nyari tau kekuatannya.

"Si Kakak gampang keliatan kekuatannya cuma ngebuka portal, lah ini?" Garsa pun mulai stress memikirkan semuanya.

"Tidur gapapa kali ya ah. Mereka seisi rumah juga udah pada di alam mimpi." Garsa menggerutu di depan Permata dan Arlojinya.

Baru saja Garsa memejam mata dan menonaktifkan pikiran. Muncul si Kakak yang usil bukan maen.

*shhh

"Bangun woy, dah pagi!! Hahaaa." Era mengejutkan adiknya.

"Apa sih Kak. Ganggu aja." Garsa kesal, entah dengan Era entah dengan Permatanya.

"Hhaaa punya Kakak lebih bagus kan. Mau Kakak ajarin?" Tanya Era yang kini sering menjahili Garsa.

"Ga ah, sana sana. Aku mau tidur." Garsa marah.

"Yee baper, dahhh wlee." Era pun kembali ke kamarnya.

Kok Garsa kebingungan? Apa sih yang sebenernya terjadi?

Penasaran? Ikuti akun ini biar gak ketinggalan.

Happy Baca

MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang