Persis seperti apa yang di katakan beberapa jam lalu di kantor. Saat ini, tepat 30 menit setelah pekerjaan mereka selesai, Hans dan juga Justin kini tengah mengendarai mobil miliknya dengan niat ingin mencari tempat untuk mereka berbicara.
"Kita turun di sini saja, kak." Ujarnya pada Justin yang kini tengah mengemudikan mobil yang mereka berdua tumpangi.
Mendengar pinta Hans, Justin lalu segera menepikan mobil yang dikendarainya ke tepi jalan setelah memastikan tidak ada laju arus kendaraan yang membahayakan mereka berdua.
Hans adalah yang pertama turun dari mobil. Dengan langkah ringan pemuda itu lalu berjalan hingga ke tepi pembatas besi yang tingginya kurang dari satu setengah meter itu.
Hans menarik napasnya dalam lalu menghembuskan nya perlahan untuk menangkan pikiran dan menghilangkan penat yang di rasanya.
Sungai tenang yang mengalir di bawah sana menjadi objek yang ia jadikan sebagai pusat perhatian nya. Melihat riak riak air yang bergerak perlahan benar benar terasa sangat menenangkan. Hal yang selalu sukses membuatnya merasa nyaman selama ini.
"Ambillah," suara Justin terdengar menggema di samping kirinya. Membuat pria itu menoleh dan mendapati Justin dengan dua cup kopi yang salah satunya tengah di sodorkan kepadanya. Hans pun menerimanya dengan senang hati.
Aroma kopi yang kuat terasa menyeruak tepat setelah ia menyesap cairan berwarna pekat itu untuk menghangatkan kembali tubuhnya.
"Apa yang ingin kau bicarakan, Hans? Apa ada hal penting yang mengganggumu?" Justin membuka bicara diantara ketenangan yang menelingkupi mereka. Tak lama setelahnya tanya itu mengambang di udara tanpa ada siapapun yang menanggapi. Ada ragu yang dapat ia tangkap dari sorot mata Hans yang tengah menatapnya.
Dengan sabar pria itu menunggu dan membiarkan Hans mengambil waktunya untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Kak," panggilnya.
Justin kembali memfokuskan pandangannya pada pria di sampingnya.
"Dia kembali."
Kembali? Siapa yang kembali? Justin mengerutkan dahinya, tanda jika ia tidak mengerti maksud dari apa yang Hans utarakan. Tidak hingga akhirnya Hans kembali membuka suara dan memperjelas tanya yang ada di kepalanya.
"Aiden."
Mata Justin terlihat melebar setelah satu nama itu kembali terdengar setelah sekian lama.
"Kau serius Hans? Aiden Danish Arkcrely apa dia yang kau maksud?"
Hans mengangguk membenarkan. Tentu saja hal ini sukses membuat Justin terkejut di buatnya. Bagaimana tidak, sudah sangat lama ia mencari keberadaan pria itu. Banyak hal yang telah mereka lakukan untuk melacak keberadaan seorang yang telah menjadi sahabat baik Hans sejak lama. Namun hasil dari segala usaha itu hanya nihil. Pria itu bagai telah hilang di telan bumi. Tidak ada data atau informasi apapun yang dapat mereka temukan, seakan memang ada yang dengan sengaja menghapus identitas Aiden dari mata dunia.
Sejenak Ia mulai menenangkan pemikiran pemikirannya tentang segala kemungkinan yang mungkin saja terjadi. Mencoba untuk menjadi seorang pendengar yang baik bagi Hans.
Justin menatap kembali kedua manik Hans yang terlihat meredup. Dalam hati ia bertanya tanya, kenapa pria itu tidak terlihat senang? Bukankah ini kabar yang bagus?
"Apa yang harus kulakukan, Kak?"
Kata kata itu keluar begitu saja dari mulut Hans. Jika boleh jujur, saat ini dirinya tengah merasa frustasi dengan segala kebenaran yang baru saja ia ketahui. Niatnya ia benar-benar ingin segera menyingkirkan ragu yang ia rasa. Mencoba untuk meyakinkan diri jika segala tindakan dan rencana yang telah ia susun sedemikian rupa tidak akan membuat orang-orang di sekitarnya terluka. Dia ingin melindungi mereka, itulah yang inginkannya. Tapi kenapa semesta nampaknya tidak mendukungnya?
Helaan napas berat terdengar mengalun di udara. Membuat rasa penasaran dalam dada Justin semakin besar.
"Kenapa kau menanyakan hal itu? Bukankah kau sudah mencarinya selama ini. Apa kau tidak merasa senang dia akhirnya kembali?" Tanyanya tak habis pikir.
"Bukan begitu. Aku merasa bahagia dengan melihatnya masih hidup dan baik baik saja," sangkalnya.
"Lalu kenapa kau tampak ragu seperti itu, Hans."
"Aiden. Aku hanya takut dia akan terluka karena ku."
"Katakanlah dengan jelas, sebenarnya apa yang tengah terjadi disini?" Justin berujar tegas tak kala ia mulai menyadari jika ada sesuatu yang tidak beres disini. Tatapannya menuntut Hans atas semua yang tidak di ketahuinya tentang Aiden.
"Apa kau ingat orang yang menyerangku beberapa hari lalu?"
Justin mengangguk. Enggan untuk menyela kalimat yang membuatnya penasaran setengah mati.
"Dia Aiden."
Mata Justin membola setelah mendengar penjelasan Hans. Dengan perasaan setengah tak percaya ia lalu kembali membuka suara.
"Kau yakin?"
Hans mengangguk.
"Matanya terlihat tidak asing saat kami tanpa sengaja bertatapan. Awalnya aku juga ragu, Kak. Tapi mendengar Mark yang mengatakannya sendiri membuatku jadi sangat yakin. Kau juga tau hal itu kan, Mark tidak pernah main main dengan ucapannya." Hans menjeda kalimatnya untuk sekedar menarik napasnya dalam dalam dan menghembuskan nya dengan kasar berharap sesuatu yang menghimpit dadanya dapat menghilang.
"Dia bisa saja melakukan hal buruk pada Aiden kapanpun ia mau. Aku merasa jika semakin besar hal yang kulakukan, maka keselamatan nya bisa dalam bahaya."
"Tapi kenapa Aiden berusaha melukaimu? Bukankah hubungan kalian baik-baik saja selama ini?"
Hans mengalihkan pandangannya kearah sungai. Sekali lagi ia menyesap kopi yang ada di tangannya. Berusaha menyembunyikan perasaan yang sedang meletup-letup dalam dadanya.
Dia tidak sedang melakukan apapun, tapi kenapa dadanya terasa panas sekali saat ini. Pikirannya terus saja melayang jauh saat bayang bayang masa lalu kembali membuatnya kepayahan.
"A-aku tidak tahu." Ucap Hans sedikit tergagap.
"Kau baik baik saja, Hans?"
Hans mengangguk.
Justin dapat melihatnya. Ada yang pemuda itu berusaha sembunyikan darinya. Ia mencoba menatap Hans lekat, namun pria itu tidak benar benar bisa menerka hal apakah itu.
Dan dia tidak dapat memaksa Hans untuk mengatakan apa yang di rahasiakan nya. Mereka memang dekat, tapi tetap saja ia tidak punya hak untuk memaksa Hans mengatakan apa yang tidak ingin dia bagi dengannya. Ia tidak mau membuat Hans menjadi tidak nyaman dengan keberadaan nya.
"Aku akan mencari tahu apa yang sedang kau sembunyikan, tanpa terkecuali, Hans."
"Kak, bisakah kau membantuku sekali lagi?"
"Apa yang bisa kulakukan untukmu, Hans?"
Hans tampak berpikir sejenak. Sebelum kembali untuk buka suara.
"Bisakah kau melacak dimana keberadaan Aiden saat ini. Aku benar-benar harus menemuinya secepat mungkin. Aku harus bicara dengannya," pinta Hans dengan sungguh-sungguh.
Justin mengangguk untuk menyanggupi apa yang Hans minta.
"Akan kulakukan, Hans. Akan ku kerahkan orang-orang ku untuk mencarinya di seluruh pelosok kota ini. Mungkin ini akan membutuhkan waktu tapi tolong bersabarlah hingga saat itu tiba."
"Terimakasih, kak. Aku mengandalkanmu," Hans tersenyum hangat mendengar nya. Ia benar-benar berharap jika dia dapat menemukan keberadaan Aiden dengan sesegera mungkin. Mungkin tidak banyak hal yang dapat dia lakukan, tapi ia pasti akan berusaha sekuat tenaga melindungi apa yang ia punya. Ia tidak akan membiarkan sahabatnya terluka kembali. Ia pasti akan melindunginya. Pasti.
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
Dark and Flash
Misteri / Thriller"Mari lihat sampai seberapa lama kau akan bertahan..."