Salah satu hal yang aku benci adalah ketika aku terbangun tengah malam dan merasakan tenggorokan ku kering. Yang lebih menyebalkan adalah saat persediaan air minum di kamar ku habis. Aku terlalu malas untuk turun ke dapur dan mengambil air, tapi aku juga sudah terlalu sering minum air keran di kamar mandi karna aku malas mengambil air ke dapur.
Dari pada aku mati dengan usus membusuk karna terlalu sering minum air keran, sepertinya lebih baik malam ini ku singkirkan dulu segala kemalasanku ini.
. . . . .
Tiara melihat kakak tiri nya keluar dari kamar tepat saat dia juga hendak turun ke bawah untuk ke dapur mengambil makanan. Melihat kakaknya itu membuatnya terbayang dengan luka-luka di wajah mamanya dan itu semakin membuat nya muak terhadap kakak tirinya ini. Dia mematung menunggu Kinara sampai di tempat dia berdiri, cukup lama, karna kaki Kinara sangat lambat pergerakannya.
Kinara menatap Tiara yang sepertinya sengaja menghadang perjalanan ke dapur yang cukup melelahkan baginya.
"Minggir jelek!"
"Kak Kinara harus liat berapa banyak luka di wajah mama gara-gara kakak"
"Minggir jelek!"
"Kakak bahkan gak mau sekedar minta maaf ke mama yang hampir mati" emosi tiara mulai meluap melihat kinara yang justru hanya menatap hampa setiap dia bicara.
"Minggir jelek, udah jelek budeg lagi"
Tiara menghela nafas kasar mendengar jawaban dari kinara yang memang sangat menyebalkan
Kinara melangkah mendekati Tiara lalu memandangnya dari atas sampai bawah, kemudian dia berbisik
"Orang jelek harusnya mati aja!!!"
Tiara sudah tidak tahan lagi dengan Kinara, tangan nya terkepal, ingin sekali rasanya menampar kakak tirinya itu, tiba-tiba tangannya di raih oleh Kinara.
"Kenapa? Mau latian tinju? Lebih baik gak usah, Anak jelek gak bisa apa-apa kan?"
Tiara memberontak ingin melepaskan tangannya dari Kinara, namun cengkraman Kinara terlalu kuat. Tatapan Kinara tetap datar seperti biasanya namun bedanya kali ini tatapan itu sangat menusuk, dia benci ada orang yang berani mengusik nya, dia tidak suka ada orang yang berani mengganggu waktunya, harusnya dia sudah kembali ke kamar membawa air minum dan tidur walaupun tidak nyenyak.
Tiara yang di berikan tatapan seperti itu semakin geram dan sekuat tenaga memberontak, dia menggunakan tangan sebelahnya untuk mendorong Kinara menjauh, akhirnya cengkraman tangan Kinara melonggar dan ternyata Kinara terdorong jatuh terguling di tangga.
Tiara tidak menyangka dorongan nya akan sekuat itu.
"Tolooooongggg" dengan cepat tiara turun menghampiri Kinara yang sudah tidak sadarkan diri.Pak Nugroho yang baru datang dengan cepat membawa Kinara untuk di bawa kerumah sakit, meninggalkan Tiara yang tengah terisak karna merasa itu semua salahnya.
. . .
Sudah 4 hari setelah kejadian Kinara terguling di tangga, sudah 4 hari dia di rawat dirumah sakit, sudah 4 hari pula seorang pria selalu datang menghampiri Kinara yang masih saja tak mau membuka mata.
Setiap Nugroho pulang, ketika malam hari dia yang akan datang dan menemani Kinara. Hanya sekedar datang, menatap dalam gadis yang sedang terbaring di depannya, sesekali dia mengusap pelan rambut panjang Kinara.
Hening, tanpa suara.
Rasanya ia tidak sabar untuk segera mengajak Kinara berbicara ketika Kinara sudah mau untuk membuka matanya.
. . .
Berhari-hari sudah aku disini, entah berapa hari tepatnya, sejak kejadian drama yang ku buat dengan sengaja pura-pura terdorong dari tangga. Setelah berhari-hari aku memilih untuk tetap memejamkan mata walaupun aku sudah sadar sepenuhnya.
Hari ini ada sesuatu yang aneh pikirku, selama aku memilih untuk terus memejam kan mata dan pura-pura belum sadarkan diri rasanya aneh karna aku sama sekali tidak merasa lapar. Tapi bukannya itu sesuatu yang bagus? Artinya aku tidak perlu lagi repot-repot menyuapkan makanan-makanan ke mulutku ini, belum lagi harus mengunyah makanan dengan baik dan benar, bagiku hal-hal seperti itu sangat merepotkan diri sendiri.
Setiap pagi akan ada papa yang datang menemaniku, dan siangnya di gantikan oleh anak jelek yang terus saja terisak di samping ku dan memaksaku bangun, orang jelek memang selalu menyebalkan.
Setiap malam ketika papa dan anak nya yang jelek itu sudah pulang, aku selalu merasakan kehadiran seseorang di kamar rawat ku ini, walupun hening tanpa suara, aku bisa menebak saat tubuhnya melangkah mendekat dengan tubuhku, semakin tak berjarak, bahkan sesekali dia membelai rambutku, dengan beberapa kali usapan dia berhasil membuat ku tidur.
Aku tidak suka hal-hal semacam ini, sudah lama aku menolak semua perlakuan baik yang datang di hidupku, sekalipun itu dari papa.
Namun entah mengapa berada dekat dengan seorang yang selalu menunggu ke dalam diam dan tidak ragu memberikan uluran tangannya untuk membelai rambutku membuat aku. . . Nyaman.
Pintu berdecit tanda ada seseorang yang memasuki ruangan, dia datang lagi.
Masih hening, sampai akhirnya. . .
"Sudah 5 hari, harusnya kamu sudah tidak perlu menahan matamu untuk terus terpejam"
Siapa sebenarnya dia?
"Aku tau kamu pasti bertanya-tanya aku ini sebenarnya siapa"
Peramal kah?
"Yang pasti aku bukan peramal yang bisa membaca setiap pikiran mu"
Menakutkan
"Kamu tidak perlu takut, aku tidak mungkin menyakitimu"
Aku tidak takut tersakiti!!!!
"Walupun aku tau kamu sendiri pasti tidak menolak untuk di sakiti"
Sok tau!!!
"Ya, aku tau banyak tentang mu, bahkan aku tau sejak awal kamu hanya pura-pura tidak sadar dengan terus memejamkan mata"
Dia menarik nafas panjang seperti ada sesuatu yang kembali akan dia ucapkan namun terasa berat
"Aku... tau segalanya tentangmu, Ara"
Aku membuka mata ku tanpa ragu, bagaimana mungkin? Jantung ku berpacu dengan cepat, ku tatap lekat pria yang duduk di samping ranjang ku ini.
Hanya karna dia berkata demikian bisa membuat perasaan ku tak karuan.
Hanya karna dia memanggilku dengan sebutan.... Ara !!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidup Untuk Ara
Teen Fiction[Ada baiknya untuk follow dulu baru lanjut baca] Manusia diseluruh muka bumi biasanya selalu berharap agar kebahagian selalu menghampiri kehidupannya, atau bahkan biasanya mereka cenderung berlomba-lomba untuk mencari kebahagian dengan berbagai cara...