Debaran

15.1K 476 19
                                    

Flashback

Sunyi, hanya ada suara udara yang memberikan tanda bila masih banyak kehidupan dalam ruangan. Bunyi jam dinding terasa begitu nyaring, menunjukkan pergerakan detik yang cukup mampu membuat telinga berdenging. Sesekali hentakan kaki menyusul, juga pergerakan kertas sengaja di balik menjadi yang paling sering terjadi.

Tak akan ada yang ditemukan selain sekumpulan orang bermata fokus pada hal membosankan, namun bila di telisik lebih dalam, akan ditemukan begitu banyak informasi dari seluruh penjuru dunia. Kutu buku, kurang pergaulan, ketinggalan zaman. Namun biar saja, setiap manusia yang bernafas selalu memiliki kegemaran yang berbeda. Siapa tahu tentang masa depan, dimana hari ini menjadi kunci utama.

Indra perasanya begitu kentara merasakan seseorang sedang mengambil tempat duduk begitu dekat dengan tempatnya berada. Meja tempat meletakkan buku juga terasa ada yang memberikan beban lagi melalui debuman. Ia yakini bila itu memang sengaja di lakukan untuk menarik perhatian.

"Apa buku itu lebih tampan dari sahabatmu ini, Nicho?"

Nicholas William, pemuda dua puluh tahun hanya menghela nafas. Ia mengalihkan tatapan dari benda persegi panjang pada pemuda di sebelahnya yang dengan begitu nekad menyusul sampai perpustakaan.

"Jangan bodoh, keputusanku masih tetap sama. Sekali tidak, maka sampai nanti akan tetap tidak."

"Sekali saja bantu aku!" bila hanya dengan perkataan tak bisa, pemuda keras kepala seperti Alexander masih punya ribuan cara lain untuk membuat Nicholas berkata iya. "Apa rasa sayangmu padaku sudah hilang? Apalagi, kau tidak ada kegiatan di malam minggu nanti."

Matanya sengaja meredup. Sedikit memohon pada Nicho, akan dengan mudah menggoyahkan pemikiran kuno dari pemuda tersebut.

"Aku tidak bisa." jawab Nicho, ia begitu terbiasa dengan situasi ini. Bila ini hanya makan malam biasa ia masih mau mengikuti, tapi ini makan malam dengan orang yang tak biasa sehingga membuatnya merasa canggung untuk menampakkan diri.

"Kan ada aku." tanpa sadar, Alex begitu kelepasan membuat suaranya meninggi membuat semua orang di perpustakaan terganggu.

Ssstttt...

Segera saja Alex berdiri sembari melipat tangan menunjukkan penyesalan. "Maaf, maafkan aku!"

Yakin telah mengembalikan suasana, Alex kembali menghadap sang sahabat seraya mengapit kedua tangannya memberikan tatapan memohon lagi.

"Aku mohon padamu Nicho. Apa kau tidak menyayangiku? Makan malam ini akan sangat membosankan tanpa dirimu. Ayahku akan berbicara dengan atasannya mengenai perusahaan, sementara ibuku akan sibuk dengan istri atasan ayahku. Lalu apa aku harus jadi orang bodoh dengan menatap pembicaraan mereka? Kau tahu sendiri aku tidak bisa diam saat mereka mengacuhkanku."

"Bukankah kau bilang putri mereka yang sebaya denganmu akan ikut?" balas Nicho

"Oh.. Ayolah!! Aku tidak tahu harus bagaimana saat bertemu dengannya. Ikutlah denganku, please!!

Masih dengan bibir merengut menambah ekspresi Alex terlihat meyakinkan untuk meminta sebuah pertolongan. Menghembuskan nafas kasar. Setelah cukup lama berpikir, Nicho yang pada akhirnya tidak bisa menolak dengan tatapan malas menyetujui permintaan yang lagi-lagi melibatkan dirinya. "Iya, baiklah. Aku akan ikut denganmu."

Jadi Pelayan Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang