kotak bekal

543 48 3
                                    

Cakrawala begitu indah. Langit senja diselimuti awan bernuansa hangat. Sungguh terlalu indah jika dilewatkan.

Langkah kaki lelaki bersurai pirang itu terhenti. Ia ingin menikmati sang senja yang begitu indah, berusaha melupakan perasaan yang sejak tadi mengganggu fikirannya.

'apa maksudnya ini?'

Mata sebiru lautan itu terpejam, merasakan semilir angin yang menerpa tubuh berkeringatnya. Ekskul hari ini begitu melelahkan. Kegiatan yang padat benar- benar memberi efek letih pada tubuhnya.

Ia melanjutkan langkahnya menyusuri jalanan kota yang semakin ramai. Orang-orang pastilah baru saja pulang dari kegiatannya masing-masing.

Kereta begitu ramai, ia merutuki dirinya yang terlalu bodoh karna memilih trasportasi umum sebagai pilihan.

Di dalam kereta itu emosinya semakin bertambah. Tak ada satupun kursi yang tersisa, membuatnya harus berdiri berdesakan dengan penumpang lain.

10 menit berlalu dan selama itu juga ia harus merasakan betapa menyebalkannya berada di dalam kereta penuh sesak itu. Tak jarang tubuh tegapnya tak sengaja tersenggol penumpang lain.

Detik demi detik berlalu, akhirnya kereta berhenti di stasiun tujuannya. Ia akhirnya bisa keluar dari gerbong kereta penuh sesak itu.

'sialan' umpatnya dalam hati.

Hari ini ia pulang sedikit lebih terlambat dari biasanya. Seharusnya dia memesan taxi saja tadi. Bodohnya dia mengikuti perasaan galau dalam dirinya dan menolak otaknya yang bersikeras mengatakan bahwa tubuhnya sedang lelah.

Ia menyesalinya.

Perjalanan ia lanjutkan, langkah demi langkah gontai menyusuri ramainya jalanan disenja hari. Tubuhnya kelelahan setelah menjalani rutinitas sekolah dan tanpa sengaja terjebak dalam kereta penuh sesak.

Hey dia bisa saja memesan taxi VIP super mewah jika dia mau. Tapi jika dia lakukan itu ibunya akan marah besar. Oh ayolah semua ibu itu seram, kalian tahu itu. Jangan harap kau dapat uang jajan setelah menghambur-hamburkan uang hanya untuk urusan tak penting.

Ia masih berjalan, 300 meter lagi dia sampai di tempat ternyaman yang biasa disebut rumah. Angin sore perlahan berhembus, ia mempercepat langkahnya menuju kediamannya.

Persetan dengan tubuh lelah dan hati yang tertutupi kabut cemburu. Hah andai saja dia bukan pengecut, gadis itu pasti menjadi miliknya sekarang. Dan mungkin ia tak perlu memikirkan soal 'gadisnya' yang terancam direbut lelaki lain.

Ia bersumpah akan memenangkan hati gadis itu dan melindunginya dari para penjilat numpang tenar itu.

•°•°•

"Tadaima," ucapnya -entah pada siapa-  saat ia masuk ke dalam rumahnya.

"Ah nii-chan sudah pulang." seorang gadis berwajah manis menyapanya.

"Hmm aku pulang, apa kaa-chan di rumah?" ia mengelus kepala gadis itu perlahan.

"iya! Kaa-chan ada di kamarnya, baru saja selesai mandi. Nii-chan mandilah, sebentar lagi kita makan malam bersama." ucapnya semangat.

"Baiklah." Ia melangkahkan kaki menuju kamarnya yang berada di lantai 2.

Sejenak setelah membuka pintu kamarnya, ia meletakkan tas sekolahnya diatas kasur lalu bergegas mandi.

15 menit cukup untuknya membasuh diri. Menghilangkan segala kotoran dan bau badan.

Setelah mengganti baju, ia teringat pada kotak bekal milik Sarada yang belum dikembalikannya. Diambilnya kotak itu lalu menatapnya sebentar.

Restart (Borusara Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang