Seperti kemarin, Ale menunggu kedatangan pemilik dari Café ini untuk membukakannya pintu kayu berwarna coklat itu. Meskipun Ale belum diterima secara sah pada café ini, ia tetap bersikeras untuk bekerja disana. Kemarin ia banyak belajar bersama Angkasa membuat beberapa jenis kue yang belum pernah ia buat sebelumnya.
Bukan Ezra, tetapi Angkasa yang datang sekarang. Ale yang melihatnya sangat bersemangat, bagaimana tidak saat Angkasa masih berjalan menuju café ia sudah tersenyum hangat melihat Ale. Berbeda dengan Ezra yang bahkan tidak menoleh sedikitpun.
Setelah dibukakan pintu, keduanya bergegas untuk membersihkan café, Ale bagian membersihkan area dapur sedangkan Ezra membersihkan meja dan kursinya.
Kue-kue yang ia buat kemarin telah disediakan dietalase dan beberapa masih disimpan di oven. Setelah merasa puas dengan hasil pekerjaan mereka, Angkasa mengubah tulisan Close menjadi Open yang berada pada pintu kayu itu.
Kue yang Mereka buat sehari sebelum dijual hanyalaj jenis kue yang bertahan cukup lama, seperti macaroon dan roti tawar. Sedangkan untuk cake dan kue yang basah lainnya mereka akan membuat selagi café dibuka.
Café ini tidak hanya menjual kue yang terlihat indah seperti cake, tetapi juga menjual sandwhich dengan isian yang dapat direquest langsung oleh pelanggan. Namun, untuk sandwich hanya tersedia saat pukul 08.00-11.00 saja.
Pelanggan mulai berdatangan, Ale dan Angkasa mulai disibukkan dengan menyiapkan pesanan-pesanan yang menumpuk. Mereka sedikit keteteran, karena pelanggan yang banyak. Sebenarnya kemairn tak kalah ramai dari hari ini, hanya saja kemarin ada Ezra. Yap, hingga pukul 10.30 ini Ezra belum menampakkan wujudnya.
"Sa, ini udah jam segini Ezra belum dateng. Sering dia kayak gini?"
"enggak sih, cuman bakal ninggalin kalo separuh hidupnya dateng kesini."
Ale POV
Wow separuh hidup. Pacar kali ya? Oooo yang kemarin telfon mungkin.
Tak ambil pusing aku hanya ber-oh ria menanggapi jawaban Angkasa. Senang juga bisa berduaan dengan Angkasa seperti ini, dia sangat tampan. Apalagi saat keringat mulai bercucuran di pelipisnya. Sungguh pemandangan yang teramat indah.
Untungnya, saat memasuki waktu 11.30 an, pelanggan sudah mulai sepi. Akhirnya aku dan Angkasa bisa beristirahat sejenak. Pelanggan masih ada, hanya saja tak seramai saat tadi pagi. Menururtku café ini ramai di jam 08.30-11.00, dan kebanyakan dari mereka adalah untuk membeli sandwich. Mungkin untuk mereka sarapan.
Aku dan Angkasa sibuk di dalam dapur, membuat beberapa kue yang sudah menipis stocknya. Aku hanya kebagian untuk membuat adonan hingga memanggangnya, sedangkan Angkasa dia yang menghias kuenya.
Dia terlihat sangat berpengalaman saat menghias kue, hasilnya juga tak diragukan lagi, sangat sempurna. Dia pernah bercerita kalau dia saat masih duduk dibangku sekolah, suka sekali belajar membuat kue dengan koki dirumahnya. Mulai sejak itu, ia sangat menggilai hal-hal yang berbau kue.
"Angkasa, kamu kenapa kerja disini?"
"hah? Maksudnya?"
"iya, kamu kan bisa membuat café mu sendiri. Dan pastinya dengan ukuran yang lebih besar? Uangmu kan banyak?"
"haha itu benar, jika aku ingin maka aku akan membuatnya dengan uang yang aku punya. Hanya saja aku belum memiliki uang yang cukup banyak"
"Jadi itu alasanmu bekerja disini?"
"dia temanku Ale. Dan lagi, aku ingin mengumpulkan uang dengan hasil kerjaku sendiri. Kau tau, uang itu berasal dari kedua orang tuaku"
"kenapa kau tidak bekerja disana?"
![](https://img.wattpad.com/cover/222784950-288-k321368.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Feeling
Dla nastolatkówMenceritakan pemuda tampan pemilik Cafe dan juga awal mula ia bertemu dengan Mentari-nya. Mahasiswa tingkat akhir yang ingin bekerja di Cafenya.