Di perjalanan pulang usai membeli baju untuk perayaan pensiun kakek. Keningku mengernyit, melihat banyak orang asing yang berdiri mengerumuni jalan. Membuat mobil kami jadi terpaksa berhenti, padahal komplek rumahku sudah tak jauh. Om Anas dengan cepat membunyikan klakson mobil agar orang-orang itu sadar dan segera menepih. Tapi seakan tidak ada orang yang mendengar suara klakson barusan, semuanya hanya terfokus pada satu objek di depan kami. Karena tak sabar, aku memutuskan untuk turun dari mobil dan menyingkirkan orang-orang itu sendiri. Agak sulit, karena badanku bagaikan semut di tengah-tengah mereka. Tapi akhirnya aku sampai di tengah kerumunan itu dan bisa bernapas lega. Orang-orang kompak berseru karena aku yang memotong barisan, tapi aku hanya menjulurkan lidah kearah mereka.
Tapi baru beberapa detik, aku sontak mememolotkan mataku. Di depanku sudah terbaring tubuh kakek yang membiru di tengah jalan, dengan darah berwarna merah pekat yang mengelilinginya, namun perlahan darah itu mengalir ke pinggir-pinggir jalan. Dan aku sempat bingung, melihat kepala kakek tampak berbeda. Dan ternyata ada bekas peluru kecil yang berhasil membolongi kepalanya. Pemandangan itu terlihat sangat jelas, sampai membuatku tak bergeming beberapa saat. Orang-orang di sekitarku mulai cemas dan berusaha menyingkirkanku, tapi aku tak bergerak sedikit pun.
Lalu telepon di sakuku tiba-tiba berbunyi, yang kebetulan aku telah mengaktifkan pengangkat telepon otomatis di HP-ku, membuat telepon itu menekan tombol hijau dengan sendirinya. Saat sudah terhubung, aku mulai mendengar suara isak tangis dari seberang sana, bercampur suara langkah kaki beberapa orang yang sedang berlari kearahku. Air mataku pun sudah memaksa keluar, tapi berusaha kutahan, membuat penglihatanku jadi buram seketika. Tapi tidak lama, aku tak sadar sudah terduduk di aspal dengan air mata yang tak bisa ku bendung lagi.
Setelah itu, suara Mama terdengar di telepon.
✆ "Nak.. Kakek sudah pergi.."
✨
baru part 1, jadi mau lanjut apa ga ni? wkwk