jangan lupa voting sesudah membaca.
***
"Vin, Vin! Sini bentar!" teriak Yase dari pinggir lapangan. Cowok itu melambai-lambaikan tangannya, menyuruh Alvin agar menghampirinya. Sedangkan cowok yang di panggil itu malah diam sambil mengernyitkan kening, "Ngapain?"
"Sini dulu!" teriak Yase lagi, tapi sekarang dengan setengah memaksa.
Alvin menghela napas dan mengikhlaskan bola basket di tangannya itu di rebut oleh teman-temannya. Cowok itu berjalan menghampiriku dan Yase, tetapi saat mata kami berdua bertemu ia dengan sengaja memperlambatkan langkahnya. Yase yang melihat itu jadi gemas, "Mau gue seret lo kesini?"
Alvin berdecih, segera mempercepat langkahnya. Beberapa detik berlalu, akhirnya cowok itu sampai juga di hadapanku dan Yase. Tetapi kedua matanya tertuju pada orang di sebelahku, "Mau apa lu?"
Yase terkekeh sebentar sebelum menjawab, "Ini, fasa mau nebeng─"
"Gak, gue gak mau," tolak Alvin cepat. Padahal Yase belum selesai dengan kalimatnya, ia jadi melongo mendengar jawaban dari cowok itu barusan. Yase berdeham, "Gak bisa gitu bro, Fasa kan sepupu lo, masa lo tega nyuruh dia pulang sendiri? Mana udah mau gelep gini,"
Alvin beralih menatapku, sepertinya cowok itu ingin melihat raut wajahku yang memohon padanya. Dengan terpaksa aku bergaya sok imut di depan cowok itu. Menggigit bibirku lalu menatapnya tanpa berkedip. Tatapan Alvin yang tadinya datar mulai berubah, aku bernapas lega. "Yaudah, tapi lo gak usah meluk-meluk gue di motor, ngerti?"
Aku tak sadar sudah meloncat girang mendengarnya, dan seketika terdiam saat mendengar perkataan Alvin barusan. "Idih, siapa juga yang bakal meluk lu!" balasku. Terlepas dari itu, aku cukup heran dengan Alvin yang mudah luluh padaku hari ini. Biasanya, aku bisa sampai sujud di depan cowok itu agar ia merubah pikirannya. Ternyata mood-nya sedang bagus hari ini.
"Gue nganter Fasa dulu kalo gitu, Yas. Udah sore, entar bokapnya nyeramahin gue," pamit Alvin pada Yase. Yase menepuk sebelah pundak cowok itu dan balas pamit. "Bye Fasa, Jangan lupa nafas ntar di motor ya!" pamit Yase padaku. Aku mendengarnya jadi mengerutkan kening, tidak mengerti. Sampai suara berat Alvin yang mengalihkanku.
"Udah gak usah lu dengerin. Gua mau pamit dulu sama yang laen, lu duluan aja ke parkiran," suruh Alvin padaku.
"Lu nyuruh gue jalan sendiri ke parkiran?"
"Jangan bacot, Beruntung lu gue anterin,"
"Yaudah,"
Aku dengan malas berjalan menuju parkiran, sesekali menatap Alvin yang sedang bercanda tawa dengan teman-temannya. Jadi ingat, aku belum pernah sama sekali bercanda tawa dengan cowok itu. Setelah sampai, aku segera mencari motor merah Alvin. Sudah kutebak, cowok itu pakai motor ninjanya hari ini, terpaksa aku harus mengikhlaskan bokongku kalau sampai terbang di jalan nanti.
"Lu bawa jaket?" suara seseorang mengagetkanku.
Aku menoleh dan menggeram, "Lu bisa gak sih bilang permisi dulu? Kaget tau gak?"
"Kalo lu gak bawa, sini pake jaket gue. Gue gak suka cewek yang tebar pesona," kata Alvin tanpa membalas ucapanku. Aku berdecak, tapi tetap mengambil jaket di tangannya. "Makasih," gumamku pelan.
Alvin siap menaiki motornya lalu memakai helm fullface yang dari SMP tidak pernah ia ganti. Saat aku bertanya alasannya, jawaban cowok itu selalu karena mantan yang sangat di cintainya dulu menghadiahkan helm ini di hari ulang tahunnya. "Eh, si Zaza apa kabar, Vin?" Zaza adalah salah satu nama mantan Alvin.
"Alhamdulillah baek," jawab cowok itu di balik helm-nya.
"Gak nge-chat lo lagi?"
"Masih, tapi gak gue bales,"
"Lah kenapa?"
"Lu mau balik apa kagak?" Alvin yang cepat mengubah topik, membuatku tak sadar menelan ludah. Dan dengan cepat duduk di belakangnya, sedangkan jaket tadi sudah berteger di bahuku. Yang tak lupa kupasang satu kancingnya. Kalau tidak, bisa melayang di jalan nanti.
Alvin menginjak gas motornya, dan kebisingan langsung hilang karena suara knalpotnya yang sangat berisik. Aku jadi teringat kata-kata Yase tadi, 'saat di motor jangan lupa napas' maksudnya apa? Maklum, aku baru kali ini di bonceng dengan musuh bebuyutanku dari jaman bayi hingga sekarang. Karena mendengar cerita dari Mama, kalau aku dan Alvin selalu berantem sejak pertemuan pertama kami saat masih bayi.
Semuanya masih terlihat normal, aku masih bisa mengobrol santai dengan cowok itu. Tapi saat motor Alvin mulai memasuki jalan raya. Suara deruh motor tiba-tiba bertambah keras, dan perasaanku jadi tidak enak. "Woi Pin! Pelan-pelan ya lu,"
"Iya sayang,"
Balasannya seperti gumaman di kupingku. Motor sudah melaju begitu cepat di jalan raya, beberapa kali kupukul bahu Alvin dari belakang. Aku memejamkan mata dan berdoa beberapa kali, agar umurku di panjangkan. Orang-orang tak jarang membunyikan klakson pada kami, karena motor Alvin yang suka menyelip tiba-tiba. Ini lebih dari mimpi buruk, akan kukutuk cowok itu saat sampai nanti. Tapi setelah beberapa menit, ini mulai terasa seru juga. Aku melepas kuncir rambutku dan membiarkannya tergerai, menikmati angin sepoi-sepoi yang dengan bebas menghantamku.
