9.

1.8K 158 22
                                    

Langit cerah tiba-tiba berubah mendung. Bunga-bunga terlihat layu. Daun-daun pun jatuh berguguran karena tertiup angin. Burung-burung yang biasanya bernyayi merdu di dada Arletta mendadak bisu. Mereka seolah-olah ikut merasakan kesedihan yang saat ini sedang Arletta rasakan.

Patah hati. Hanya dua kata tapi mampu memporak-porandakan kehidupan Arletta. Gadis yang beberapa hari lalu sering tersenyum kini berubah murung dan tidak semangat menjalani hidup. Arletta jatuh untuk yang kedua kali karena cinta. Seharusnya sejak awal dia tidak membiarkan kuncup-kuncup bunga di dadanya bermekaran, tumbuh semakin banyak hingga tidak bisa dikendalikan.

Arletta menyesal telah membiarkan bunga-bunga itu tumbuh, membiarkan dirinya semakin hanyut dalam kebahagiaan semu. Sekarang bunga-bunga tersebut telah layu, bahkan ada yang mengering, hingga nyaris mati. Semua tidak lagi terlihat indah. Air mata menjadi bukti betapa hancurnya hati Arletta sekarang.

Apa yang harus Arletta lakukan? Haruskah dia menghancurkan kebahagiaan Chanyeol dan Aeris untuk menyembuhkan hatinya?

Tidak.

Arletta bukan orang jahat. Dia gadis baik. Woobin dan mendiang sang ibu pasti akan membencinya bila melakukan hal kotor seperti itu.

"Arletta!" Woobin buru-buru mematikan kompor saat melihat asap mengepul dari penggorengan.

Arletta tergagap, sontak mundur beberapa langkah untuk menghindari asap yang menyeruak memenuhi dapur.

"Untung saja ayah datang tepat waktu, kalau tidak, bisa habis rumah kita karena kebakaran."

"Maaf, Ayah," ucap Arletta penuh penyesalan.

Woobin menghela napas panjang. Sebagai orangtua, dia seolah bisa merasakan apa yang saat ini sedang Arletta rasakan. Bukan salah Arletta bila menjatuhkan hati ke Chanyeol, hanya saja takdir sepertinya tidak berpihak pada gadis itu.

Andai saja Chanyeol dan Aeris belum bertunangan, Arletta pasti masih memiliki kesempatan untuk bersatu dengan ayah kandung Channie tersebut.

Woobin mendekat, pelan menarik tubuh Arletta dalam dekapan. "Lain kali jangan melamun saat memasak. Sudah, tidak apa-apa," ucapnya sambil mengecup puncak kepala Arletta dengan penuh sayang.

Kristal bening itu meluncur begitu saja membasahi pipi Arletta. Dia merasa begitu tersentuh karena Woobin begitu memahami perasaannya. "Terima kasih, Ayah. Maaf membuat Ayah khawatir."

Woobin mengangguk. "Mau dengar sebuah lelucon, Arletta?"

Arletta sontak mengangkat kepala agar bisa melihat wajah sang ayah. "Apa?" tanyanya terdengar menggemaskan. Dia mata Woobin, Arletta masih terlihat seperti gadis kecilnya yang suka bermain boneka Barbie.

"Hewan apa saat siang makan nasi kalau malam minum susu?"

Arletta memutar bola mata malas mendengar pertanyaan sang ayah. "Belalang kupu-kupu, Ayah. Murid Arletta di sekolah juga tahu jawabannya. Ayah nggak seru, ah."

Woobin terkekeh melihat wajah kesal Arletta. "Jangan marah, Ayah masih punya satu pertanyaan lagi."

Arletta berdecak sebal. "Arletta nggak mau dengar, pasti pertanyaan Ayah aneh-aneh lagi."

"Ayolah, tolong dengar pertanyaan Ayah dulu, Arletta?"

"Baiklah," jawab Arletta malas.

Woobin berdeham sebelum mengajukan pertanyaan. "Siapa yang melukis pelangi?"

"Ayah...." Arletta menghentak-hentakkan kaki seperti anak kecil.

Woobin malah terkekeh melihatnya. Dalam hati dia mengucap syukur. Setidaknya, Arletta bisa melupakan sebentar kesedihannya.

CHANGE (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang