12.

3K 164 59
                                    

Jam berganti hari. Hari berganti bulan. Bulan pun berganti menjadi tahun. Yang hidup pasti akan mati, mereka yang lahir akan menggantikan yang telah pergi.

Kata-kata Dean terus terngiang di dalam pikiran Arletta. Banyak hal yang berubah. Ya, Arletta kini menyetujui ucapan Dean. Ternyata banyak hal yang telah berubah. Siklus pertemanan, lingkungan kerja, juga perasaan.

Waktu sembilan tahun ternyata bisa mengubah Dean dan Arletta. Mereka memang tetap berteman. Namun, entah kenapa kini terasa sangat berbeda. Hubungan mereka tidak lagi sedekat dulu. Rasanya seperti ada dinding tipis yang berdiri di antara mereka.

Dulu, Arletta akan menceritakan semua yang dia alami ke Dean, apa pun. Namun, gadis itu sekarang lebih banyak diam dan suka menceritakan apa yang dia rasakan dalam buku harian. Dean pun sama. Tanpa lelaki itu sadari, ada seorang wanita yang berhasil menumbuhkan bunga-bunga di dalam hatinya.

Entah Arletta yang banyak berubah, atau mungkin Dean yang sudah terlalu nyaman hidup tanpa Arletta.

"Dean."

"Hmm..." Dean hanya menyahut, tanpa mengalihkan perhatian dari ponsel karena  sedang asyik berbalas pesan dengan Aeris. Tanpa sadar dia tersenyum, berdecak, kadang menggerutu kesal jika Aeris tidak segera membalas pesannya. Semua yang Dean lakukan tidak ada yang luput dari perhatian Arletta.

Apa Dean sedang jatuh cinta?

"Dean."

"Ya?" Akhirnya lelaki pemilik gigi kelinci itu menoleh.

"Kamu sedang berbalas pesan sama siapa, sih?" Arletta akhirnya bertanya karena bosan diabaikan. Padahal mereka sedang merayakan ulang tahun bersama, tapi Dean malah mengabaikannya. Menyebalkan!

"Sama, Aeris. Dia bingung karena Chanyeol sedang ngambek sama dia. Ah, Aeris lucu sekali," jawabnya sambil tersenyum.

Arletta mendesah panjang. Kenapa Dean terlihat begitu bahagia hanya kerena berbalas pesan dengan Aeris?

"Kalian sudah kenal sejak lama?"

Dean mengerutkan dahi. "Lumayan lama, mungkin sekitar empat tahun lalu."

"Kamu sudah tahu kalau Aeris akan segera menikah?"

"Iya, aku tahu. Memangnya kenapa?"

"Kamu suka sama dia?"

"Uhuk!" Dean sontak terbatuk-batuk setelah mendengar pertanyaan Arletta. Dia segera meraih segelas air putih yang ada di atas meja untuk meredakan rasa panas yang menjalar di tenggorokan. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya Dean setelah berhasil mengatur napas.

Arletta mengangkat bahu. "Aku hanya berpikir kalau kamu menyukai Aeris."

Dean memutar bola mata. "Aku pasti sudah gila kalau menyukai wanita seperti Aeris."

"Wajar saja kalau kamu menyukai Aeris, Dean. Aeris wanita yang baik, selain itu dia juga cantik."

"Juga bodoh, ceroboh dan sedikit keras kepala. Kamu tahu, Arletta. Aeris sering sekali jatuh di tempat yang sama. Aku heran, apa Aeris tidak dianugrahi sistem koordinasi yang baik?"

Lagi-lagi, Arletta melihat senyum mengembang di kedua sudut bibir Dean ketika menceritakan Aeris. Sepertinya apa yang dia pikir benar. Dean menyukai ibu kandung Channie.

Arletta mengangkat bahu. "Entahlah. Kalau kamu sedang jatuh cinta, kamu juga harus siap jatuh karena cinta, Dean."

Dean mengerutkan dahi. "Maksud kamu?"

"Sepertinya posisi kita sama. Sama-sama mencintai seseorang yang sudah dimiliki."

"Maksud kamu apa, sih Arle..." Dean tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya. "Jangan bilang lelaki yang kamu suka sudah memiliki kekasih?" tanyanya menatap Arletta dengan mata membelalak lebar.

CHANGE (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang