Enambelas

38.1K 2.3K 66
                                    

Happy Reading🍑

1 bulan kemudian..

Edward tak hentinya menatap wanita yang kini sedang mengandung buah hati mereka. Kini keduanya sedang ada di meja makan. Lebih tepatnya Ashley yang makan, Edward hanya melihat. Betapa lahapnya istrinya itu makan, sudah berapa porsi nasi yang telah masuk kedalam perut istrinya itu.

Makan siang yang membuat Edward menjadi kenyang, bahkan ia belum menyantap makan siangnya. Akhir-akhir ini nafsu makan istrinya itu sangat berlebihan, terkadang mencuri sebuah cemilan yang sudah disediakan oleh pelayan dikulkas dan diraup habis tanpa sisa. Edward bahkan tidak bisa menduga, jika istrinya itu meminta makan saat diwaktu yang tidak tepat, saat subuh sekali istrinya itu merengek meminta makan. Terpaksa Edward bangun, dan memasak untuk istrinya itu.

Tenang, Ashley tak mengidam yang macam-macam. Apapun yang bisa dimakan, maka disaat itulah Ashley memakannya tanpa meninggalkan sisa. Jangan salah, Edward kita ini bisa memasak, walaupun lumpuh, jangan salah menilainya. Saat Ashley mencicipi masakkan Edward, walau hanya nasi goreng dan telor mata sapi setengah matang, itu sudah membuat Ashley ketagihan. Edward pun tak tahu.

Saat ini Ashley sudah menghabiskan tiga porsi nasi putih dalam takaran besar, dan daging tumis balado buatan Edward. Melihat istrinya itu makan, Edward merasa kenyang. Ashley makan seperti orang tak makan berbulan-bulan, tepi bibirnya diselimuti oleh bumbu-bumbu makannya. Edward tak merasa jijik, ia bahkan sangat ingin meraup bibir itu, dan menghisapnya kuat. Ah betapa menggemaskannya istrinya itu.

"Ed.. Kau tak makan? Kenapa hanya memandangku?" Edward tersadar dari lamunannya. Ia melihat piring Ashley telah kosong dan bersih tanpa sisa nasi sebutirpun. Lalu ia melihat tatapan istrinya itu pada piringnya, dan daging tumis balado miliknya.

"Kau mau?" Ashley mengangguk. Edward menukarkan piring Ashley yang kosong dengan piringnya yang masih utuh dengan nasi dan daging tumis balado.

"Makanlah, habiskan." Ashley mengangguk dan tanpa basa-basi ia langsung melahap makan siang Edward, dan tanpa memikirkan Edward yang belum makan siang.

Seketika semua bersih, tanpa sisa. Namun, Ashley tersadar suaminya belum makan siang, ia telah memakan makanan suaminya. Ashley memasang wajah sedihnya, dan membuat Edward khawatir.

"Sayang, ada apa? Apa ada yang sakit? Hah? Katakan?" Ashley menggeleng.

"Lalu?" tanya Edward, pria itu mendorong kursi rodanya dan mendekat kepada Ashley yang kini tengah menunduk.

"Aku sudah menghabiskan makan siangmu. Kenapa kau tidak memarahiku." ujar Ashley sambil tersedu-sedu.

Ini sudah sering terjadi, jadi sudah biasa bagi Edward. Istrinya itu akan menangis setelah ia mendapatkan semuanya, lalu memikirkan akhirnya. Disinilah yang membuat Edward gemas, istrinya itu tak akan berlama-lama menangis. Jadi tak masalah bagi Edward. Maklum, wanita hamil jadi emosionalnya naik-turun.

"Apa jika aku memarahimu itu akan mengembalikan makan siangku?" Ashley menggeleng.

"Lihat aku!" Ashley mengangkat wajahnya lalu memandang wajah Edward.

"Apa kau sudah kenyang?" Ashley mengangguk.

"Bagus. Aku juga ikut kenyang." senyum Edward membuat Ashley merasa baikkan.

"Tapi kau belum makan siang."

"Aku akan memakanmu saja nanti." ujar Edward sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Dasar mesum, aku ingin menonton televisi." Edward terkekeh, Ashley meninggalkan Edward dimeja makan seorang diri.

Edward kini berfikir mencari cara untuk mengambil alih perusahaan itu, dan segera mencari tahu keberadaan ayah dan ibu kandungnya. Ia tak mungkin berlarut-larut menjadi pengangguran dan membiarkan Ashley bekerja sebagai seorang istri. Ia ingin memberikan yang terbaik bagi Ashley, cinta, uang, bahkan nyawanya juga ia akan pertaruhkan. Entah sejak kapan Edward seperti ini, terlalu jatuh cinta, bahkan sangat dalam dan terjerumus oleh lautan cinta Ashley.

My Husband In The Wheelchair.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang