Author
Sudah lima belas menit sebelum bel berbunyi, seorang cowok duduk berdiam di pinggir lapangan. Matanya yang tajam terus mengamati bola yang sedang digiring oleh pemain bola sepak itu.
"Woy, sendirian aja lo?" Teriak temannya yang ikut duduk dibangku panjang itu.
Cowok itu hanya tersenyum simpul sambil mengangguk.
Aksel, sahabatnya menatap wajah cowok itu. "Rel? Kenapa gak dateng semalam? Padahal bang Rangkas mau ketemu sama lo."
Ya, Farrel.
Tanpa melihat Aksel, ia berkata. "Kan, gue udah bilang sama lo. Gausah ada hubungan lagi sama Rangkas. Dia bahaya buat kita." Tegasnya.
Aksel menggaruk kepala, "Ya, gimana lagi, Rel. Kita kan ngikut jejak dia, ya jadi kemungkinan sulit buat menjauh." Farrel menatapnya balik. Tatapan tajam seperti biasanya. "Jangan natap gue kayak gitu apa, serem." Kata Aksel membuat Farrel tertawa.
-
Setelah merasa bosan menonton latihan para pemain bola sepak. Kedua cowok itu berjalan menuju kantin, yaitu tempat persinggahan mereka.
"Rel? Sel? Kemana aja kalian? Dion udah abis tiga mangkok baru datang, tuh liat hahaha." Tunjuk Fino kearah Dion yang masih mengunyah bakso dimulutnya, tetapi Dion tidak terlalu peduli.
"Yaelah, Fin. Kan yang penting bayar sendiri gak kayak lo, malak adik kelas teros." Ledek Alvaro. "Kasian Dion semalem keabisan bakso sama kita-kita."
Dion menggeser mangkuknya, "Emang biadab lo pada. Rel, masa gue semalem gak makan bakso kang Fajar." Katanya bersandar dengan Farrel.
"Haha, lagian lo tidur terus mana ngorok lagi kek babi." Hardik Ujang lalu menyeruput kopi hitamnya.
"Tuhkan, Rel. Si item juga biadab." Adu Dion pada Farrel. Yang lain hanya tertawa melihat kelakuan Dion yang selalu bermanja dengan Farrel.
"Rel, pala Dion kan berat kek dosa dia. Kalo gue jadi lo gue penggal tuh palanya, ngelunjak anjiir." Ledek Fino kembali.
Dion merengek bak anak kecil yang diambil permennya. "Lo? Berani... Berani sama Farrel? HAH?"
"Anjir, gue kira berani sama lo malah ngebawa Farrel. Pea lo, jirr." Ujar Fino membentar kepala Dion.
"Bangsat, sakit pala barbie jir." Lelaki itu mengusap kepalanya sambil memelototi Fino. Mereka memang sangat akur dalam masalah bertengkar.
"Hm..."
Suara deheman itu membuat kelima cowok caper itu menoleh kearah sumbernya dengan wajah bertanya, 'ada apa?' kearah Farrel.
"Kali ini, sepulang sekolah gausah ada yang ke basecamp semua harus pulang kerumah masing-masing. Ada yang keberatan?" Kata Farrel.
Kalimat itu membuat seluruhnya terdiam.
Aksel merasa sedikit resah, wajahnya begitu memerah lalu dengan berani ia mengacungkan tangan. "Apa?" Tanya Farrel.
"Rel? Gue percaya sama lo, tapi gak harus kayak gini juga. Gue merasa hidup kalo kita kumpul, Rel." Jelasnya.
Farrel menatap kelima sahabatnya. "Kita semua itu keluarga, gue juga gak yakin sama keputusan ini. Tapi gue rasa, ini yang terbaik. Senior lagi nyari Bakada dan gue gamau salah satu diantara kita, ada yang kena." Jelasnya dengan tegas. "Sel? Lo, paham kan maksud gue?"
Aksel mengangguk pelan, "yaudah, kalo emang lo mau kayak gitu."
"Gue mah ngikut aja." Jawab Dion santai.
Dengan cepat Fino menggerakan tangannya kearah Dion untuk menoyor kepalanya, "Bego dipelihara, jirr."
"Lo ngapa, gila? Gue begini, salah. Gue begitu, salah. Kalo gue mati lo orang pertama yang gue gentayangin." Balas Dion menyeringai.
Aksel tertawa, "Mati? Kayak masuk syurga aja lo, Yon? Hahaha."
"Yailah, lo gentayangin juga gue gak takut, Yon. Palingan lo yang takut sama diri lo sendiri. Haha.."
Mereka pun tertawa.
Tak terkecuali, Farrel. Lelaki cuek dan dingin yang tak mampu menarik bibirnya sekecil apapun. Memang, pelit dengan ekspresi.
Mereka berenam sudah lama menjalin persahabatan.
*
Farrel, si ketua Bakada yang dingin.
Aksel, tangan kanan Bakada yang humoris.
Alvaro, si super duper ngeselin.
Fino, paling caper diantara yang lain.
Dion, si tukang makan yang nyebelin.
Ujang, penikmat kopi hitam yang selalu santuy.
*
Dion mengerucutkan bibirnya, "Kalo bukan karena Farrel, gue udah capek bertemen sama kalian."
"Lah? Gue sih, gak perduli." Celetuk Alvaro, membuat semua tertawa menjadi-jadi.
Farrel pun dalam diam, agak tertawa kecil mendengar perbincangan kelima lelaki itu yang selalu menghibur dirinya dan diri mereka masing-masing.
Alvaro berhenti tertawa. "Eh, tunggu deh, bentar..." katanya gak jelas.
"Kenapa lo, bego?" Jawab Fino masih tertawa ngakak memegangi perutnya.
Ujang menatapnya, "Kenapa, Al?" Katanya penasaran, kemudian menyeruput kopinya kembali.
"Gausah diladenin, kaga jelas kan dia mah." Kata Dion, tak perduli.
Lalu Aksel hanya menatap Alvaro, lalu memutar kepalanya menatap Farrel. Setelahnya Aksel tertawa kencang.
"Dih, kesurupan lo?" Bingung Dion.
"Buka mata lo, Yon. Farrel ketawa tadi, manis banget. Anjir!" Jelas Aksel membuat Alvaro tertawa. "Lo ngeliat ternyata."
Farrel yang ditatap oleh temannya pun berdiri, "Gausah liatin gue kayak gitu, gue kan masih manusia sama kayak lo, semua." Lalu pergi meninggalkan mereka yang menahan tawa.
"Yah, Farrel marah kan tuh." Celetuk Alvaro saat cowok itu sudah pergi menjauh.
"Padahal kan kita cuman mau lihat ketawa versi Farrel." Ucap Dion.
Aksel tertawa lagu, "Sabar, yaa..." menepuk kepala Dion.
°
Gimana guys?
Please dong kasi bintang hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
FARREL, si Ketua BAKADA
Teen FictionCUMAN ISENG AJA BUAT NGISI WAKTU KOSONG hehe Cinta itu apasih? Kalau ngebahas tentang Cinta tidak akan ada habisnya, karena Cinta punya arti tersendiri bagi setiap yang mengalaminya. Hmm... | Ikutin terus kelanjutannya 😚 | #3 genre 14/05/2020