6; BAPER

40 1 0
                                    

Seminggu sudah kelima cowok itu berkumpul tanpa kehadiran Fino, si cowok caper yang hobinya berdebat dengan Dion. Walau tanpa Fino, mereka tetap asik meledek satu sama lain. Bedanya hanya pada Dion yang hari ini tidak nafsu makan.

"Lo kenapa Yon, satu mangkok bakso gak abis dari tadi? Galau, lo?" Tanya Aksel.

"Au, dah. Biasanya kan nambah bermangkok-mangkok, Yon." Tambah Alvaro.

"Lagi cacingan kali si Dion." Ucap Ujang yang membuat mereka tertawa.

Dion mentoyor kepala Ujang, "sotau lo item, gue abisin juga nih kopinya."

Ujang langsung mengambil cangkir kopi dan menyeruputnya, "apaan lo, ini kopi mahal."

"Lagi, gue dikata cacingan. Temen biadab lo."

Aksel tertawa, "baperan amat, lo. Kunyuk."

"Gue lagi males berjanda, eh, maksudnya bercanda." Ucap Dion.

"Goblok!" Celetuk Alvaro.

"Gue tanya tadi nilai ulangan bahasa indonesia yang lebih tinggi nilainya, siapa?" Kata Dion.

Alvaro mengernyitkan dahinya, "Farrel, lah."

"Maksud gue diantara kita berdua, tolol." Ucap Dion, mengacak rambutnya sendiri.

"Cie... kita ber-dua, gak nyangka gue sama lo." Ucap Aksel.

"Najis, gue masih normal." Kata Alvaro.

Dion menatap malas, "basi, lo semua." Ucapnya lalu pergi meninggalkan meja kantin mereka.

"Dih, ngapa itu bocah? Cacingan?" Kata Ujang, sok bertanya.

"Males, gue ngumpul sama bocah goblok." Jawab Dion, menoleh kearah mereka sebentar, berlalu.

"Padahal dia yang goblok, ya?" Kata Alvaro.

Aksel terkekeh, "lo kan juga goblok, samanya."

Farrel hanya diam menatap layar ponsel miliknya. Ia masih bingung siapa yang suka menerornya lewat nomor yang tak dikenal.

Belakangan ini, nomor itu selalu saja menelponnya apabila Farrel angkat orang seberang sana tidak mau menjawabnya. Ingin rasanya ia blokir nomor itu tapi masih ada rasa penasaran dalam pikirannya. Ia harus mencari tahu nomor ini.

Cowok itu mengernyitkan dahi, saat dua cewek menghampiri meja bundar yang ia duduki sekarang.

"Kak Farrel, aku boleh gabung disini gak?" Tanyanya, tanpa menghiraukan tatapan teman cowok itu.

"Soalnya udah gak ada tempat lagi, kak." Ucapnya lagi.

Alvaro tersenyum, "gak-papa lah, Rel. Sekali-kali, yak kan Sel?"

Aksel hanya tersenyum kecut tanpa mengangguk.

Cowok itu terdiam. Menyapu pandangan keseluruh meja kantin. "Tuh disana, masih ada tempat. Cukup buat dua orang." Kata Farrel menunjuk meja yang tidak jauh dari tempatnya.

"Nay, gamau disana. Mereka bertiga itu jutek banget." Adunya.

Tiga orang disebrang sana pun menoleh. Mungkin hanya dua orang karena satu lagi masih sibuk menyantap mie yang sudah digulung dengan garpunya.

"Meja ini, khusus buat laki-laki anak Bakada kalo cewek gak diperbolehkan, itu udah aturan dari lama."

"Kak Farrel." Teriak salah seorang perempuan dari meja yang tadi ia tunjuk. "Padahal, Cindy udah ajak mereka gabung cuma mereka-nya aja, gamau. Jadi ya, bukan salah kita."

"Iya, bener." Ucap Fira, mengangguk. "Nay, Ta, sini gabung sama Fira aja. Itu kan tempat anak lakik, gabaik tau." Lanjutnya.

Cindy hanya tertawa mendengarnya. Sedangkan Nayya dan Tata merasa malu. Tapi sepertinya tidak terlalu. "Aku makan dikelas aja, deh. Gak sudi kalau harus gabung sama geng udik." Ucap Nayya, cowok itu hanya mengangguk pelan.

Akhirnya, dua cewek itu pergi. Sedangkan mata Farrel masih melihat pada meja yang diduduki tiga cewek itu. Ia tersenyum melihat salah satu cewek yang memerah wajahnya akibat kepedesan. Dan, cewek itu adalah seorang pembawa kue pie kerumahnya.

"Yah, gajadi gue makan bareng sama Nayya." Keluh Alvaro.

Aksel mentoyor kepala lelaki itu, "peraturan tetep peraturan, bor."

Alvaro hanya termangut-mangut menatap punggung cewek pujaannya yang hampir menghilang dari penglihatannya.

"Lo, liatin siapa, Rel?" Tanya Ujang yang mengikuti arah pandang Farrel.

"Ceweklah, masa cowok." Jawab Farrel.

Ketiga cowok itu lantas menganga. Tak percaya apa yang barusan dikatakan Farrel si cuek itu. Sedikit agak gak percaya dengan pendengarannya, Aksel mencubit telinganya sendiri, pelan tapinya.

"Aww, ini kenyataan coy. Sahabat gue, akhirnyaa..." ucap Aksel memeluk lengannya, sok dramatis.

"Gue tidak menyangka, kalo Farrel berani bilang kayak gitu. Gue pikir lo itu, hmm... suka cowok." Kata Alvaro. Setelahnya kepalanya terkena bentar oleh Ujang.

"Gue yang gak nyangka, lo berani ngomong kayak gini sama Farrel, goblok."

"Kan, bercanda, Tem."

Farrel menatap heran ketiga temannya. "Harus berapa kali gue bilang, gue itu sama kayak kalian punya perasaan juga."

"Yang mana Rel, gue mau liat dong ceweknya." Kata Aksel ingin tahu.

"Jangan Rel, tar diembat ama si Aksel, modus." Jelas Alvaro.

"Eh, anjirr. Gue gak sejahat itu, lah."

"Apaan, cewek yang tadinya suka sama gue pada lari semua ke elo, kan sialan."

Aksel tertawa, "salahin tuh muka loh yang mirip pantat sampi. Moooo..." katanya memperagakan suara sapi lalu kembali tertawa.

Farrel tersenyum simpul saat cewek itu melihatnya lalu melambaikan tangan. "Hai, Kak." Sapanya.

Walau cowok itu hanya diam, tak menyahut. Tapi dia memperhatikan gerakan cewek itu yang mulai pergi meninggalkan kantin. Entah mengapa matanya sangat tertarik melihatnya.

Tanpa disadari, kakinya melangkah mengikuti cewek itu. "Rachel." Panggilnya membuat orang yang memiliki nama menoleh kearahnya.

Cindy dan Fira hanya tersenyum mendengar nama temannya dipanggil oleh pujaan hatinya.

"Aduh, Ndy. Perut gue sakit banget pengen boker, anterin yuk? Hel, gue boker dulu yak." Kata Fira menarik lengan Cindy.

"Lo ngapain sih, boker ngajak gue." Omel Cindy.

"Hush. Ini cuma strategi supaya bisa ninggal Rachel sama pangerannya." Bisiknya sambil berlari menarik Cindy.

Rachel tersenyum lebar, "ada apa, kak?"

Memang wajahnya selalu seperti itu, ceria dan selalu tersenyum. Sangat cantik dan manis.

"Lo, cewek yang didepan rumah gue, kan?" Tanyanya memastikan.

Rachel tersenyum, "iya, kak." Jawabnya. "Aku baru denger suara kak Farrel deh. Hehe."

"Thanks, makanannya" Ucapnya lalu berjalan melewati cewek itu.

Rachel menatap punggung pangeran cueknya itu. "Gue, gak nyangka bisa ketemu sama pangeran tampan. Aaaaaaa..." Ucapnya saat cowok itu sudah tak terlihat.

Cewek itu berjalan menuju kelasnya dengan senyum yang tak pernah luntur dari wajahnya.

"Terima kasih sudah membuatku tambah mencintaimu, aku baperan." Ucapnya pelan sambil menatap langit siang sebentar lalu lanjut kembali berjalan.

°

TBC

FARREL, si Ketua BAKADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang