Hembusan angin malam menerpa wajahnya. Dengan santai, ia menjalankan motornya. Wajahnya masih datar, tidak ada yang bisa ia tunjukkan. Biarlah, dia memang seperti itu.
Perkenalkan, namanya Reval, Revalio Adha. Dunianya sedikit berbeda dari yang lain. Bukan dunia fantasi, melainkan dunia yang penuh dengan kecaman.
Tenang saja, dia masih jomblo. Bukan tidak ada yang tertarik dengan Reval. Justru dia yang menolak kehadiran cewek-cewek yang mendekatinya. Alasannya cukup aneh, tidak mau berhubungan denga siapa pun.
Omong-omong, dia memiliki kembaran. Namanya hampir mirip, Revanio Adha Pratama. Mulai dari wajah, tinggi, berat badan, bahkan kulitnya sama. Mungkin akan sulit membedakan keduanya, jika saja Reval tidak menggunakan jaket atau sweter setiap saat.
"Lo masih jauh?" Reval berbicara dengan seseorang di teleponnya. Dia sudah memarkirkan motornya, di dekat kedai kopi Staxo.
"Gue di depan," sahutnya.
Itu Alvin, teman Reval yang paling setia. Mereka berteman sejak beberapa tahun lalu. Berkat Alvin, Reval jadi dikenal oleh banyak siswa di sekolahnya.
Mungkin lebih tepatnya, Reval dikenal setelah Alvin. Lagi pula, siapa yang ingin mengenal seorang cowok yang tidak pernah membuka dirinya dengan lingkungan? Kalau saja Alvin tidak humble, pasti Reval tidak akan dikenal oleh orang banyak.
Kakinya mulai melangkah, menuju pintu kedai yang tidak jauh dari tempatnya. Dia bekerja di sini, sebagai pembuat kopi. Padahal seharusnya anak seusia dia di rumah, belajar atau setidaknya mengerjakan tugas sekolah.
Jangan ingatkan Reval tentang sekolah. Dia tidak peduli, bahkan tidak memiliki niat sekolah. Ia hanya menjalankan perintah, tidak benar-benar niat untuk sekolah.
Suara musik klasik langsung terdengar setelah Reval masuk ke dalam kedai. Sudah ramai orang di sana, bahkan kedua rekan kerjanya mulai kuwalahah.
Reval menghampiri seorang cewek di kasir. Senyuman tipis terpatri dari wajahnya. Dia membuka kupluk jaketnya. "Berapa lama telatnya?"
"Terlambat 30 menit, jalanan bukannya enggak macet?" kata cewek itu, Putri namanya. Reval sudah menduga kalau Putri akan bermuka masam. Dia harus menerima konsekuensi pastinya.
"Maaf, Mba," jawab pemuda itu dengan cengiran khasnya. Omong-omong, cengiran itu tidak pernah ia keluarkan ke sembarang orang. Hanya beberapa orang yang beruntung saja, dan pastinya sudah Reval kenal.
"Haha hehe haha hehe, dalam dua minggu ini aja kamu udah tiga kali telat loh, Val. Mau berapa kali telatnya sebulan?" tanya Putri sewot.
Memang tugas seorang penanggung jawab untuk menegur karyawan yang tidak taat aturan. Seharusnya Reval juga tahu diri, tidak boleh terlalu banyak telat.
Teguram Putri ternyata cukup keras, membuat beberapa pelanggan di hadapannya melihat ke arah mereka berdua. Putri langsung tersenyum masam.
"Jangan di sini kalo mau ribut! Enggak enak diliat pelanggan. Sana di belakang!" bisik pemuda bernama Alvin yang sedari tadi melihat pembicaraan mereka dari belakang.
Reval menelan salivanya. Ia juga bingung ingin berbuat apa sekarang. Kalau saja dia berani menentang, dia akan langsung pergi ke belakang dan mengganti pakaiannya ke seragam kerja.
Putri langsung menarik tangan Reval. Ia berjalan dengan cepat, menuju ruang karyawan yang berada di lantai dua kedai itu. Setelah masuk, Putri menutup pintu itu dengan kencang.
Putri menatap Reval dengan nyalang. Reval bingung, dia tidak mengetahui alasan kemarahan rekannya selain terlambat. Namun, Reval pernah telat lebih parah beberapa bulan yang lalu.
"Mau pembelaan apa lagi?" tanya Putri. Dia melipat tangannya di atas dada. "Lihat darah dari tangan lo masih terlihat! Masih mau ngelak?" sambung Putri. Dari awal Putri memerhatikan lengan Reval yang bernoda merah.
"Luka lama kebuka, Mba. Serius deh ...," jawab Reval memelas. Tatapan mata Reval sangat meyakinkan Putri untuk memercayainya. "Reval udah janji sama Mba dan Alvin waktu itu, mana mungkin Reval ingkar?" lanjut pemuda itu. Dia masih menatap Putri dengan tatapan sayunya.
Beberapa saat kemudian, ketukan pintu menyadarkan keduanya. Seharusnya Putri bisa mengabaikan itu, tetapi Putri mulai melangkah ke pintu.
Putri langsung membuka pintunya ia melihat Alvin di sana. Sesaat kemudian Alvin langsung masuk, menyela Putri yang berdiri di hadapannya. Putri sampai kaget.
Pemuda itu langsung menarik kerah jaket Reval. Ia menatap tajam ke arah Reval. Lalu membenturkan punggung Reval ke dinding. Deru napasnya bisa Reval dengar. Seolah mengetahui nasibnya, Reval malah menghembuskan napas panjang.
"Apa yang lo lakuin?!" tanya Alvin dingin. Sorot matanya menajam, menusuk iris mata Reval yang berada di depannya.
Alvin menarik tangan Reval, kemudian ia menyibak jaket Reval kenakan. Terpampang nyata luka yang baru saja dibuat. Putri langsung mendecih.
Reval menatap Alvin datar. "Maaf."
"Katanya luka lama!" pekik Putri kencang.
"Lo bisa bohongin Mba Putri! Tapi sorry, lo nggak bisa bohongin gue!"
^^^
Halo Guys! Selamat datang di cerita ku ini (: jangan bosen-bosen untuk membaca cerita ini ya.
Jangan lupa untuk vote, komen, dan share ke teman-teman kalian yaaaaaaa hehehehe.
Sampai jumpa di part berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVAL
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Perjanjian itu juga akhirnya adalah kematian Reval! Reval nggak bodoh untuk menyadari kalau jantung Reval diambil, Reval akan mati." "Boleh peluk gue nanti kalau lo bangun? Gue kangen sama lo." #1 SAD (19-11-21) #1 SAD (20...