"Lo bisa bohongin Mba Putri!Tapi sorry, lo nggak bisa bohongin gua!"
Alvin menatap tajam dan dingin terhadap Reval. Kemudian ia melepaskan tangannya dari Reval. Lalu mulai melangkah mundur dan meninggalkan ruangan itu.
Tersisa Reval dan Putri yang sama-sama diam. Putri sudah malas berbicara dengan Reval, sedangkan Reval masih bingung dengan pikirannya.
"Ganti pakaian kamu dan obati lukanya segera! Habis itu langsung bekerja! Sudah hampir setengah sembilan sekarang, Mba tunggu di bawah," ucap Putri dengan tegas. Sekarang tersisa Reval seorang diri di ruangan serba abu-abu. Dia masih kecewa dengan dirinya sendiri.
Jelas saja, kali ini ia membuat temannya kecewa lagi. Padahal malam ini dia ingin terbebas dari masalah, justru mendatangkan masalah yang lain.
Tidak lama setelah itu, Reval mulai mengganti pakaiannya. Ia sudah rapi sekarang. Langkahnya membawa Reval ke bawah, ke tempat dia bekerja sebagai lembuat kopi.
Malam ini akan menjadi malam yang panjang bagi Reval. Biasanya, akan banyak sekali ocehan yang keluar dari mulut Alvin. Namun, entah apakah temannya hari ini akan mengajaknya bicara atau tidak. Putri juga pasti akan diam saja, padahal Reval butuh mereka saat ini. Salah Reval, seharusnya dia tidak perlu mengecewakan teman-temannya.
Reval berjalan ke mesin kopi untuk memulai pekerjaanya. Sudah banyak pelanggan yang mengantre di meja kasir, dan Alvin tampak kerepotan dengan pesanan yang begitu banyak.
"Yang belum yang mana, Mba?" tanya Reval.
"Lihat sendiri aja," jawab Putri. Nada suaranya sangat ketus terdengar di telinga Reval. Hati Reval semakin tidak enak.
"Gue buat yang mana, Vin?" Reval akhirnya bertanya ke Alvin. Jawaban yang Putri berikan tidak menjawab seluruhnya, ia takut mengerjakan pesanan yang sudah Alvin buat.
Alvin tidak menjawab. Dia juga tidak menoleh walau sekejap. Alvin hanya mengoper kertas pesanan yang berada di tangannya ke Reval tanpa menatap wajah orang yang berada di sampingnya. Benar saja, Alvin dan Putri terlihat menjauhinya. Sekali lagi, Reval kecewa dengan dirinya sendiri.
Keheningan rasanya tidaklah cukup bagi Reval malam ini, rasa sakit itu kembali muncul. Membuat Reval kembali merasakan sakit yang hampir saja membuat Reval berteriak. Sering kali Reval ke belakang hanya untuk menghilangkan rasa sakit dan membersihkan hidungnya yang mengeluarkan cairan merah pekat.
Akhirnya, Reval punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Pekerjaan mereka telah usai lima belas menit lalu. Reval langsung mengganti pakaiannya dan menunggu mereka di sofa depan ruang karyawan.
Pertama, Putri keluar dan langsung melewati Reval begitu saja. Reval sempat menahannya namun ditepis keras oleh Putri. Reval tidak bisa menahannya kali ini, kondisinya yang sangat lemah tidak memungkinkan Reval mengejar perempuan itu. Reval akan mencobanya besok. Doakan saja agar Reval kembali meluluhkan hati temannya itu.
Kedua, Alvin keluar dari kamar mandi depan ruang karyawan dan langsung menatap seseorang di depannya dengan sangat tajam. Seolah tahu apa yang akan anak itu lakukan padanya.
"Gua minta maaf, Vin ...," kata Reval tertahan, sepertinya sakit di kepala benar-benar menyita tenaganya. Reval tidak sanggup berada dalam posisi itu.
"Gue nggak butuh maaf lo!" jawab Alvin seraya meninggalkan temannya.
Reval tidak tinggal diam. Reval berusaha mengejar Alvin hingga ke parkiran. Reval ingin sekali mendapatkan maaf dari temannya. Namun, Alvin tetaplah Alvin, seorang yang keras kepala jika sudah emosi.
Reval yang gagal langsung duduk di samping sepeda motornya, memijat pelipisnya perlahan agar sakit di kepalanya hilang. Namun, sepertinya keuntungan tidak berpihak pada Reval malam ini.
Reval pulang dengan perasaan hampa, dunianya seperti lenyap malam ini. Tolong, jangan berikan malam ini ke Reval lagi lain kali, Tuhan. Reval hanya ingin berada di dekat mereka.
Pemuda itu sampai di rumah pukul dua dini hari, jam yang seharusnya orang-orang sudah tertidur lelap. Namun, jangan samakan Reval dengan mereka. Reval memang berbeda.
Ia mendorong pintu dapur itu perlahan, agar tidak ada seorangpun yang bangun dari lelapnya. Dia memasuki rumah itu, dengan perlahan dia melangkah ke arah kamarnya di lantai dua.
Reval kaget, melihat seseorang di depan pintunya. Itu Revan.
"Dari mana kali ini?" tanya Revan lirih. Wajar saja dia bertanya, Reval selalu balik tengah malam dan tidak memberitahukan alasannya. Dia takut terjadi suatu hal buruk dengan adiknya.
Reval tidak menjawab, dia memasukkan kunci ke lobangnya. Ia putar kunci iru, tetapi ditahan oleh Revan. "Masih nggak mau jawab pertanyaan gue?" jawab Revan lirih. Hal itu membuat Revak semakin merasa bersalah.
"Setidaknya bilang kalau lo baik-baik aja!" Revan mulai melepaskan tangannya.
Revan menatap kembarannya dengan datar. "Sudah malam, lo harus tidur!"
^^^
Halo Guys! jangan bosen-bosen untuk membaca cerita ini ya :)
Jangan lupa untuk vote, komen, dan share ke teman-teman kalian yaaaaaaa hehehehe.
Sampai jumpa di part berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVAL
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Perjanjian itu juga akhirnya adalah kematian Reval! Reval nggak bodoh untuk menyadari kalau jantung Reval diambil, Reval akan mati." "Boleh peluk gue nanti kalau lo bangun? Gue kangen sama lo." #1 SAD (19-11-21) #1 SAD (20...