Part 4

6.7K 528 55
                                    

Reval melihat kaca spionnya, terlihat Alvin sudah naik dengan cengiran khasnya itu. Apalagi yang Reval harus lakukan selain menjalankan motornya ke SMA Angkasa. Syukurlah, Reval senang bisa seperti ini.

Reval mengendarai motornya dengan sangat lemas. Tenaganya benar-benar hampir habis kali ini. Namun, Reval tidak ingin membuat temannya celaka, Reval harus berhati-hati.

Sekarang sudah pukul 06:25 WIB, lima menit lagi bel masuk akan berbunyi dan gerbang akan ditutup. Namun, Reval tetap melajukan motornya dengan perlahan, membuat Alvin geram dibuatnya.

"Lima menit lagi bel, lo mau dihukum lagi? Kurang puas kemarin ngepel toilet? Gue capek dihukum terus, mau duduk di bangku dong sekali-sekali," kata Alvin sambil berteriak, takut-takut tidak terdengar oleh Reval.

"Tumben males, biasanya mau bolos kalau Rabu begini. Pak Rizal minta ngumpulin PR hari ini, emang lo udah ngerjain?" sahut Reval yang tak kalah kencang dengan Alvin sebelumnya.

Mereka berdua sampai tidak sadar kalau suaranya terdengar oleh beberapa pengendara di sampingnya.

"Emang lo udah ngerjain?" balas Alvin. Reval pasti belum mengerjakan. Tragedi kemarin pasti membuatnya gelisah, tugas pun bukan prioritasnya lagi.

"Belum, makanya mau telat aja biar dihukum sama Pak Imron," jawab Reval. Benar saja dugaan Alvin, Reval belum mengerjakan tugasnya.

"Mending ke kafe, kita bolos hari ini, belum sarapan kan lo?" tanya Alvin yang pas sekali dengan keadaan Reval saat ini.

Anak itu hanya meminum segelas sus tadi. Namun, sejak kapan Reval pernah sarapan? Segelas susu yang diberikan Fatimah saja jarang dihabiskan.

Reval langsung meminta Alvin untuk mengendarai motornya, alasannya sedang malas membawa motor katanya. Alasan yang tidak bisa dipercaya dengan mudah. Alvin langsung bertukar posisi dan memutar haluan motornya, mereka berbalik arah menuju kafe tempat mereka bekerja. Kafenya bisa dibilang jauh dari kawasan sekolah, butuh waktu satu jam dalam keadaan macet seperti ini.

Saat ini waktunya Hendra yang berjaga kafe, ditemani Amanda dan juga Niko. Niko sempat heran melihat kedua temannya memasuki kafe pada jam segini. Seharusnya mereka berdua sekolah, bukan ke tempat seperti ini sekarang.

"Ngapain lo pada ke sini? Jam sekolah, nih! Bolos aja lo pada."

Bukan Niko yang bilang, mana mungkin seorang Niko yang ramah berkata seperti itu. Perkataan itu keluar dari mulut Hendra, kakak dari Alvin.

"Kepo lu!" jawab Alvin dengan nada menjengkelkan. Kalau Hendra tidak ditarik oleh Niko mungkin akan membuat keributan kecil, mereka memang suka bercanda yang berujung perkelahian.

Tak peduli akan hal itu, Reval jalan dengan menunduk menuju lantai dua. Di sana tempat sepi, jarang ada yang ingin menduduki tempat itu pada siang atau pagi hari karena panas. Namun Reval tidak peduli, yang dia pedulikan hanya ketenangan.

Ia langsung menelungkupkan wajahnya dengan kedua tangan. Hal yang paling nikmat, menurut Reval. Tubuhnya sudah sangat lelah, matanya mengantuk parah, sehabis bekerja Reval memang tidak bisa tidur.

"Gua kesini bukan untuk liat lo tidur ya," ujar Alvin.

Alvin sudah menyangkanya, hari ini akan menemani Reval tertidur saja, bukan untuk mendapatkan info satu pun. Setidaknya itu jauh lebih baik daripada memaksa anak itu bercerita.

"Tidur dulu ya. Enggak apa-apa, kan?" tanya Reval dalam posisi yang sama, nada suaranya pun sangat lemah. Anak itu benar-benar kelelahan, sampai tidak peduli panasnya terik matahari pagi ini.

Alvin tidak mungkin tega melihat temannya seperti ini. Diangkatnya Reval ke ruang kerja mereka, walau ini bukan jam kerja mereka.

Reval tidak menolak, hanya makin bersedih jika sudah seperti ini. Dalam benaknya selalu menyalahkan dirinya yang terlalu banyak menyusahkan banyak orang. Namun, Reval bisa apa? Tubuhnya sudah sangat lemah, energinya benar-benar terkuras. Reval sangat bersyukur memiliki teman sebaik Alvin yang bersedia menemaninya sampai seperti ini.

"Kalau lo mau istirahat, ya udah gus tinggal sebentar ya. Nanti gue balik lagi ke sini. Jangan ke mana-mana! Kunci motor lo, gue yang pegang, gue mau pinjam," ucap Alvin dan langsung meninggalkan Reval di ruangan itu. Alvin tidak mau mengganggu waktu istirahatnya.

Pintu itu selalu tertutup rapat, tanpa cahaya keluar dari celah-celahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pintu itu selalu tertutup rapat, tanpa cahaya keluar dari celah-celahnya. Kamar yang selalu dia tunggu untuk terbuka dan bisa masuk ke dalamnya, mengganggu pemilik kamar hingga pemiliknya menangis seperti dulu atau mungkin meloncat-loncat di atas kasur untuk membangunkan pemiliknya, atau mungkin tidur bersama dan bertukar cerita keseharian.

Hal yang selalu Revan impikan dan selalu Revan bayangkan setiap hari. Namun, sepertinya tidak akan pernah terwujud, mungkin akan terwujud suatu hari nanti, pikir Revan. Di dunia tidak ada yang tidak mungkin menurutnya.

Seharian ini Revan tidak melihat adiknya di kelas, di kantin, di lapangan basket, di belakang sekolah, di rooftop atau di tempat yang Revan datangi hari ini. Terlintas sebuah perkataan seseorang yang sangat menusuk hatinya, perkataan yang Revan sendiri tidak sanggup untuk menjawabnya. Apa yang Revan lakukan di rumah sampai tidak mengetahui ke mana adiknya?

Langkah gontainya membawa Revan masuk ke kamarnya. Kamar yang lumayan luas, dengan dinding mural awan di siang hari menambah kesan cerah di kamarnya. Tidak banyak yang akan Revan lakukan di kamarnya saat ini. Paling-paling hanya merebahkan badannya dan menunggu bunyi pintu sebelahnya terbuka. Revan bahkan lupa dengan makan siangnya, lupa juga dengan check up rutinnya sore hari ini. Salahkan Revan jika ada apa-apa dengan dirinya.

Lemas di badannya sudah mulai terasa sejak dari sekolah, tetapi rasa rindunya dengan sang adik begitu mendominasi dirinya sehingga ia lupa dengan semua itu. Perlahan namun pasti, mata legam itu mulai menutup sempurna, ditambah rasa lemas yang semakin menjadi. Wajah pucat pasinya mulai kentara, tetapi Revan begitu menikmatinya dan menuruti kemauan badannya untuk tidur sebentar menurutnya.

Hampir dua jam Revan terlelap, pintu kamar itu kemudian terbuka, menampilkan sosok Rangga dengan blazer hitam yang masih terpakai rapi di badannya. Melihat anaknya tidur dengan bulir keringat yang besar membuat Rangga segera mendekati anaknya dan mengangkat tubuh Revan menuju mobilnya. Baru sampai memang, tetapi keadaan Revan tidak sedang baik-baik saja. Panas di badannya begitu terasa ketika Rangga menggendongnya.

^^^

Halo Guys!! Sudah mulai penasaran belum dengan kehidupan Reval? Tulis perasaan di kolom komentar yaaaa!

jangan bosen-bosen untuk membaca cerita ini juga ya :)

Jangan lupa untuk vote, komen, dan share ke teman-teman kalian yaaaaaaa hehehehe.

Sampai jumpa di part berikutnya.

REVALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang