4. Sebuah teka-teki

64 7 4
                                    

SESAMPAINYA di sekolah aku segera mencari keberadaan Fazeela di dalam ruang kelas. Sebenarnya kami tidak begitu dekat. Karena Fazeela hanya dekat dengan buku tebal, perpustakaan dan kedua sahabatnya yang selalu berada di sampingnya. Namun aku tidak menemukan tanda-tanda keberadaan anak itu.

Aku ingin sekali bertanya tentang arti mimpi yang selalu datang berkali-kali dalam setiap tidurku, mimpi itu selalu mengganggu. Mungkin saja Fazeela pakar menafsirkan arti mimpi, mengingat anak wawasan anak itu seluas samudra. Emmar datang bersama Reno, kedua anak itu segera menghampiriku.

"Lihat Fazeela ndak?" tanyaku sambil celingukan. Emmar malah memicingkan kedua matanya, menaruh curiga.

"Memangnya kenapa? Kamu suka sama Fazeela? Kayaknya anak itu jangan di dekati dulu deh. Harus ada triknya biar bisa kamu dekati. Kamu tahu sendiri kan? Matanya tajam banget kalau menatap orang." Jelas Reno. Kabar tentang aibku yang playboy sudah tersebar seantero sekolah ini.

"Ada keperluan." Jawabku singkat. Emmar tidak percaya begitu saja.

"Kayaknya kalau kamu mau dekati Fazeela, susah banget. Secakep Kak Arhaz aja di tolak. Alasannya klise banget, ndak mau pacaran karena ingin fokus sekolah." Reno menjelaskan tanpa aku minta. Sementara Emmar hanya terkekeh.

"Kak Arhaz sama Athar cakepnya 11, 12 kali. Bedanya yang satunya waras, yang satunya ndak waras, suka gonta-ganti cewek." Jelas Emmar menyadarkan betapa kurang warasnya seorang Athar Aditya Ghazi menurut penglihatan Emmar.

"Ndak usah diperjelas dong, semuanya memang sudah jelas." Kataku tanpa mengelak fakta yang mereka katakan.

Aku melihat Ilyana berjalan masuk ke dalam kelas sendirian. Sebelumnya dia selalu berangkat bersama dengan Fazeela. Ilyana selalu berpenampilan agak nyentrik dengan suaranya sangat lembut. Terkadang suaranya terdengar seperti alunan lagu. Entah terbuat dari apa pita suaranya itu?

"Ilyana," aku sengaja memanggilnya. Siapa tahu Ilyana mengetahui keberadaan Fazeela. Ilyana menghampiriku dengan menatapku dari bawah kaki sampai ke atas kepala.

"Ada apa?" tanya Ilyana sambil mengibaskan kipas angin manual ke wajahnya.

"Lihat Fazeela?"

"Ndak. Aku pikir dia sudah berangkat?"

"Oh, baiklah. Terima kasih." Aku melangkah keluar kelas. Namun beberapa langkah meninggalkan tempat tadi, Ilyana memanggilku sekaligus menghampiriku.

"Athar, apa kamu baik-baik saja?" tanyanya.

"Iya, baik-baik saja." Jawabku. Bel masuk kelas berbunyi cukup nyaring. Kami semua segera kembali ke tempat duduk masing-masing. Jam pertama di isi oleh Pak Hakim, yaitu pelajaran sejarah. Entah bagaimana aku tidak begitu menyukai sejarah, bahkan dari sekolah menengah pertama Sebaik apapun pengajar materi menjelaskan, aku selalu merasa mengantuk hebat. Fazeela tidak masuk kelas.

Lima belas menit sebelum materi pelajaran dilaksanakan, sekolah kami mewajibkan untuk tadarus Al-Quran. Setelah itu Pak Hakim masuk ruang kelas dengan mengucap salam. Beliau masih muda. Usianya sekitar 27 tahun, beliau belum menikah. Setelah lima menit menggunakan waktu dengan basa-basi, akhirnya materi pun dimulai.

"Kita mulai dari bab pertama. Yaitu, tentang perjalanan sejarah Indonesia. Bagaimana kedatangan bangsa-bangsa asing terutama Eropa di Nusantara yang dimulai abad ke-16. Yang ternyata telah membawa sebuah perubahan besar dengan terjadinya suatu masa penjajahan bangsa Barat."

Athar Dan Anila Candrasa (Fantasi Remaja) [Pindah Kwikku Dan Karyakarsa]Where stories live. Discover now