"Nak Seokjin, kamu sudah menikah ya?"
"Eh?"
Seokjin tergagap mendengar pertanyaan sang nenek. Siang itu jadwalnya untuk memeriksa nenek yang merupakan pasien regulernya. Seokjin tidak menyangka ia akan ditanya oleh nenek tentang hal itu.
"Oh, ini?" balas Seokjin sambil menunjukkan cincin yang ada di jari manisnya. "Aku belum menikah, nek. Ini baru... cincin pertunangan."
"Wah begitu, ya? Selamat ya nak, semoga langgeng sampai pernikahan ya," ucap sang nenek dengan nada senang. Seokjin tersenyum lalu mengucapkan terima kasih pada pasiennya itu.
Setelah semua pasien sudah diperiksa, Seokjin kembali menuju ruangan staf. Di tengah perjalanan, ia berpapasan dengan Kim Namjoon, dokter anak. Akhirnya mereka berdua pun berjalan bersama.
"Kenapa kamu senyum-senyum begitu?" tanya Namjoon.
Seokjin mengangkat tangan kanan Namjoon, terlihat di jari manis dokter anak itu tersemat cincin yang sama dengan Seokjin.
"Cincin kita berdua ini... kita ketahuan Nenek."
==x==
Nenek Eun Mijung adalah pasien penyakit jantung yang ditangani Seokjin. Nenek Eun menjadi tanggung jawabnya sejak tiga tahun lalu. Nenek berusia 73 tahun itu sekarang sedang dirawat inap karena serangannya kambuh. Maka itu, setiap hari Seokjin selalu bertemu Nenek Eun tiap kali jadwal pemeriksaan rutin.
Shift-nya hari ini sudah selesai dan Seokjin bersiap untuk pulang. Di saat ia melepas jas dokternya, Seokjin lagi-lagi teringat dengan pertanyaan Nenek Eun tadi siang. Tiba-tiba pipinya menghangat, senang bercampur malu membuncah di dalam dadanya. Di antara para pasien yang Seokjin tangani, entah mengapa cuma Nenek Eun yang selalu perhatian padanya. Kadang-kadang menanyakan kabar tentang dirinya, atau sekadar bercakap-cakap ringan seperti keluarga sendiri.
"Jinnie, sudah selesai?"
Suara berat itu membuatnya tersadar. Terlihat Namjoon sedang duduk, menunggunya selesai berkemas. Seokjin langsung menaruh jari telunjuk di depan bibir, memberi isyarat pada Namjoon untuk diam.
"Jangan panggil aku Jinnie! Kita masih di rumah sakiiit," tegur Seokjin dengan suara berbisik.
"Lho, nggak boleh? Lagi pula kita cuma berdua di sini," sanggah Namjoon.
"Tapi kan tetap sajaaa!"
Usai berkemas, mereka berdua pun pamit pada rekan sesama dokter lainnya yang masih bekerja. Selagi berjalan menuju parkiran, Seokjin menyerahkan kunci mobilnya pada Namjoon.
"Hari ini capek ya, Pak Dokter?"
Seokjin mengangguk, "Please? Daripada aku yang menyetir nanti kita sekarat bagaimana?"
"Hush! Jangan bilang begitu, ah."
Sore itu Namjoonlah yang memegang kemudi mobil. Hal seperti ini sudah biasa mereka lakukan sejak mereka masih berpacaran. Berhubung pekerjaan mereka sama-sama sebagai dokter, mereka pun sudah paham dengan beban dan tanggung jawab masing-masing.
Mobil SUV berwarna abu-abu yang mereka naiki sudah memasuki jalan utama. Sedikit macet, namun masih bisa dibilang lancar. Untuk mengurangi kejenuhan, Namjoon menyalakan radio. Suara DJ radio diselingi alunan lagu-lagu mulai terdengar.
"Aku pusing sama Nenek Eun."
Namjoon menoleh ke arah Seokjin yang ada di sebelahnya, "Kenapa pusing? Selama kamu periksa, nenek baik-baik saja, kan?"
"Iya sih..." jawab Seokjin terputus. "Tapi ini sudah keempat kalinya nenek bolak-balik rumah sakit dalam waktu tiga bulan."
Namjoon menggumam, "Hmm begitu. Sulit juga."
![](https://img.wattpad.com/cover/222652880-288-k981426.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tan Dulce
Fanfiction[COMPLETED] Sebuah kompilasi drabble dari berbagai prompt VMIN dan NAMJIN yang sering dilempar(?) author di linimasa Twitter. Mostly oneshot, namun jika berseri akan ditandai dengan 'part' perbabnya. Fiction stories special for vminies and namjinist...