MSR-Chapter 5

16 3 0
                                    

Minggu. Satu kata yang mewakili seluruh perasaan murid-murid di Indonesia. Yakni, perasaan bahagia. Karena mereka bisa bersantai tanpa memikirkan pelajaran-pelajaran yang tentu saja membuat mereka pusing kepalang.

Seperti yang dilakukan seorang lelaki dikamarnya saat ini. Meskipun jarum jam sudah hampir menuju ke angka 12, ia masih saja asyik bergelut dengan dunia mimpinya.

Matanya sedikit terbuka, lenguhan kecil terdengar di bibirnya, sembari tangan kanannya terulur mengambil iphonnya yang berdering sedari tadi.

"Halo.." hanya suara parau khas bangun tidur yang keluar dari bibirnya.

"Kamu dimana?! Aku udah nunggu 20 menit. Katanya mau jemput di bandara! Bebyyy!!" teriakan seorang gadis yang tak lain kekasih Altair sukses membuat matanya terbuka dengan cepat.

"Jangan bilang kamu masih tidur ya?!" sahutnya lagi. Yang langsung membuat Altair terbangun dan lari menuju almari menyiapkan bajunya.

"Engga, Sayang. Ini bentar lagi sampe, kok. Aduh macet nih, bentar ya.." Altair mematikan telfonnya, dan dengan secepat kilat ia langsung berlari masuk ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan ritual mandinya, Altair langsung keluar dan mengenakan pakaian yang telah ia siapkan tadi. Dengan langkah cepat dan terburu-buru ia menuruni anak tangga dan langsung berlari menuju pintu keluar.

"Al! Mau kemana?" teriakan Viona membuat Altair harus berhenti membalikan badannya.

"Keluar bentar, Mah!"

"Jangan lupa nanti jam 2 ke butik sama Ara!" kata Viona sambil teriak karena saat ini ia sedang ada di dapur. Jarak dapur dan pintu utamanya memang lumayan jauh, yah maklum lah keluarga Rouxen.

Tanpa menjawab sahutan sang Mama, Altair melengos keluar menuju tempat parkir dan mengambil mobilnya. Setelah itu ia menjalankan mobilnya lumayan cepat agar tak membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai tujuan.

●●●●

"Udah siap, Kak?"

"Iya udah, Bun."

Hari ini adalah jadwal Ara dan Altair pergi ke butik untuk fitting baju pernikahannya. Hm, pernikahan.

Karena jam sudah menunjukan pukul setengah 2, yang artinya sebentar lagi Altair akan menjemput ke rumahnya. Ara sudah siap dengan tampilan santainya. Ia menuruni anak tangga dan berjalan menuju ruang tamu untuk menunggu kedatangan Altair.

"Ngerjain apa, Dek?" tanya Ara saat melihat  sibuk dengan laptop di depannya.

"Lagi meriksa proposal buat OSIS. Mau diserahin ke pembina," jawab Ardio sambil membenarkan letak kacamatanya tanpa melirik ke Ara.

Ari sangat berbanding terbalik jika dibandingkan dengan Ara. Ari gemar mengikuti organisasi, mengurusi suatu acara atau event disekolah, dan lain-lain lagi. Salah satunya adalah berstatus sebagai ketua OSIS di sekolahnya. Meskipun saat ini ia masih menduduki kelas 2 SMP, namun kemampuannya dalam berorganisasi tidak dapat dihiraukan lagi. Berbeda dengan Ara, yang hanya mengikuti satu ekskul yaitu jurnalistik. Tapi tenang saja, Ara memilih jurnalistik karena memang hobi dia masih bersangkutan dengan sesuatu yang berbau tulisan.

"Ooo yaudah," gumam Ara sambil ikut duduk di samping Ari.

Ari yang menyadari ada pergerakan di sampingnya lantas menoleh. "Mau kemana?"

Belum sempat Ara membuka mulut, Yasmin sudah menjawabnya. "Mau ke butik, sama abang Al." Ari hanya manggut-manggut lalu meminum susu yang barusan dibawakan oleh Yasmin. Serta memakan sedikit kue coklat yang masih hangat itu.

"Abang Al?" tanya Ara dengan wajah bingung.

"Kata Mamanya Altair, Altair itu suka dipanggil Al. Apalagi kalau ada embel-embelnya Abang. Hihi," jawab Yasmin sambil terkekeh geli.

"Emang iya, ya?"

"Iya anak Bunda yang paling cantik," kata Yasmin sambil mencubit pipi gembul Ara.

"Ih Bunda!" teriak Ara lalu disusul tawa Yasmin yang menggema sampai dapur.

●●●●

"Yuk duduk disini," ucapnya sambil menarik kursi makan itu.

"Kamu mau pesen apa?" tanyanya lagi.

"Aku masih marah ya sama kamu. Jangan kata setengah jam lebih itu cuma sebentar!" Alesha berkata demikian sambil melipat tangannya di depan dada.

Memang, setelah mendapat telfon dari Alesha, Altair langsung cepat-cepat bergegas menuju bandara. Tapi untuk sampai kesana tentunya butuh waktu juga kan. Dan itu hampir 20 menit lamanya, apalagi dengan banyaknya kendaraan yang berlalu lalang di jalanan membuat macet bertambah tak karuan. Sehingga, jadilah Alesha menunggu hampir satu jam lamanya.

"Iya maaf, Sayang. Sekarang kita makan ya, aku laper belum makan dari pagi." Belum Alesha sempat membuka mulut, Altair sudah memanggil pelayan untuk memesan makannya. Sontak hal itu langsung membuat Alesha cemburut dan semakin mempererat lipatan tangan di dadanya.

"Spaghetti bolognese satu, carbonara satu, lemon tea satu, sama greentea coffee satu."

Setelah mengucapkan pesanannya, sang pelayan membungkukan badan dan pergi kembali untuk menyiapkan hidangannya.

Tangan Altair terulur untuk menggenggam tangan Alesha. Lalu berkata, "Sha, jangan marah lagi dong. Hari ini kan aku mau ngejelasin perihal peejodohan Papa. Aku nggak mau kalau kamu dengernya keadaan emosi gini, maafin yah," ucapnya memelas sembari menatap kedua manik mata kekasihnya.

Alesha yang diingatkan akan hal itu menatap wajah Altair sebentar, lalu memalingkannya lagi. Tak bisa dipungkiri bahwa hatinya sedang sakit saat ini. Bagaimana bisa ia terima bahwa kekasihnya akan menikah dengan orang lain.

Tak terasa setetes air mata keluar dari maniknya itu. Altair yang menyadari hal itu langsung berdiri dan duduk tepat di samping Alesha. Memegang dagu Alesha dan memutar kepala kearahnya.

"Jangan nangis," ucap Altair lembut. Ia menyeka dan mengusap air mata di pipi Alesha.

"Aku tuh sedih, ya jelas aku nangis lah! Pacar aku mau nikah sama orang lain. Terus nasib aku kayak yang ada di sinetron-sinetron gitu? Ditinggalin pacarnya, terus pacarnya nikah sama orang lain, terus hi-"

"Sstt!" Altair mengehentikan ucapan Alesha. Lalu melanjutkan kalimatnya setelah berhenti sejenak.

"Mau aku nikah sama siapapun, aku tetep cintanya sama kamu." Untuk kali kedua, Alesha harus mengurungkan niatnya yang hendak membuka mulut untuk bicara. Karena saat ini pelayan sudah datang dan mengantarkan pesanannya.

"Sekarang kamu makan dulu," kata Altair sambil memberikan carbonara favorit Alesha.

"Terus kita jalan-jalan, ya?" lanjutnya lagi. Alesha hanya mengangguk pertanda setuju. Lalu mereka berdua mulai menyantap makannya masing-masing sambil mengobrol. Obrolan kali ini hanya obrolan biasa untuk bersenda gurau. Mungkin hanya sebagai pemanasan. Karena setelah ini Altair akan menceritakan asal mula bagaimana ini bisa terjadi kepada Alesha. Yang tentu akan membuat kekasihnya lebih menangis setelah ini.

lama ngga update, ternyata bikin males update:?
@nafasalsaa

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Secret RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang