Part 10 - Penitipan

17.2K 1.8K 266
                                    

Suatu pagi dikelas, gue duduk dengan wajah yang sangat pucat. Gue takut dan deg-degan nggak karuan.

Alasannya karena semalam tugas yang gue pinjem dari Yoga untuk disalin secara nggak sengaja ketumpahan air minum dan malah sobek. Padahal tugas itu deadlinenya besok dan harus ditulis tangan.

Gue duduk melamun sembari membatin banyak hal. Gimana kalau Yoga marah? Udah pasti marah lah! Padahal gue udah nyontek, sekarang malah nyari perkara.

Mungkin Yoga nggak akan mau pinjemin gue tugasnya lagi, yang lebih parah, mungkin juga Yoga nggak mau berteman sama gue lagi. Mampus. Gue harus gimana nih.

Selang 5 menit kemudian Yoga datang bersama Zaki, mereka menghampiri tempat duduk kosong disamping gue dan meletakan tas.

"Pagi Reka, pucat banget. Darah rendah lo?" Zaki sangat peka terhadap ekspresi gue.

"Anu... gue.. anu." Gue gigit-gigit jari.

"Hah? Anu-nya siapa, Ka?" Zaki heran. Tapi dia mikirin apa sih sebenarnya?

"Yoga..." Gue memanggil Yoga tanpa bermaksud menjawab pertanyaan dari Zaki.

"KENAPA ANU-NYA YOGA?!" Zaki seratus persen salah paham. Temen sekelas yang lain pada nengok ke arah kami dengan pandangan aneh. Kini Yoga jadi pusat perhatian.

"Ish diem kek lo, Ki! Gue mau ngomong tau sama Yoga!" Gue melototin Zaki.

"Apa?" tanya Yoga.

Gue mempersiapkan batin jika nanti Yoga akan marah besar atau mungkin mengobrak-abrik kelas karena 16 halaman tugasnya rusak semua. Kan konon katanya orang pendiam atau sabar kalau marah ngeri.

"Tugas lo yang kemarin gue pinjem ketumpahan air minum terus sobek," ucap gue perlahan dengan senyum tipis yang canggung.

Zaki melongo.

"HAH GILAK?! Itukan 16 halaman ditulis tangan?! Lo rusakin semuanya karena kena air minum?! WAH PARAH SIH!." Zaki ngipas-ngipas wajahnya pakai tangan, entah kenapa malah dia yang ngomel.

"Gapapa," ucap Yoga seperti tidak terjadi apapun.

"SERIUS?!" Gue kaget lah, orang gue udah dag dig dug duar.

Yoga mengangguk.

"Serius, Yog? Waah kalo gue jadi elo sih gue minta tulisin ulang!" Seru Zaki, dia malah manas-manasin Yoga. Teman setan.

"Maaf yaa, Yoga! Nanti gue tulisin ulang kok tugas-tugasnya, maafin gueee." Gue memohon kepada Yoga bak anak kucing minta makan.

"Nggak usah, biar gue yang tulis ulang," jawab Yoga, entah kenapa dia menolak.

"Loh nggak papa kok! Gue tulisin semuanya 16 halaman buat gantiin tugas lo." Gue menawarkan diri sekali lagi.

"Tulisan lo jelek, kaya nulis pakai kaki." Yoga menengok ke arah gue dengan tatapan datar khasnya itu.

"BHAK HAHAAHAH NULIS PAKAI KAKI!" Zaki tertawa ngakak mendengar ucapan Yoga.

Sialan ni anak, kalau marah mah marah aja, ngapain dia pakai ngehina tulisan gue segala.
Tapi karena disini gue yang salah jadi gue sabar.

"Hufh.. okedeh, makasih ya." Gue ngelus dada.

"Dosen juga hapal tulisan gue, daripada nanti dicurigain mending nggak usah," jelas Yoga.

"Halah bilang aja Yoga nggak suka kalau tugasnya ada tulisan ceker ayam," kata Zaki dengan wajahnya yang merah, dia masih tertawa bahagia.

"Eh mulutnya ya, kebiasaan!" Gue ingin segera menjitak Zaki tetapi ia hanya menahan jitakan dari gue sambil terus menghindar.

4 Serangkai ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang