Him. 16

510 73 4
                                    


Perlombaan Debat tingkat Nasional pun dilaksanakan, gue dengan sangat gugup sedang duduk di kursi mendengarkan sambutan-sambutan dari para petinggi. Bahkan menteri pendidikan pun hadir, gue meremas jas almamater yang gue gunakan saking gugupnya.

Sebuah tangan menyentuh tangan gue dengan lembut, gue menoleh dan mendapati Wildan sedang tersenyum ke gue. "Rileks" ucapnya, gue pun ikut tersenyum sambil mengangguk.

Mina yang duduk di sebelah gue juga sebagai anggota ketiga dalam debat ikut menenangkan gue, dan akhirnya acara pun di mulai. Kelompok gue di panggil ke depan untuk memulai lomba debat ini, lawan kami sangat berat. Yaitu Universitas Negeri terkenal di Indonesia, yang satu berjas kuning dan satu berjas biru tua juga yang satu kota dengan kampus gue.


Beruntung kegugupan gue hilang seketika saat debat dimulai, gue menjadi profesional menjelaskan bahkan menjawab pertanyaan yang di lontarkan. Mina dan Wildan sama-sama hebat, dia membantu gue disaat gue kehabisan kata buat menjawab.

Hingga akhirnya babak pertama pun selesai dengan skor kampus gue dan kampus berjas kuning itu sama. Kami pun diberikan istirahat karena memang pembahasan debat kali ini lebih berat dari tingkat provinsi sebelumnya.

"Makan dulu, Nad" ucap Wildan sambil menggeser sekotak makanan ke depan gue. Inilah gue, kalo lagi gugup suka lupa sama makan. Tadi pagi aja kalo gak Mina paksa gue gak bakal sarapan di Hotel.

Gue pun memulai makan meski malas, hp gue berdering di dalam saku jas almamater. Mengeluarkannya dan melihat nama Ibu disana, gue tersenyum lalu segera mengangkatnya.

"Halo, Ibu" panggil gue. Disana terdengar Ibu menghela nafas. Mungkin khawatir sama gue karena sejak berangkat dari Bandung gue belum menghubunginya sama sekali. Dan lagi hari-hari sebelumnya gue terlihat murung karena kejadian malam itu.

Ah, nafsu makan gue makin hilang saat mengingat kejadian itu. Iya, malam dimana gue bertengkar dengan Yunis. Bahkan sampai 5 hari sudah lewat pun kita gak berbaikan sama sekali, pesan pun tidak ada.

"Lagi makan sayang ?"

"Iya, bu. Makan siang, nanti lanjut lagi sesi dua"

"Ya udah, pulangnya sama Wildan lagi ?"

Gue melirik ke arah Wildan yang duduk di depan,  "iya bu, karena cuma dia yang bawa mobil" jawab gue dan Ibu pun mengiyakan. Lalu meminta gue untuk memberikan ponsel ke Wildan.

Wildan menyernyitkan dahi saat gue memberikan ponselnya, "Ibu mau ngomong" ucap gue, dia pun menerima ponsel gue lalu mulai mengobrol dengan Ibu.

Gue gak tahu mereka ngobrol apaan, yang bisa gue tangkap mungkin Ibu cuma menitipkan anak bungsunya ini pada mantan gue itu. Kenapa jadi aneh ya, padahal ada pembina gue juga yang ikut ke sini menemani mahasiswanya. Tapi Ibu malah nitipin gue ke Wildan.

Hp gue pun sudah kembali, dan Wildan langsung menyuruh gue untuk menghabiskan makanan karena sebentar lagi waktu istirahat habis. Dia sudah beres makan, hanya diam di depan menunggu gue beres makan.

Panggilan pun terdengar untuk peserta karena lomba sesi dua akan segera di mulai. Gue pun berdiri diikuti Wildan dan berjalan mendekati Mina yang sedang berbincang dengan pembina gue.


***

Minggu ini sangat lelah, dengan menyandang juara runner up. Gue pulang dari Jakarta bersama Wildan, Mina dan Pembina. Sesampai di rumah Ibu langsung memberikan gue berbagai macam masakan karena katanya biar gue gak sedih karena gak jadi juara pertama.

Him || Cho Seungyoun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang