"Kalo jalan tuh lihat-lihat."
Binar mengerjapkan mata beberapa kali ketika mendengar suara berat di dekat telinganya.
Ia masih terkejut atas peristiwa 'hampir jatuh' yang baru saja menimpanya beberapa detik lalu. Dan ketika menolehkan kepala, keterkejutan Binar malah bertambah jadi berkali-kali lipat.
Binar sempat menahan napas selama beberapa detik. Dalam hati ia mengulang tasbih. Mimpi apa ia semalam sampai-sampai bisa bertemu dengan makhluk indah di pagi hari begini?
Kalau ceritanya seperti ini, Binar rela deh tersandung tiap pagi demi nemuin sosok masterpiece seperti cowok yang sedang berdiri di hadapannya dan menggenggam tangannya erat.
Binar segera menggelengkan kepala kuat-kuat, berusaha mengenyahkan pemikiran konyol yang sempat terlintas di otaknya.
Yang terpenting sekarang bukan memikirkan cowok ganteng yang menolongnya, tapi memberikan pehitungan pada para nenek sihir yang membuatnya hampir celaka.
Di lepaskannya genggaman itu dengan senyum kikuk yang terulas. Binar sungguh bingung mau bereaksi seperti apa. Pasalnya, untuk sekadar mengucapkan terima kasih saja bibirnya terasa kelu saking terpananya.
Alhasil Binar hanya membalikkan badan tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun. Dan ketika matanya bertubrukan dengan mata Ametta, ingatannya tentang si cowok ganteng yang baik hati langsung terhapus begitu saja.
Yang ada di pikirkannya saat ini hanyalah melakukan perhitungan pada senior alay yang baru saja berniat mencelakainya.
Binar melangkahkan kaki, menatap seniornya dengan wajah datar khas Binar. "Lo kuker banget sih, pagi-pagi niat nyelakain orang. Kalau gue celaka emang lo-"
"Oi! Binbin!"
Teriakan yang tak asing membuat Binar menghembuskan napas keras karena perkataannya yang terpotong.
Ia melihat sosok Bara yang tengah berjalan cepat dan meneriakkan namanya dari ujung koridor. Sepertinya cowok itu baru saja sampai.
Memang kebiasaan Bara sekali berangkat di waktu mepet bel masuk.
"Ada apaan nih, rame-rame?" tanya Bara setelah berdiri di sebelah Binar.
"Rakjel lo tuh urusin. Kerjaannya ngerjain orang melulu," dengus Binar mengedikkan dagu ke arah Metta di depannya.
"Dih, ngerjain apaan? Orang gue dari tadi diem, tuh. Gak usah ge-er deh lo, cewek cupu!"
"Cupu-cupu, elo yang cupu. Beraninya keroyokan!" Binar sudah tak bisa lagi bersabar dan mentoleransi sikap sok berkuasa Metta.
Masalahnya ia hampir celaka, beruntung ada orang yang menolongnya hingga ia bisa selamat.
"Hih, apaan deh bacot banget," dengus Metta memutar bola mata malas. Lalu ia beralih menatap Bara. "Bara, temen kamu tuh urusin, masa gak tahu sopan santun sama senior?"
"Ya kalo seniornya aja gak bisa ngehargain junior buat apa di sopanin, Kak?" Skakmat. Perkataan Bara barusan sukses membuat Metta bungkam.
Cewek dengan softlens biru gelap itu berdecak sebal. "Lihat nanti ya, cewek cupu!" desisnya menunjuk wajah Binar.
Bara yang melihat itu mengerutkan kening tak suka. "Eh Kak, bentar deh," tahannya yang langsung mengundang perhatian penuh dari Metta dan ketiga temannya.
"Hm, kenapa?" Dengan segera Metta merubah ekspresi wajahnya jadi semanis mungkin.
Bara melangkahkan kaki mendekati Metta. Terang-terangan ia mengamati Metta dengan jeli, membuat Metta sempat menahan napasnya karena terkejut di perhatikan oleh gebetan.
![](https://img.wattpad.com/cover/211353452-288-k175013.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Binar & Bara
Teen FictionBinar dan Bara sudah bersahabat sejak kecil. Tapi bukannya terjebak dalam friendzone, keduanya malah seperti sahabat rasa pacar. Kalau sudah begini, bagaimana kisah kelanjutannya? Apakah mereka akan tetap menjadi sahabat, atau berubah status jadi p...