βinar & βara - 11

58 4 182
                                    

Binar hanya bisa pasrah ketika tiba-tiba ada sebuah tangan yang mencengkeram lengannya erat, dan menyeret tubuhnya secara paksa untuk masuk ke dalam toilet. Binar meringis, merasakan kulit lengannya perih karena tertusuk kuku panjang milik cewek yang menyeretnya barusan.

Dari suaranya saja, Binar sudah hatam betul dengan siapa dirinya sedang berhadapan sekarang.

"Puas lo cupu?!" Ametta berteriak dengan lantang. Seakan dengan cara itu, semua amarah dalam dadanya bisa habis melebur.

Binar yang disebut cupu hanya menatap lawan bicaranya dengan tatapan datar tak berekspresi. Khas sekali.

Namun jika Binar harus bicara jujur, sebenarnya goresan kuku di lengannya terasa sangat perih. Namun ia tidak boleh terlihat lemah walau sedikit pun.

Melihat lawannya seakan tak gentar, Metta menggertakkan gigi kuat-kuat. Amarahnya sudah tak bisa tertahankan lagi. Sudah cukup lama ia berusaha sabar ketika melihat pujaan hatinya selalu bersama dengan orang yang bukan dirinya.

Namun ia tidak bisa bersabar lagi dengan apa yang di lihat oleh matanya beberapa menit lalu. Ketika sosok yang amat ia cintai, menyanyikan sebuah lagu romantis untuk seseorang yang sangat ia benci.

Metta merasakan hatinya sungguh sakit. Apakah sebuah dosa besar, jika dirinya mencintai seseorang? Apakah sebuah dosa besar, jika ia ingin pula di cintai?

Hati kecil Metta menangis. Mengingat perkataan ayahnya dulu. Bahwa orang yang kita cintai akan bisa memberikan kebahagiaan.

Lalu, kenapa bahkan Metta tidak bisa mendapatkan kebahagiaan itu? Sebenarnya apa kesalahan Metta sehingga orang yang ia cintai dulu harus meninggalkannya sendirian.

Begitu pula dengan orang yang ia cintai sekarang. Apa lagi kesalahan yang Metta lakukan sehingga dirinya tidak bisa mendapatkan sosok yang ia cintai dan di harapkan bisa memberi kebahagiaan?

Tanpa sadar, air mata berhasil lolos dari sudut mata Metta. Mengingat keadaan keluarganya yang hancur, hanya bisa membuat dirinya kembali rapuh. Maka dengan cepat cewek itu menyeka air matanya.

Sudah cukup lama ia berusaha menerima kenyataan bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan. Namun usahanya selalu sia-sia. Sampai kapan pun ia tidak akan pernah bisa mengalah. Ego dalam dirinya selalu ingin jadi pemenang.

Bagaimana pun, seorang Ametta Velya akan tetap berpegang teguh pada prinsipnya. Bahwasanya yang ia inginkan, maka harus bisa di dapatkan. Bagaimana pun caranya.

Menghembuskan napas keras, Metta menatap juniornya di sekolah itu dengan tatapan sengit. Ia sungguh kehabisan akal. Entah dengan cara apa lagi ia harus menyingkirkan cewek bernama Binar yang sering menempeli pujaan hatinya bak sebuah benalu di ranting pohon.

Ia sungguh pusing. Binar seakan tak memiliki celah. Cewek di hadapannya ini seakan tak memiliki ketakutan walau sedikit pun.

Namun, demi mendapatkan sang pujaan hati, Metta akan melakukan segalanya. Meskipun ia harus menggunakan cara kekerasan agar bisa menyingkirkan Binar, maka ia akan melakukannya. Segera.

Cewek yang melabeli dirinya sebagai Ratu sekolah itu membuang napasnya keras. "Lo udah di luar batas ya sekarang," tekannya dengan jari terangkat menunjuk wajah Binar. "Udah cukup lama gue nyadarin lo supaya lo jauh-jauh dari Bara, tapi lo tetep gak nurut ya sama gue!"

Binar terkekeh, lalu tersenyum-yang terlihat seperti senyum meremehkan bagi Metta. "Memangnya lo siapa? Lo orang tua gue? Sehingga gue harus nurutin semua kata-kata lo?"

Metta refleks melotot. "Lo beneran nantang gue ya cupu?!" jeritnya frustasi.

Binar hanya mengedikkan bahunya acuh. "Kenapa gue harus takut sama lo?"

Binar & BaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang