Biru 1

20 1 0
                                    

"Bundaaa!" Sasa menoleh, lalu dengan cepat memeluk Luna yang sudah merentangkan kedua tangannya di depan kelas 12 IPS 2.

"Luna udah sarapan belum?" Luna menggeleng sambil tersenyum lebar, membuat Sasa, gadis berusia 18 tahun itu menaikkan kedua alisnya. Bingung akan sikap adik kelasnya yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri.

"Tumben seneng amat. Kenapa nih?" Luna mengeluarkan kertas binder berwarna tosca kepada Sasa.

"Ini buat bunda. Luna balik ke kelas dulu ya bun, udah ditunggu Bara. Dah bunda semangat belajarnya jangan malas!" Gadis itu pergi berjalan sembari melambaikan tangannya kepada Sasa--bundanya--dan menuju kelasnya yakni 11 IPA 4.

Sasa memandangi kertas binder yang berada di genggamannya sembari tersenyum. Gadis itu berjalan menuju bangkunya, menurunkan kursi dan duduk diatasnya. Ia mulai mengeluarkan bekal makan yang udah ia siapkan dari rumah dan menaruhnya di loker.

"Hm? Roti lagi?" Diambilnya roti coklat yang ada di lokernya dengan notes kuning yang bergambarkan bunga matahari.

Sejak 2 minggu yang lalu, roti coklat ini selalu ada di loker Sasa setiap paginya, entah siapa pengirimnya. Sasa sudah bertanya kepada teman sekelasnya, mencoba berangkat lebih awal, hingga bertanya kepada petugas kebersihan yang bekerja disana. Namun hasilnya nihil, seakan-akan dunia bekerja sama akan dia.

"WOY SA! ASIK DAPET LAGI!"

"Anji--r kaget Bel! Santai napa." Bella terkekeh, menurunkan kursi lalu duduk di sebelah sahabatnya yang sudah menjadi teman sebangkunya selama 2 tahun.

"Masih belum ketemu pengirimnya siapa?" Sasa menggeleng, memasukkan kembali roti tersebut kedalam loker. Gadis itu membuka surat pemberian Luna dan mulai membacanya.

"Anak gua lucu amat dah." Komentarnya usai membaca surat tersebut.

"Anak lu banyak banget si Sa. Ada berapa? 36?" Sasa mengerutkan alisnya, tengah mengingat sesuatu.

"Mungkin?" Bella menggelengkan kepalanya. Sasa, gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak kecil ini memiliki aura yang jauh lebih dewasa daripada teman sekelasnya. Ditambah lagi sifatnya yang ramah dan sangat perhatian, membuat semua orang bisa dengan mudah berteman dengannya. Banyak juga yang memanggilnya dengan sebutan bunda karena sifatnya yang mirip dengan sosok ibu.

"Kebanyakan anak lu emang inget semua?"

"Inget lah kan kita punya grup chat keluarga." Bella yang sedang meminum yogurt langsung tersedak kala mendengar ucapan sang sahabat.

"ANJIR BENERAN?"

"Iya, Gery juga masuk disana." Gery, kakak kelas Sasa yang kini menjadi pacar Sasa. Mereka sudah pacaran selama nyaris satu tahun. Mulai dari Gery kelas 12 hingga kini Sasa yang berada di akhir tahun SMA dan Gery yang sedang bekerja bagian IT setelah lulus dari SMA.

"Ck, putus aja deh lu sama si cuek itu." Dari sekian banyak teman Sasa, hanya Bella dan Vino lah yang tidak menyukai Gery. Alasannya karena Gery dinilai sangat sangat cuek dan pasif terhadap Sasa. Dan juga mereka tahu bahwa Gery hanya memanfaatkan Sasa.

"Gapernah di filter ya omongan lu." Bella memutar bola matanya malas. Sahabatnya ini sangat keras kepala. Mau berjuta kali ia perlihatkan bukti yang ia punya kepada sahabatnya, tidak akan dipercaya sebelum Sasa sendiri-lah yang menyaksikan dan mengalami semuanya.

"Bikin lu sadar tuh susah ya anjir." Ucapnya sambil mencubit pipi tembam sahabatnya.

"Anjir woy sakit." Bella melepaskan cubitannya. Gadis itu memandang lekat Sasa.

"Sa, mau sampai kapan lu terus mengelak kalo Kak Karina dan Gery itu pacaran?" Sasa mendecak sebal. Selalu itu saja yang diungkit. Dia memang pernah melihat Gery dan Kak Karina--kakak kelasnya yang dulu satu kelas dengan Gery--berjalan berdua di mall saat dia dan Bella sibuk membeli baju.

kepada hati yang kerap membiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang