"i wonder if i saw your face again
would you be a stranger or would we be more than friends?"
- imagine if, gnash.◾◾◾
"lo kenapa deh ngeliatin gue kaya gitu?" tanya kiana sembari menggeser satu gelas es teh ke hadapannya dan satu gelas lagi ke hadapan gue.
jawabannya kangen, na. asli kangen banget gue sama lo. hampir genap setengah tahun gue ngga mendengar suara cewe bersweater garis-garis ini dengan jarak yang sedekat ini.
tapi ngga mungkin dong gue jawab kalo gue kangen? mau ditaruh di mana harga diri ini bray.
sebagai gantinya, gue mengucapkan kalimat yang mungkin bagi sebagian dari kalian, ini adalah sebuah gombalan semata. "seneng aja bisa makan sama lo lagi kaya gini."
gue berani sumpah, apa yang gue katain barusan tulus. no tipu- tipu.
sembari menjawab pertanyaan kiana tadi, mata gue masih terpaku kepada cewek yang sekarang benar-benar memberika gestur kalau dia mulai tidak nyaman.
"demi kerang ajaib, kalo lo masih ngeliatin gue kaya gitu, gue colok juga tu mata lama-lama," ancam kiana sambil memainkan garpu yang berada di tangan kirinya.
senyuman geli tau-tau lolos dari bibir gue. galak banget dah ni cewe satu, macan ragunan juga kalah kalo diadu sama dia. "iya iya maaf."
"by the way, emang ada yang lagi mau lo omongin ya?" tanya kiana, sejurus kemudian sesuap nasi sudah berpindah tempat dari yang semula ada di sendok yang ia pegang jadi ke mulutnya.
"engga, kok," balas gue, berbohong tentu saja. "gue cuma pengen ketemu lo."
"kalo lo cuma pengen ketemu gue, lo pasti bakal ngajakin gue ke mirasa atau ke aa," ujar cewek itu, ia memicingkan matanya sambil mengayun-ayunkan sendoknya. mirasa dan aa adalah salah dua nama warmindo yang jadi favorit kita berdua dulu.
gue tergelak, kemudian gue membalas dengan kalimat yang sedikit lebay, "se-enggak boleh itu kah gue ketemu lo, na?"
mendengar kalimat gue yang rada dangdut itu, gantian kiana yang tergelak. cewek itu meletakkan garpu dan sendoknya ke piring.
"mencurigakan banget tau lo ngajak makan malem-malem gini, cal. lo kan ngga pernah makan malem."
dia bahkan masih inget hal-hal kecil tentang gue.
"how's your life, cal?" tanya kiana sambil meminum es tehnya melalui sedotan. "is everything good?"
"gue baik, kok," jawab gue, pandangan gue kini tidak lagi menatap ke arah kiana, melainkan ke arah seporsi nasi dan ayam bakar yang berada di hadapan gue.
gue bener-bener harus mendistraksi pikiran gue agar mulut gue tidak refleks menanyakan sesuatu yang sejak awal tertahan di bibir gue, yaitu, 'lo udah ada pacar belum, na?'
melihat gue yang diam saja, kiana akhirnya kembali membuka suara, "lo masih sama yang dulu?"
na, lo bahkan ngga nyebutin nama dia. sakit banget ya pasti buat nyebutin nama dia? maaf na, maaf banget.
gue menelan ludah, masih belum mengangkat wajah. kebiasaan jelek gue saat berbicara sesuatu yang serius adalah seperti ini, gue tidak pernah berani menatap mata lawan bicara gue.
"udah engga, na."
sontak, cewek di depan gue ini menatap gue dengan tatapan tidak percaya. bukan cuma lo yang kaget, na, gue juga masih kaget sampe sekarang.
"lah, kenapa?" tanya kiana dengan nada yang sarat akan kekhawatiran. bahkan disaat gue udah nyakitin dia, dia masih sepeduli itu ke gue.
gue memainkan tisu yang melapisi sendok dan garpu gue yang memang sedari tadi belum gue sentuh. "ya gitu lah biasa. gue akhirnya jadian sama dia and it turns out kalo dia punya beberapa habit yang gue ngga suka."
kiana menyangga dagunya dengan tangan kanannya, kebiasaan cewek itu ketika sudah tertarik dengan sesuatu. "emang segitu parahnya ya habit dia sampe lo mutusin dia?"
gue mengangkat wajah, memandang wajah cewek di depan gue ini sebentar sebelum akhirnya memberikan anggukan sebagai jawaban.
"ngeliat sedeket dan sesayang apa lo sama dia dulu, kaya... sayang aja gitu kalo hubungan kalian ternyata ngga bertahan lama."
"dulu kan pas masih pdkt, yang keliatan cuman manis-manisnya doang," gue tersenyum geli. "bobroknya baru keliatan waktu udah jadian."
◾◾◾
hi this is the first chapter! please leave vomments because it means a lot to me!
- tasya
KAMU SEDANG MEMBACA
korban ghosting • hood
Fiksi Penggemar[lowercase intended] setelah lebih dari enam bulan lost contact dengan satu-satunya cewek yang jadi korban ghosting gue di tahun pertama gue duduk di bangku perkuliahan ini. akhirnya, malam ini, gue berani mengajaknya bertemu untuk menjelaskan semua...